Angkasa terus melaju, medan semakin terjal dan sulit. Dia menuju bekas markas Benang Merah. Reruntuhan bangunan yang dulunya adalah markas megah dengan temboknya yang super kuat. Tempat itu masih berdiri, tapi bangunannya lubang disana-sini. Tidak ada atap, tanpa pintu, hanya sisa separuh dinding. Kilat menyambar beberapa kali. Dan lagi-lagi hujan terun. Semakin deras, hingga massa airnya terasa berat mengguyur tubuh Angkasa. malam yang gelap semakin bertambah gelap, Angkasa tidak bisa melihat ke depan, airnya hujannya terlalu lebat. Medan batuan menjadi licin, bidang yang miring membuat air mengalir deras di bawah. Rasanya seperti berdiri di lintasan air terjun yang deras. Terpaksa Angkasa turun, menuntun kudanya minggir ke bawah pohon cemara raksasa. Ia tidak bisa melanjutkan perjalanan