Chapter 5

1062 Kata
Selama di perjalanan menuju sekolah, otakku selalu mengolah-olah perkataan dokter Hani tadi perihal aku harus menjaga bocah cerewet ini. memangnya dia kenapa? Batinku terus saja bergemuruh seolah menuntut jawaban akan pertanyaan-pertanyaanku. "apa yang nenek tua itu katakan padamu? Tanyanya memecahkan keheningan. "nenek tua?" "dokter yang memeriksamu tadi" "bukannya dia itu kakakmu? Kenapa kau panggil dia nenek tua?" tanyaku sedikit ketus. "apa yang dia katakan padamu? Apa dia mengatakan sesuatu?" ucapnya tak kalah ketus dariku "kau belum jawab pertanyaanku! Bukankah dia itu kakakmu? Kenapa kau memanggilnya nenek tua?" ketusku sedikit menyolot. Kulihat Bintang terdiam dan memilih untuk focus pada menyetirnya. Diamnya benar-benar membuatku kesal. "ya sudah kalau tak mau jawab! Jangan ajak aku bicara lagi mulai dari sekarang!" ancamku berharap dia mau menjawab. Ternyata dugaanku salah, alih-alih akan menjawab, dia justru semakin diam seribu Bahasa. Aku yang geram akhirnya menyerah dan memilih untuk merebahkan kepalaku di sandaran kursi mobilnya dan mengarahkan pandanganku pada jendela. Kulihat dari bayangan kaca dia melirik kearahku seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tak bisa dia katakan. ****** Perjalanan yang cukup menghabiskan waktu dari rumah sakit kesekolah membuatku akhirnya tertidur pulas sampai kurasakan sebuah tangan menyentuh pipi kananku lembut. posisiku yang belum 100% sadar hanya bisa melenguh sedikit demi sedikit sampai akhirnya aku tersadar seutuhnya dan mendapati wajah Bintang yang sangat dekat bahkan hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahku. aku yang kaget dan tak sadar kalau saat itu berada didalam mobil spontan mundur dengan cepat kebelakang tanpa ku ingat kalau ada kaca jendela mobil yang siap sedia terhantam kepalaku. Kerasnya hentakanku memundurkan kepala ternyata tak terasa apa-apa. Harusnya aku merasakan sakit di kepala belakangku, tapi yang ku rasakan justru ada sesuatu yang menahan kepalaku. Perlahan tapi pasti ku coba membuka mataku dan mendapati wajah Bintang yang benar-benar dekat dari wajahku, mungkin sedikit dorongan saja bisa membuat bibir kami saling bersentuhan. Kurasakan hembusan nafasnya di kulit wajahku. Dekat dan sangat dekat. Ternyata tangannya menahan kepala belakangku agar tak membentur kaca mobilnya dan itulah yang menyebabkan wajahnya sangat dekat dari wajahku. Kuberanikan menatap matanya yang juga menatapku. 'Sempurna' batinku. Tubuhku terasa memanas dan jantungku kembali berdetak kencang. mungkin sekarang Bintang bisa melihat wajahku yang memerah dan mendengar debaran jantungku. Entah keberanian apa yang aku miliki, kutatap lama bibir tipisnya sampai tanpa sadar kukecup bibirnya pelan,sangat pelan, sekilas dan kembali melepaskannya. Kulihat dia sedikit kaget tapi itu tak berlangsung lama karena sedetik kemudian kurasakan kini Bintang yang melumat bibirku atas dan bawah secara bergantian, memiringkan kepalanya kekanan dan kekiri. Aku yang tak pernah punya pengalaman dengan ciuman seperti ini hanya bisa diam dan menikmati setiap inci sentuhan bibirnya dibibirku sampai akhirnya dia melepaskannya dan menatapku lembut. Dia tersenyum manis didepanku dan menempelkan kening dan hidungnya pada kening dan hidungku. Kita sama-sama tersenyum seolah itu adalah hal lucu yang baru saja kami lakukan. ***** Dengan pandangan yang belum terlepas, Bintang terus menatap bibir manis yang baru saja dinikmatinya itu. Merah dan basah itulah yang dia lihat sekarang. Sesekali pandangannya kembali mengarah pada mata Ran yang juga menatapnya, rona merah membentuk begitu saja di pipi mulus Ran. Bahkan sudah semenit berlalu tak ada dari mereka yag berniat melepaskan pandangan dan menjaga jarak. CUP Kembali bibir itu dikecup singkat, bahkan sangat singkat oleh Bintang yang membuat mata Ran membola sempurna. "Bintang, ini disekolah!" Ucap Ran pelan sambil