Alik datang untuk bergabung bersama Kital, Izul dan Senru di atas atap. Mereka sedang serius membahas bagaimana ketidak-percayaan terhadap keputusan Unyis X mulai menggerogoti banyak anggota mereka yang bertugas malam ini. Mereka sebagai para elite dari komplotan Kumis Bayangan sangat menyayangkan sikap tersebut.
"Jika terus dibiarkan, gelombang ini akan menjadi semakin besar. Jika kucing-kucing ini memiliki massa yang cukup, dikhawatirkan mereka akan langsung mengkudeta ketua." Kata Senru, sang kucing kuning putih berekor sedang yang merupakan salah satu anggota elite Kumis Bayangan.
"Aku kesal sekali kenapa mereka bisa berpikiran seperti itu," sahut Alik, kucing full oren berekor sedang. "Mereka tidak hanya akan menumbangkan ketua, tetapi juga otoritas Unyis Rida terhadap organisasi kita. Ini makar terbesar yang pernah terjadi di organisasi ini."
"Ketua Kitty juga sedang mencari cara untuk menengahi masalah ini. Kita semua tidak ingin kan, Kumis Bayangan bubar begitu saja. Lagipula, ketika ketua dan Unyis Rida tidak lagi berkuasa atas Kumis Bayangan ... lantas siapa yang akan memegang kendali terhadap kita...?" tanya Izul, kucing dominan putih dan sedikit corak oren, berekor panjang.
"Mungkin saja salah satu dari Balam Raja." Sahut Kital, kucing berwarna hitam dan putih berekor panjang. "Apa menurut kalian isu ini ada yang menyetir...? Maksudku, tidak datang begitu saja dari Kumis Bayangan. Tapi siapa...? Siapa yang ingin itu terjadi...?"
"Itu bisa saja," gumam Alik. "Banyak komplotan yang ingin Kumis Bayangan tumbang sejak dulu dikarenakan mereka tidak suka gerak-gerik mereka diawasi oleh kita. Ingat, Kumis Bayangan merupakan satu-satunya komplotan non-d******i di Batu Kunawa. Dengan menebar isu ini, Kumis Bayangan bisa hancur dengan sendirinya, dari dalam!"
"Rencana yang sempurna," gumam Senru juga nampak kesal.
"Kita bahas ini nanti dengan ketua Kitty," sahut Izul. "Ada yang lebih penting saat ini, kita harus fokus pada rencana pengintaian dan operasi jerat ular malam ini, segera bergerak untuk mencari ular itu. Unyis X telah memerintahkan untuk kita segera melakukan pencarian. Ayo, sebelum turun hujan dan rencana kita akan kembali sia-sia."
"Baiklah. Kital, apa yang kau temukan di kolong-kolong rumah? Apa kau benar-benar tidak menemukan satu pun indikasi bahwa ular itu bersembunyi di bawah sana?" tanya Izul.
"Tidak ada. Aku sudah memastikan itu." Jawab Kital. "Aku bahkan dibantu oleh Amang Hitler. Seperti yang kalian tahu, bahwa kucing itu mengenal betul seluk beluk setiap kolong-kolong rumah di kampung Batu Kunawa ini."
Kital sedang membicarakan seekor kucing yang sering dipanggil oleh Rida sebagai "Amang Hitler". Amang adalah sebutan paman dalam bahasa khas Banjar. Sedangkan nama Hitler disematkan karena kucing bercorak putih dan hitam berekor sedang itu memiliki corak hitam di wajahnya, persis berada di bawah hidung yang bentuknya minimalis mirip sekali kumis dari seorang tokoh fasisme pada era perang dunia ke ll yakni Adolf Hitler.
Amang Hitler merupakan kucing bertubuh bongsor tanpa majikan. Dia selalu tidur dan tinggal di bawah kolong rumah-rumah warga terutama lebih sering tinggal di kolong rumah Rida. Amang Hitler sangat mengenal kondisi bawah kolong sehingga ia dikenal sebagai pakar kolong oleh kucing-kucing yang lain. Para kucing pemburu tikus biasanya akan bertanya dan berkonsultasi dulu pada Amang Hitler dimana sarang tikus atau track terbaik untuk memburu mereka. Amang Hitler sudah menjadi konsultan para kucing Hunter pemburu tikus. Konon saking menguasainya ia terhadap kawasan atau area kolong rumah, Amang Hitler bisa mengetahui jumlah tikus yang ada di seluruh kampung Batu Kunawa. Tentu klaim ini tidak bisa diterima dan dipercaya begitu saja oleh para kucing yang berpikir waras. Namun secara hiperbolik, ungkapan itu cukup menggambarkan betapa seringnya Amang Hitler menghabiskan waktu di area kolong rumah-rumah warga.
"Kalau begitu sesuai instruksi ketua Kitty. Pencarian tinggal berfokus pada plafon atap-atap rumah warga saja." Kata Izul. "Aku sudah mengontak ketua, dia meminta semua anggota yang ditugaskan untuk segera melakukan pencarian."
"Kita berpencar!" kata Kital. "Senru ke bagian sana, dekat dengan rumah keluarga Pak Anto. Alik dan aku sebaliknya, akan mencari di sekitar rumah Pak Siregar. Sementara Izul akan menemui ketua Kitty."
"Baik...!" sahut mereka semua kemudian mulai berpencar ke segala arah.
Di tempat lain Kitty memerintahkan semua anggota Kumis Bayangan yang ditugaskan malam ini untuk segera menjelajah dan menyusup ke rumah-rumah warga yang berada dalam radius pencarian. Para kucing itu mulai bergerak. Ada sekitar 9 ekor kucing yang dikerahkan–yang belum termasuk Senru, Kital, Izul dan Alik yang kesemuanya ahli dalam menyusup. Mereka rata-rata adalah mantan garong dan sudah tidak aktif lagi menjadi seekor garong. Ada sekitar 11 rumah dalam area pencarian yang telah dipetakan oleh Shaman yang harus dimasuki oleh para kucing itu.
Sementara Unyis X juga bergerak sendiri secara mandiri. Dia meminta Rimpu dan Lupix untuk tetap berada di loteng rumah Rida dan tidak mengikuti kemana ia pergi. Unyis X lantas menyusuri rumah-rumah yang berada dekat dengan rumah Rida. Unyis X tidak ingin Kumis Bayangan saja yang bergerak dan membahayakan diri mereka, dia pun juga ingin mencari sendiri keberadaan ular tersebut.
Shaman nampak berada di salah satu atap rumah di perbatasan G4ng Sembilan dan G4ng Delapan. Dia membuka lebar-lebar mata batin ketiganya untuk memindai kembali demi menemukan lokasi keberadaan sang ular. Para kucing hitam anggota Mata Tengah Malam yang lain seperti Rung, Muru, dan Alef, juga melakukan hal yang sama di tempat berbeda. Mereka semua mengerahkan kemampuan mata ketiganya. Dalam visi penglihatan mata mereka para kucing hitam saat ini, Batu Kunawa terlihat layaknya demografis transparan putih. Apa yang kedua mata kucing hitam itu lihat laksana kemampuan Natasha Demakin yang konon kemampuan penglihatannya sama dengan pindaian sebuah mesin X-Ray. Sangat akurat!
Shaman dan teman-temannya dapat dengan jelas melihat setiap pergerakan hewan yang ada di cakupan penglihatan mereka, bahkan kepakan-kepakan sayap dari hewan sekecil kecoa atau nyamuk sekali pun bisa mereka deteksi dan rasakan. Keistimewaan mata para kucing hitam yakni bisa melihat lintasan vibrasi udara, akustika rambatan suara dan proyeksi hawa panas layaknya infra-red. Dan jelas mereka juga bisa melihat setiap aktivitas isotopis abnormal seperti adanya spektrum astral dan entitas metafisik lainnya. Maka dari itu, jika para kucing itu bisa memasuki rumah lalu membuat ular itu menyadari niat para kucing yang saat ini tengah mencari lokasinya, maka ular tersebut akan bereaksi dengan memanipulasi sinyal kehadiran dirinya. Di saat itulah Shaman akan bisa mengetahui dimana ular itu bersembunyi.
***
Satu persatu kucing penyusup Kumis Bayangan mulai memasuki rumah-rumah target mereka. Mereka harus sangat berhati-hati karena sebagian besar penghuni rumah yang mereka masuki belum lah tertidur dan masih terjaga. Selain ekstra hati-hati, para kucing itu juga harus fokus mengendus aroma dan sinyal dari ular tersebut. Mereka harus menguatkan kepekaan penciuman yang ada di hidung mereka. Ular memiliki bau yang khas. Sangat menyengat dan tidak mengenakan di hidung para kucing.
Kekhawatiran Unyis X dan yang lainnya dengan menjalankan operasi pengintaian lebih awal pun mulai terjadi. Para kucing yang menyusup ke rumah-rumah warga mulai ada yang ketahuan, beberapa dari mereka diusir bahkan diburu oleh penghuninya dengan cara dipukul dan ditendang. Para warga yang rumahnya dimasuki tentu saja mengira bahwa kucing-kucing itu hendak mencuri makanan di tempat mereka. Beberapa ekor lagi yang ketahuan hanya dikeluarkan baik-baik karena sang pemilik rumah itu tidak ingin berlaku kasar terhadap hewan. Namun sebagian anggota bisa beraksi dengan lebih cantik. Ada beberapa ekor kucing yang lolos berhasil menyusup masuk ke dalam rumah warga tanpa ketahuan, mereka lalu mulai mengintai disana.
Di salah satu rumah, kucing pengintai bernama Simi berwarna oren sedikit putih bersama rekannya, Izan, kucing dominan abu-abu loreng, sedang fokus mengawasi atap plafon di rumah tersebut. Mereka mengendus dan mencari bau yang menyengat yang dikeluarkan oleh seekor ular. Tetapi tanpa sempat mereka mengendus secara keseluruhan, seorang penghuni rumah itu melihat mereka dan tanpa belas kasihan langsung memukul Izan dengan sebuah gagang sapu dari kayu. "Keluar kalian! Dasar kucing maling!" teriak sang wanita penghuni rumah tersebut.
Pukulan keras itu sontak mengejutkan Simi dan Izan. Mereka berdua langsung lari keluar tunggang-langgang. Setelah itu, Simi melihat bahwa kaki Izan sudah terpincang-pincang akibat pukulan keras tak kenal ampun dari ibu-ibu paruh baya tersebut. Izan terluka di lengan depan sebelah kiri. Ia terpaksa harus berlari dan berjalan dalam keadaan sebelah kaki yang pincang dan terangkat.
"Kau tidak apa-apa Izan...?" tanya Simi. "Lihat! Kau terluka,"
"Tidak, aku tidak apa-apa,"
Simi hanya menatap nanar pada rekan malangnya itu. Simi lalu mengontak anggota Kumis Bayangan lainnya yang juga sedang beroperasi. Dirinya mendapat laporan yang sebagian besar hampir sama. Beberapa ekor kucing yang bertugas menyusup dan mengintai rata-rata mengalami hal yang serupa dengan yang dialami oleh Izan. Ada yang katanya kepalanya benjol karena sebuah pukulan dan kaki belakangnya terkilir karena menabrak sesuatu ketika hendak kabur dengan terburu-buru.
"Apa hanya sebagian saja yang masih di dalam rumah dan bisa mengintai?" tanya Simi melakukan kontak dengan salah satu anggota Kumis Bayangan. "Apa...!? Jadi Komut juga terluka? Disini Izan juga mengalami hal yang sama, kami berdua terpaksa tidak bisa meneruskan pengintaian kami."
"Ya, kami akan segera mundur dan mencoba mengontak anggota yang masih aktif mengintai." Balas kucing yang dikontak oleh Simi. "Ini semua tidak akan terjadi andai saja operasi kita dilakukan di akhir malam, bukan di jam-jam riskan seperti sekarang ini."
"Baiklah, kusudahi dulu." Simi menutup hubungan telepatinya.
"Cih!" Ringis Simi terlihat kesal.
Izan bergeming. "Ada apa?" tanya Izan.
"Kenapa Unyis Rida harus meminta operasi ini dilakukan lebih awal? Sekarang lihat, berapa banyak rekan kita yang terluka karenanya. Dan kau juga menjadi korbannya saat ini! Ini tidak akan terjadi andai semua keputusan berada di tangan ketua Kitty. Apa kita harus, melakukan operasi seawal ini? Sudah tahu operasi ini beresiko jika dilakukan di jam-jam dimana penghuni rumah belum tidur." Simi menggerutu.
"Bicara apa kau, Simi?" tanya Izan, mempertanyakan integritas Simi sebagai anggota Kumis Bayangan.
"Aku benci mengatakan ini, tapi ... Unyis Rida sudah gegabah dalam mengambil keputusan." Jawab Simi.
"Kenapa kau berkata seperti itu tentang Unyis Rida? Kau sadar dengan kata-katamu ini hah?" Sahut Izan.
"Ya, aku sadar. Aku sangat menghormati Unyis milik Rida. Dia kucing yang kuat walaupun betina. Tapi ini adalah keputusan yang salah. Dia dengan gampangnya meminta kita semua melakukan operasi ini, sementara dia sendiri sedang enak-enak berada di rumah Rida, entah saat ini sedang melakukan apa. Mungkin sedang asyik makan atau bermain bersama tuan Rida. Sementara kita? Kita disini, untuk urusan yang bahkan hanya membahayakan manusia. Manusia yang sudah memukul sebagian dari kita, memukulmu!!! Manusia-manusia kejam itu bahkan tidak tahu bahwa kita saat ini sedang berusaha melindungi dan menolong mereka. Aku sedih kau terluka, Izan."
"Aku tidak masalah dengan luka ini." Sahut Izan. "Simi, ini sudah menjadi resiko dari tugas kita. Aku merasa bahwa ini adalah tugasku. Dan jika karena tugas itu aku harus terluka seperti ini, maka aku tidak apa-apa, biarlah itu terjadi. Kenapa kau bilang urusan ini hanya membahayakan manusia saja? Ancaman ular itu juga bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup para kucing di kampung ini Simi. Lagipula walau sebagian manusia ada yang kurang berempati pada hewan seperti kita atau suka kasar memperlakukan kita, ada sebagian besar dari mereka yang masih baik dalam memperlakukan kucing. Buktinya Pak Salman, atau tuan Rida. Tapi intinya bukan itu, intinya adalah mau manusia itu bersikap baik atau tidak kepada kita, kita tetap tidak boleh mengabaikan keselamatan mereka begitu saja."
Simi hanya diam tertegun mendengarkan Izan. Dahulu Simi juga memiliki perasaan yang sama seperti Izan, oleh karena itu ia memutuskan bergabung bersama Kumis Bayangan. Dia sudah tobat menjadi garong yang suka mengambil diam-diam lauk makanan milik manusia. Tetapi malam ini, percikan kecil itu mulai bangkit kembali akibat perlakuan kejam dari segelintir oknum manusia terhadap mereka para kucing.
"Simi, Unyis X meminta kita mempercepat operasinya karena sebuah alasan, kau tahu sendiri cuaca sedang tidak mendukung saat ini. Operasi mungkin harus segera dilakukan agar tidak ada lagi jatuh korban. Dan kau mungkin belum dengar, bahwa Unyis Rida juga sama seperti kita, malam ini Unyis X ikut mengintai masuk ke dalam rumah warga. Unyis Rida juga sedang beradu dengan bahaya, sama seperti kita." Kata Izan.
"Aku tahu itu," sahut Simi. "Maafkan aku, Izan."
"Simi, kau harus merahasiakan kata-katamu barusan, jangan kau katakan lagi. Bisa-bisa kau akan dikeluarkan dari Kumis Bayangan karena ucapan tersebut." Pesan Izan.
"Baiklah," sahut Simi, namun terlihat tidak memiliki raut muka penyesalan. "Cepat kau j1lat luka di kakimu itu kawan, agar tidak menjadi infeksi dan malah bertambah parah."
Sementara itu, di sebuah ruangan yang gelap dan lembab. Di salah satu plafon atap rumah warga, seekor hewan melata panjang sedang melingkar di turus-turus kayu penyangga atap dari rumah tersebut. Hewan itu melilitkan seluruh badan dengan menggelikan di sebuah taso kayu besar yang memanjang dari ujung atap. Ukurannya begitu panjang, mungkin ada 5 hingga 6 meter panjangnya. Sedikit lebih panjang dari ular Piton pada umumnya.
Kepala ular itu sedikit menengok ke luar, menggerakkan wajahnya ke kiri dan ke kanan sambil mendengus, mengeluarkan derikan dan desisan khas ular dengan lidahnya yang bergetar menjulur keluar.
Matanya tajam menerawang, inderanya merasakan dan mendengarkan secara seksama. Dengan segala keributan pengusiran kucing dari rumah-rumah warga oleh penghuninya, ular itu akhirnya mengetahui bahwa para kucing itu kemungkinan sedang mencari keberadaannya saat ini. Instingnya mengatakan dirinya sekarang sedang terancam. Dia harus melakukan sesuatu.
Insting bertahan hidupnya berbicara. Ular itu mengambil suatu keputusan setelah mendengar apa yang terjadi di luar sana. Sang ular pun bertindak!
Membuka dirinya ke hadapan para manusia tentu berbahaya, jadi tetap bersembunyi adalah keputusan yang diambil oleh ular besar tersebut. Toh kucing-kucing kecil itu belum sepenuhnya lebur dalam keasaman enzim dalam perut tubuhnya. Kenyang masih menyelimuti perut sang ular.
Tatkala ular itu hendak menyembunyikan kembali kehadirannya dengan memperkuat aura perisai di sekitarnya melalui hembusan nafas di hidungnya, hal tersebut malah menjadi kesempatan atau celah bagi penerawangan Shaman dan anggota Mata Tengah Malam lainnya untuk dapat mengetahui dimana ular itu sekarang berada. Benar saja, sesaat setelah ular itu memasang barrier aroma tubuh dan menghilangkan esensi kehadirannya, Shaman dapat melihat dengan jelas pusat gelombang spektrum yang memancar dan berkumpul di satu lokasi. Shaman menatap pada kumpulan ORB berbentuk kepulan asap menyebar yang berwarna keemasan tersebut.
"Dapat...!" gumam Shaman. "Disana dia rupanya."