Wanna play with me?
Hari berjalan seperti biasa tanpa ada yang berubah dari pria berparas tampan dengan gaya penampilan terbilang cupu itu. Pria itu terus tersenyum ketika melewati orang-orang yang mengenalnya hanya untuk basa-basi semata.
"Luke Bryan, sepertinya kamu sangat disukai oleh bos kita. Kamu pasti bekerja sangat keras untuk bisa di posisi ini," ucap pria sedikit tua dengan kepala bagian depan yang sudah plontos, sambil menepuk-nepuk bahu Luke.
Luke hanya menanggapi dengan senyuman saja. Luke tahu kalau itu hanya basa-basi dan sebagai sarkasme yang diberikan pria tua itu kepadanya. Luke tahu kalau pria tua itu iri kepadanya.
"Bagaimana aku bisa menandingimu yang hebat ini, padahal aku seniormu! Apa aku harus kuliah di HG University agar aku dapat promosi cepat seperti dirimu? Haha!" ucapnya dengan tertawa terbahak-bahak. Terdengar sangat jelas jika pria tua itu iri dan kesal kepada Luke karena dia dipromosikan lebih cepat daripada seniornya itu.
Luke hanya bisa menahan makiannya di dalam hati saja. Bisa saja Luke bilang, "Bekerja keras bukan hanya bicara omong kosong, pria bau tanah," seperti itu makian yang ingin Luke lontarkan kepada pria botak itu.
Luke mulai jengah saat pria tua itu mengoceh tentang prestasinya selama di kantor itu. Ia berharap pria itu segera menyelesaikan ocehannya.
Di sela-sela mendengarkan ocehan, Luke melihat pemandangan yang sulit untuk tidak dilihat. Wanita dengan gaya urakan, muka marah terlihat dari wajah cemberutnya. Tanpa sadar Luke tersenyum gemas.
"Kamu mentertawakan aku, Luke?" tanya pria botak itu melihat Luke tersenyum menganggap sedang meremehkannya.
"Emm... tidak, aku tadi melihat hal yang lucu. Maaf, Pak Andre, saya izin pamit karena ada pertemuan dengan Mr. Fredrinn," Luke menunduk sopan pamit ke pria botak bernama Andre itu.
Ia pun berlari untuk mengikuti wanita yang menurutnya unik itu. Dia berjalan biasa saja, tapi terasa seperti berlari.
'Apa karena kaki jenjangnya?' batin Luke bertanya-tanya.
Wanita itu memang tinggi kurus. Perkiraan tingginya ada di 180-an.
Luke melihat wanita itu masuk ke dalam lift. Ia pun segera berlari agar bisa masuk ke lift yang sama dengannya. Dan, Luke berhasil masuk ke dalam lift.
Di dalam, Luke merasa canggung entah kenapa. Padahal wanita itu hanya diam saja tidak melakukan apa pun.
'Astaga, perempuan gila mana yang ke kantor pakai pakaian seperti itu?' tanya Luke heran dengan wanita yang ada di depannya.
"Apa?" tanyanya sengit.
Luke kaget karena wanita itu sadar jika dia sedang menatapnya. Luke pun langsung menunduk tidak berani menatapnya.
Hening kembali di antara mereka. Luke juga tidak berani mengangkat wajahnya takut kepergok lagi oleh wanita itu. Tanpa sadar bibir Luke tersenyum sampai suara denting lift yang menandakan mereka sudah sampai ke lantai tujuan mereka.
"Dasar pria aneh," ucap wanita itu sebelum dia keluar dari lift.
Luke belum keluar dari dalam lift karena jantungnya tiba-tiba berdetak dengan cepat. Beberapa saat pria berpenampilan cupu itu terdiam menyadari perasaan aneh yang muncul tidak terduga. Luke segera menampar pipinya agar dia sadar dari lamunan anehnya.
"Kemana wanita itu? Cepat sekali! Dia manusia, kan?" Luke mengedarkan pandangannya mencari sosok wanita aneh itu. Ia pun memilih untuk mengabaikan wanita itu.
Tapi tetap saja, dalam perjalanan menuju ruangan Mr. Fredrinn, Luke masih memikirkan wanita tadi yang dia lihat. 'Apa yang membuatnya marah? Dan kenapa dia berpakaian seperti itu ke kantor? Siapa dia?' tanya Luke dalam hatinya.
Tok. Tok...
Dia sampai di depan ruangan bos besarnya.
Sudah berapa tahun Luke bekerja di kantor itu, tapi tetap saja pria itu selalu bertanya dalam hatinya, 'Berapa banyak uang yang dihabiskan untuk satu pintu ini saja?' seperti itu pertanyaan yang terus dia tanyakan saat dia berada di depan pintu bosnya.
"Masuk," suara bariton itu menginterupsi Luke untuk masuk ke dalam.