menahan getaran suaranya didepan bibir Bintang. "kau yang memulainya duluan!" balasnya sambil mengelus pipi Gadis manis yang ada didepannya itu. "aku? Sejak kapan? Kau yang mendekat bahkan itu saja membuatku sangat kaget dan mundur kebelakang, mana aku tahu kau akan me...." Dikecupnya kembali bibir Ran yang langsung membuat Ran mematung tanpa sempat menyelesaikan ucapannya. "Kau cerewet sekali!" akhirnya Bintang menjauh, melepaskan sabuk pengamannya dan turun dari Mobil meninggalkan Ran yang masih mengumpulkan kesadarannya. ***** 'Ya ampun Jantungku~~ Tuhan, sepertinya aku benar-benar menyukainya, sejak kapan rasa ini ada? aku butuh oksigen' batinku bicara seolah ada ribuan kupu-kupu yang sedang beterbangan diperutku. Bahkan Bintang yang menempelkan hidungnya di hidungkupun tak terasa sakit sedikitpun, padahal tadi dokter hani bilang aku akan mengalami sakit pada hidungku selama tiga hari kedepan. Apa ini yang dinamakan the power of love. Hehehehe Jantungku masih belum sempurna detaknya, walaupun sekarang aku sudah berbaring dikamarku. Walaupun kukatakan aku tak apa-apa, tapi tetap saja Bintang kekeh ingin mengantarkanku sampai depan pintu asrama perempuan. Sebenarnya asrama laki- laki dan perempuan itu ada di satu gedung yang sama, hanya saja ruanganya dipisahkan oleh tangga. Ruangan khusus perempuan ada di sebelah kanan sedangakan ruangan laki-laki ada di bagian kiri. Untung di kamar hanya ada aku. Sebenarnya itu aturan asrama juga. Demi menjaga kenyamanan siswanya, pihak sekolah hanya menerapkan penggunaan kamar untuk satu orang siswa saja. Jadi siswa bebas berekspresi di kamarnya sendiri tanpa di ganggu yang lainnya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tapi mataku masih saja setia terbangun. Gerah dikamar kuputuskan untuk keluar dan mencari angin malam yang segar. Satu lagi yang membuatku nyaman disini adalah, sekolah yang tak memberikan aturan khusus bagi siswa harus tidur di jam-jam tertentu. Mereka bebas mau tidur jam berapa asalkan tidak mengganggu jam sekolah. Dan sebagai siswa, mereka juga tak mempermasalahkan itu, dan sampai saat ini jarang siswa yang terlambat kecuali diriku yang memang sudah terlambat dua hari berturut-turut. Tapi itu juga bukan salahku, salahkan saja si Devil itu, karena dialah pelakunya kenapa aku bisa terlambat keesokan hari setelah hukumanku. Angin malam terasa benar-benar sangat sejuk, mungkin ini juga karena pepohonan serta taman bunga yang ada di sekolah ini membuat penyaringan udara menjadi lebih baik. Langit juga dipenuhi ribuan bintang. Kulihat beberapa siswa masih betah duduk-duduk di taman sekolah yang memang lengkap penerangannya. Ada yang belajar, bermain game melalui Smartphone maupun PC mereka, dan ada juga yang bercakap-cakap sambil menikmati udara malam bersama. merasa terlalu ramai, akupun berjalan menuju kolam air mancur yang terletak di belakang sekolah.mungkin suara air yang keluar bisa sedikit menenangkanku. Kupilih salah satu bangku yang ada didekat pohon rimbun yang terletak tak terlalu jauh dari air mancur. 'suasanya sangat romantis' bantinku. Kupejamkan mataku sembari menghirup udara segar malam itu sampai ketenanganku diusik oleh suara orang yang sepertinya tak jauh dariku karena suaranya cukup keras terdengar. 'sepertinya aku mengenal suara itu' batinku. Kuedarkan pandanganku kesekeliling taman sampai mataku menangkap sepasang siswa yang sedang berbincang-bincang sambil sesekali tertawa. Kutajamkan pandanganku melihat siapa yang ada di seberang air mancur. Aku tak mengenal siapa ceweknya tapi aku tak mungkin tak mengenal cowoknya. Dia Bintang! ya dia Bintang dan sedang apa dia disana? dan siapa gadis itu? kenapa mereka terlihat begitu akrab? Apa hubungan mereka? Seketika sekelebat pertanyaan muncul dalam otakku. "Bintang? siapa gadis itu?" bisikku pelan. ****** baca juga cerita aku yang lainnya yaaaa..^0^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN