Angkasa sampai dengan tergesa-gesa di ruangannya. Napasnya tersengal luar biasa. Dan bibirnya masih pucat pasi. Dia segera melemparkan diri ke sofa dan berbaring sebentar. butiran keringat membasahi dahi dan pelipisnya, menetes jatuh ke dagu. Matanya terpejam, dengan tangan menelungkup di wajahnya. Dia baru saja berlari, memaksakan fisiknya yang masih lemah demi sampai di ruangan ini secepat yang dia bisa. Dua orang agen pembantu menemui Angkasa dengan sopan, mereka bukan Vocksar, matanya hitam legam dengan rambut coklat kayu basah terurai sepanjang bahu, yang satu diikat ke atas. “siapa kalian?” tanya Angkasa masih ngos-ngosan, “kami staff divisi arsip data strategis. Anda memanggil kami.” tukas agen yang rambutnya diikat. Perawakannya kokoh dengan mata yang tegas. Angkasa segera bang