Luke mengambil napas dalam-dalam sebelum memasuki ruangan Mr. Fredrinn. Dia mengatur ekspresinya, berusaha menghapus pikiran tentang wanita aneh yang baru saja ditemuinya di lift. Ia harus fokus pada pertemuan ini; Mr. Fredrinn dikenal sebagai bos yang tegas dan tidak suka dengan ketidakprofesionalan.
"Selamat pagi, Mr. Fredrinn," sapa Luke sambil menundukkan kepala sebagai tanda hormat, lalu sedikit terkejut karena ada wanita aneh di dalam ruangan Mr. Fredrinn.
'Mau apa dia?' tanya batin Luke.
Mr. Fredrinn, seorang pria paruh baya dengan mata yang tajam, tampan di usianya yang terbilang tidak muda lagi. Bahkan para wanita yang ada di kantornya pun terkagum dengan atasan mereka. Sikapnya yang dingin menjadi nilai plus di mata wanita-wanita. Tidak jarang banyak juga yang menggodanya. Bagaimana tidak, bukan hanya tampan saja, Mr. Fredrinn kaya raya, dan juga duda. Banyak wanita menginginkan status istri untuk Mr. Fredrinn. Sayangnya, bosnya itu tidak pernah membuka kehidupan pribadinya, menutup rapat-rapat tentang dirinya bahkan keluarganya.
Dia mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari berkas-berkas di mejanya. "Duduk, Luke. Kita perlu membahas proyek baru ini," ucapnya dingin.
Luke segera duduk dan mendengarkan dengan seksama. Proyek baru yang dibahas adalah pembangunan apartemen mewah di salah satu kota. Proyek ini adalah proyek terbesar yang akan Luke tangani yang juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi perusahaan.
Mr. Fredrinn menjelaskan secara detail, dan Luke mencatat poin-poin penting dengan cepat.
Sesekali Luke mencuri pandang ke wanita aneh itu dengan senyum yang tidak bisa ia sembunyikan. Wanita itu sempat menoleh ke arah Luke, dan itu sukses membuat Luke salah tingkah. Untung saja ada Mr. Fredrinn yang masih menjelaskan, jadi Luke bisa berpura-pura fokus ke pekerjaannya.
"Aku harap kamu bisa menyelesaikan ini dengan baik. Nasib perusahaan ada di tanganmu, Luke," ucap Fredrinn dengan suara tajam, seolah mengatakan kalau pekerjaan ini antara hidup dan mati Luke.
Luke meneguk saliva. Tugasnya cukup berat dan itu membuatnya sedikit panik.
Tiba-tiba Fredrinn tertawa. "Haha! Jangan tegang begitu, Luke! Aku hanya bergurau. Aku sudah tahu kemampuanmu, jadi aku tahu kamu bisa menyelesaikan proyek ini dengan baik."
Luke hanya menanggapi dengan tawa pelan bosnya itu.
"Jadi, nona urakan, meskipun kamu anak baru di sini, aku tidak mentolerir kalau pekerjaanmu buruk," kini Fredrinn berbicara ke wanita aneh itu.
"Aku tidak peduli," katanya dengan lirih tapi masih bisa didengar oleh Luke.
"Haha... Aku akan mengajari Nona ini, Mr. Fredrinn," Luke menyela si wanita aneh itu. Ia takut jika wanita itu akan mengatakan hal yang aneh.
'Ssst, diam!' Luke berbisik ke arah wanita itu.
"Baiklah, tolong ajari wanita tidak sopan ini. Aku mengandalkanmu, Luke," Mr. Fredrinn beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Luke dan wanita itu berdua di dalam satu ruangan.
Tidak tahu kenapa Luke menjadi gugup setelah kepergian Mr. Fredrinn. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Sekarang tugas Luke bukan hanya tentang proyek, dia juga harus mengajari nona urakan di situ.
Wanita itu mendekati Luke yang masih tergugup. Dia mendekatkan wajahnya ke arah wajah Luke seperti hendak menciumnya.
"Aku tidak suka pahlawan kesiangan seperti kau," bisiknya dengan nada tidak suka.
Luke mengedipkan matanya, tidak menyangka kalau kesan pertama untuk Luke dari wanita itu adalah pahlawan kesiangan.
"Tapi aku sedikit tertarik denganmu," wanita itu menunjuk d**a Luke, lalu dengan sensual jari telunjuknya turun ke bawah perut.
"Aku tidak pernah bermain-main dengan pria cupu sepertimu," katanya lagi, kini dengan seringai aneh di mulutnya.
"Mau bermain denganku, tuan cupu?" ucapnya terdengar ambigu di telinga Luke.
"Diam berarti setuju," ucapnya. Setelah itu meninggalkan Luke yang mematung karena ucapan ambigu itu.