First Kiss

1577 Kata
   Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam otak tampan seorang Song Jun Hee, apakah dia terbentur sesuatu saat di mobil? Apa baru saja dia melamarku?  Cih, aku tidak akan terjebak dalam godaan maut itu. Meski nanti kami tidur satu kamar aku pastikan dia tidak bisa menyentuhku seujung jari pun. Aku menatapnya garang, sepertinya Jun Hee tahu aku tidak menyukai tawaran itu. “Aku hanya menawari saja. Tidak akan memaksamu,” ujarnya sambil berlalu meninggalkanku dengan barang-barang yang cukup banyak. “Yak! Song Jun Hee, kenapa kau tidak membawa barang-barangmu?” teriakku kesal.      Jun Hee melambaikan tangannya, pria itu tidak mengubris sedikit pun perkataanku. Setelah ‘melamarku’ dia malah pergi begitu saja. Beruntung seorang penjaga resort membantuku untuk membawa semua barang-barang itu. “Terima kasih,” ujarku pada penjaga resort ketika sampai di bilik kamar.    Jun Hee masih fokus dengan kameranya. Rambutnya yang panjang berkibar tertiup angin. Ku akui jika Jun Hee tidak kalah tampan dari Song Seung Heon. Mereka memiliki tubuh tegap dan kekar serta wajah tegas dan hidung mancung. Tanpa sadar aku menggigit bibir bawahku. Kebiasaan saat membayangkan oppa-oppa negeri gingseng.      Aku menggeleng, menepuk pipiku pelan. Jun Hee tidak setampan ‘pacar’ virtualku. Song Seung Heon masih lebih baik darinya. “Kau tidak rabies kan?” celetuk Jun Hee. Seketika  bayangan Seung Heon lenyap dari khayalan.     Aku menatap Jun Hee tajam. Pria itu memang tidak ada manis-manisnya mengganggu kesenangan orang saja. Tanpa menjawabnya aku nyelonong masuk ke dalam bilik tempat kami akan bermalam selama dua hari. Ini adalah liburan terindah yang pernah aku rasakan kalau minus Song Hun Hee. “Aku mau mandi. Jangan mengintip,” ujar Jun Hee.     Aku mengabaikannya, tidak ada untung juga mengintip pria itu mandi. Yang ada harusnya aku yang berkata seperti ini. Aku memalingkan wajah ketika Jun Hee membuka kaosnya.    Aku menggerutu kenapa bisa ia melakukan hal itu di depan seorang wanita. Apa dia sengaja memancingku untuk melihat roti sobeknya? Aku tidak akan tergoda. Tapi sial kenapa mata ini tidak mau lepas dari tubuh kekarnya. Aku seperti terhipnotis. “Jangan melamun nanti ketagihan,” celetuk Jun Hee, suaranya yang medok membuat aku merasa bahwa dia bukan orang korea.    Andai dia tidak bisa berbahasa mungkin sumpah serapahku sudah melayang ke telinganya sejak tadi. Bosan di kamar aku pun memutuskan untuk keluar berjalan-jalan menikmati pemandangan indah resort Pulo Cinta.     Panas matahari menyinari kulitku. Meski gerah karena perjalanan berjam-jam tapi kini terbayarkan dengan pemandangan indah resort. Ini lebih dari cukup membuat pikiranku fresh kembali. Untuk pertama kalinya aku terbebas dari ayat, pasal dan undang-undang.    Aku menikmati setiap pemandangan yang ada sampai akhirnya mataku melihat sosok yang familiar. Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Dia berada di sini. Kevin, pria itu menatapku. “Sasya?” sapanya ragu. Kami sudah lama tidak berjumpa setelah Kevin berpacaran dengan sahabatku. Raina. Hubungan kami cukup rumit hingga akhirnya kami berpisah setelah lulus SMA. “Kevin?”    Aku tersenyum seperti biasa ketika melihat kawan lama. Tapi rasanya berbeda, Kevin adalah orang yang istimewa di hatiku. Dulu kami sempat berpacaran namun kandas setelah Raina bilang suka pada Kevin. Aku pergi dari kehidupan mereka dan setelahnya mereka berpacaran.     Bukan tanpa alasan aku meninggalkan Kevin. Ini semua untuk Raina sahabat terbaikku. Gadis itu yang selalu membantuku dalam keadaan susah. Sebagai balas budi aku melepaskan Kevin untuknya. Pria itu adalah cinta pertamaku sampai saat ini belum ada yang mengubah statusnya di hatiku. “Di mana Raina?” tanyaku saat kami duduk di atas jembatan kayu. Di bawah sana air pantai sangat tenang dan jernih membuat aku bisa melihat makhluk-makhluk laut dengan jelas. “Dia di kamar. Apa kau berlibur sendiri?” tanya Kevin.    Aku terdiam, haruskah aku katakan padanya jika aku sedang honeymoon dengan pria asing. Kevin pasti menertawaiku dan menganggap diriku belum bisa melupakannya. Ya meski itu benar apa adanya, aku belum bisa move on.Kevin satu-satunya pria yang meluluhkanku, dan belum ada pria lain yang bisa menggantikannya. “Kalian sudah menikah?”    Aku mengalihkan pertanyaannya. Sepertinya Kevin tidak terlalu memikirkan itu. Dia mengangguk tapi wajahnya tida menyiratkan kebahagiaan. Kevin menatapku. Pria itu masih sangat tampan meski banyak yang berubah darinya. Jantungku berdebar sama seperti dulu ketika kami berduaan. “Kau masih cantik seperti dulu, Sasya,” ujarnya membuat aku tersipu.    Seharusnya aku tidak bereaksi seperti remaja yang tengah jatuh cinta. Kevin pasti melihat wajahku memerah. Rasa panas menjalari sampai ke telinga. Aku akui Kevin selalu bisa membuat hatiku berdebar seperti dulu, bahkan sampai detik ini.    Aku membuang bayangan masa lalu itu, bagaimana pun juga Kevin sudah beristri dan aku tidak boleh mengganggu hubungan mereka. Aku tidak boleh terlena dengan rayuan kecil seperti itu.  “Terima kasih, tapi aku rasa istrimu lebih cantik.” Dia tertawa, dan aku sangat suka dengan suara dan tawa itu. “Ehem…”    Kami mendongkak melihat Jun Hee berdiri tidak jauh dari tempat kami berada. Aku berdiri menatapnya yang kini terlihat kesal. Ingin rasanya aku menceburkan Jun Hee ke bawah. Pria itu selalu mengganggu kesenanganku. “Apa kau mau ikut denganku?” tanya Jun Hee.    Aku enggan pergi meninggalkan Kevin, kami baru saja bertemu dan berbicara sedikit tapi melihat Raina yang kini berdiri di belakang Jun Hee membuatku menerima tawaran pria itu. “Kalian berpacaran?” tanya Raina menatap Jun Hee dan diriku secara bergantian. Kevin sepertinya juga ingin tahu hubunganku dengan Jun Hee. “Kami…” “Kami berpacaran,” potongku cepat membuat Jun Hee membuka kaca mata hitamnya.     Aku mendelik berharap pria itu mau bekerja sama untuk kali ini. Dan Jun Hee akhirnya diam tidak mengatakan apa pun. Raina merangkul tangan Kevin mesra. Aku merasa iri dengan kebersamaan mereka.    Andai dulu aku lebih berani menegaskan perasaanku, mungkin akulah wanita yang Kevin gandeng sekarang. Berbulan madu di tempat seindah ini sungguh sangat romantik. Dan Raina beruntung. Mantan oh mantan kenapa kau begitu? ujarku dalam hati.    Jun Hee menarik tanganku. Mataku rasanya ingin keluar saat dia memeluk pinggangku. Kami sangat dekat, menempel seperti sepasang kekasih pada umumnya. Aku tersenyum pada Jun Hee. Tidak akan kubiarkan pria itu seenaknya menyentuhku. Menggunakan kesempatan dalam kesempitan eoh? Lihat saja pembalasanku Jun Hee. “Kalian mau makan bersama kami? Kebetulan aku dan Kevin baru saja sampai tadi siang dan kami belum makan,” ujar Raina.    Aku ingin menolak tapi mereka temanku yang sudah lama tidak bertemu. Ingin rasanya menggeleng namun kepala ini malah mengangguk. Aku menatap Jun Hee berharap dia tidak setuju dan aku bisa membatalkan ajakan itu. Lagi-lagi nasib baik tidak berpihak. Jun Hee mengangguk membuat kami makan bersama.     Aku benci situasi seperti ini. melihat kemesraan Kevin dan Raina membuat aku muak. Mereka terlihat sangat bahagia di atas penderitaanku. Haruskah aku berteriak dengan lantang jika aku sakit hati melihat mereka. “Kenapa tidak makan?” tanya Jun Hee membuat diriku terlihat semakin bodoh.      Sepertinya pria itu tahu sejak tadi aku memperhatikan Raina dan Kevin suap-suapan. Jun Hee menunjuk makanan di atas piringku yang bercampur-campur.Seharusnya aku sadar bumbu kacang itu sudah membuat nasiku menjadi coklat. Aku merasa jijik kalau memakannya. “Aku tidak tahu kau suka makanan campur seperti itu, Sas,” kata Raina.      Ini di luar kebiasaanku. Meski sudah bertahun-tahub tidak bertemu aku yakin Raina masih hafal dengan cara makanku. “Aku punya kebiasaan baru,” jawabku disertai dengan senyum palsu.    Jun Hee mencondongkan tubuhnya padaku. Rasanya geli saat dia berbisik. “Jangan di makan kalau kau tidak suka.” Kata-kata itu membuat aku tersinggung. Jun Hee sepertinya sedang meledekku. “Aku baik-baik saja,” sahutku mulai menyantap makanan itu.     Tidak buruk juga rasanya. Meski penampilan makananku sudah hancur dan tidak cantik lagi tapi rasanya tetap enak. Aku melahapnya dengan nikmat, makan dengan nasi yang dicampur adalah pertama kalinya untukku. Jika tahu rasanya seenak ini mungkin aku akan melakukannya lagi.      Kami makan dengan tenang, sesekali aku menjawab pertanyaan dari Raina prihal hubunganku dengan Jun Hee. Gadis itu pasti belum yakin jika aku bisa dekat dengan oppa korea setampan dan semenyebalkan seperti Jun Hee.     Aku gadis yang pintar mengarang, tidak sulit bagiku untuk membuat kisah pertemuan yang manis sampai aku sendiri mual-mual membayangkannya. Semua karanganku bersumber dari drama korea yang sering mengisi waktu luangku. Tidak masalah jika Raina bertanya ini itu.      Raina terlihat antusias. Ia tidak malu-malu membombardir dengan berbagai pertanyaan. Aku hanya menjawab dengan khayalan semata. Sesekali kulirik Jun Hee yang tersenyum saat mendengar kebohongan apik yang kubuat. “Kevin makannya pelan-pelan sayang,” ujar Raina membuat fokusku kembali pada pasangan suami istri itu. Dengan telaten Raina mengusap bibir Kevin dengan tissue. Mereka saling berpandangan sebelum Raina mencium pipi Kevin kilat.     Aku menatapnya tidak rela. Aku sama sekali belum pernah mencium pipi Kevin saat pacaran dulu. Kami terlalu polos menjalin hubungan sampai berpegangan tangan pun kami masih malu-malu. Tapi Raina dia dengan bebasnya mencium Kevin. Ya, harus aku akui jika status mereka bukan lagi sepasang kekasih tapi apakah mereka tidak merasa bersalah bermesraan di depan sahabat sendiri?     Jun Hee menepuk pundakku. Aku menatapnya sebal, tapi setelahnya aku dibuat bingung oleh pria itu. Jun Hee menunjuk sudut bibirnya membuat diriku melakukan hal yang sama. Sepertinya ada sisa makanan yang menempel di bibirku. Aku meraih kotak tissue yang ada di atas meja. Aku tersenyum kecut melihat kotak itu kosong melompong. Lengkap sudah kesialanku hari ini. “Biar aku yang membersihkannya,” ujar Jun Hee. Aku mendengkus kesal, apa dia mau membersihkan bibirku dengan kain meja? Sungguh ironis.    Belum sempat aku memprotesnya Jun Hee menarik kepalaku. Jantungku berdebar ketika lidahnya bermain di atas permukaan bibirku. Membersihkan sisa makanan dengan bibir dan lidahnya. Tubuhku menegang saat merasakan lumatan lembut di bibirku untuk pertama kalinya. Pikiranku seketika kosong. Ciuman pertamaku?   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN