Bagian 1
Ulang tahun adalah momen paling membahagiakan untuk seorang anak. Kue ulang tahun, teman yang banyak, serta hadirnya orang tua menjadikan anak merasa bahwa kelahirannya begitu dinantikan, disayangi oleh semua orang.
Pesta ulang tahun bertema disney berlangsung sangat meriah di kediaman Givanno. Seorang fotografer majalah The L Magazine yang berkebangsaan Indonesia. Sudah sepuluh tahun ia tinggal di New York dan menikah dengan model cantik bernama Taylor Nate.
Malam meriah ini merupakan acara ulang tahun anaknya, Olivia Givanno dan Victoria Givanno. Kedua putrinya itu bukanlah anak kembar. Umur mereka bahkan jauh berbeda. Olivia berumur sepuluh tahun dan Victoria berumur enam tahun. Mereka pun lahir dari ibu yang berbeda.
"Sampai kapan kau akan seperti ini, Érique? Hari ini adalah hari ulang tahun adik-adikmu. Kau masih tidak mau menghadiri ulang tahun mereka?"
Di dalam kamar putra sulungnya, Givanno frustrasi. entah mengapa anak itu belum bisa menerima saudara tirinya. Dia begitu membenci Victoria melebihi dari apapun. Seakan Victoria merupakan moster paling menakutkan. Nyatanya tidak begitu, Victoria anak yang mengagumkan dengan rambut pirang asli turunan ibunya serta mata hazel menawan.
"Aku tidak mau hadir jika di sana ada anak haram Dad," tegas Érique .
Remaja satu ini tidak menyukai saudara tirinya. Anak dari selingkuhan ayahnya. Segala sesuatu tentang gadis kecil itu membuat Érique muak. Victoria adalah luka untuk semua orang, kehadirannya tak pernah diharap. Siapa yang mau tersenyum karenanya? dia hanyalah kesalahan.
Givanno pasrah. Untuk kesekian kalinya putranya tidak mau mendengarkan dia. "Baiklah. Teruslah menjadi egois seperti ini, Érique."
Givanno kecewa. Ia meninggalkan ruang kamar putranya, Givanno menghela napas panjang. Mungkin ia harus melakukan sesuatu yang menyakiti hati putrinya. Mengorbankan hati Victoria dengan menyingkirkan anak itu dari pesta ulang tahunnya sendiri.
Givanno bergabung ke dalam pesta di taman rumahnya yang terletak di Atlantic Ave. Pria itu mendekat pada gadis kecilnya, Victoria. Memeluknya, menciuminya, memberikan harapan pada gadis kecil itu. Lalu menyakitinya secara perlahan...
"Taylor, bujuklah Érique bergabung di pesta ini. Aku akan membawa pergi Victoria. Aku akan segera kembali. Katakan padanya bahwa aku melakukan ini untuknya, Aku sudah mengorbankan perasaan Victoria untuknya." Awalnya Taylor menggeleng. Dia tidak setuju dengan ide konyol suaminya. Namun genggaman tangan suaminya membuat ia luluh. Walau ini bukanlah keputusan yang tepat.
"Baiklah."
Taylor berjalan menuju kamar Érique . Dia tidak bisa menolak permintaan suaminya. Dia adalah sosok wanita kuat. Bahkan sekarang ia melupakan pengkhianatan dari suaminya. Perselingkuhan yang pernah dilakukan Givanno bersama Miranda, yang berujung lahirnya Victoria. Taylor sangat menyayangi suaminya. Tiga anak membuatnya menjadi setia.
Pesta Ulang tahun dengan tema Cinderella itu sangat meriah. Tamu undangan satu per satu berdatangan. Itu semua adalah tamu Olivia. Victoria hanya mengundang ibunya. Tapi sayangnya, dia diabaikan lagi untuk kesekian kali. Sosok ibu kandungnya tidak menganggap istimewa dirinya. Victoria tidak tahu apa salah dirinya. Gadis itu lahir dan tak tahu apa-apa. Dia tak pernah tahu mengapa Érique membencinya, Mengapa ia diabaikan ibunya, dan masih banyak lagi ketidakadilan yang ia rasakan. Bukan keinginannya lahir sebagai anak selingkuhan.
Victoria menatap polos ayahnya yang kini berada di hadapannya. "Ikut Dad ya, Nak," pinta Givanno pada gadis itu. Ada ketidaktegaan dibalik nada bicaranya. Bagaimanapun Victoria juga putrinya. Givanno tidak tahu harus berbuat apa. Apakah keputusannya sudah tepat? Ataukah salah?
"Tapi aku 'kan ulang tahun, Dad?"
Victoria merasa heran. Kemana ayahnya akan membawanya.
"Iya, tapi Dad mengantuk di sini. Temani Dad tidur sebentar ya," bujuk Givanno.
Victoria menyambutnya dengan riang. Kapan lagi ada waktu bersama ayahnya? Sosok yang paling ia harapkan memberikan kasih sayang lebih. Pria yang selalu asyik dengan jadwal pemotretannya bersama model ternama Amerika.
Victoria sangatlah senang dengan ajakan itu. Apalagi seminggu ini ayahnya sudah mengabaikannya. Givanni sibuk bekerja hingga membuat Victoria bosan tinggal di rumah. Belum lagi saudara tirinya semuanya sudah sekolah.
Givanno membawa putrinya ke dalam kamar dan menidurkan gadis kecil itu. Victoria menikmati setiap sentuhan ayahnya. Jarang sekali ayahnya bisa semanis sekarang, membuat dia merasakan kehangatan luar biasa. Gadis kecil itu memejamkan matanya.
"Kamu tidur ya, Nak!"
Givanno mengelus rambut putrinya dalam pelukannya. Tak lama embusan napas yang beraturan keluar dari hidung anaknya. Victoria tertidur.
Saat itu juga Givanno bergabung dengan anak dan istrinya di taman. Tempat di mana pesta ulang tahun anaknya berlangsung. Di sana Givanno menggendong Olivia lalu menciumnya. Sangat jelas kalau dia menyayangi Olivia. Tak seperti Victoria yang berbeda...
Selain itu, tangan lainnya menggandeng istrinya. Givanno berfoto bersama anak-anak dan istrinya. Kini dia tersenyum melihat keluarganya bahagia. Suasana taman itu ramai menimbulkan kebisingan sampai tersadap di kamar Victoria.
Victoria bangun karena terlalu ribut. Di balik jendela kamarnya ia bisa menyaksikan betapa gembira ayahnya tanpa kehadirannya. Tampaknya Érique, Olivia, dan August sudah cukup membahagiakan ayahnya.
Air mata pun membasahi pipi gadis itu. Sama seperti saat langit menggelap dan menurunkan hujan deras. Victoria merasa bahwa ayahnya tidak menyayanginya. Itulah yang dipikirkannya. Gadis kecil malang itu seketika melepas gaun ala Princess Disney di tubuhnya. Dia mengganti pakaiannya dan berlari menuju kamar pembantu.
Karena Rose, pembantu berumur separuh baya itu lebih menyayangi Victoria. Keluarga yang ia miliki hanyalah sebuah formalitas. Tidak ada satu pun orang menginginkan kehadirannya. Bahkan sosok ayahnya sendiri. Dia terlahir untuk berjuang tanpa siapa-siapa. Bahagia bukanlah takdir Victoria.
Di taman, Givanno sadar akan putrinya, Victoria. Mungkin saatnya membawa gadis kecil itu ke pesta sudah tepat. Érique mungkin tidak akan tahu sebab dia sibuk mengobrol dengan temannya.
Givanno melangkah meninggalkan taman, beringsut menuju kamar putrinya. Hatinya bergetar hebat, saat dia memasuki kamar putrinya. hanya ada gaun anak itu di sana. Dia mulai panik seketika dan mencari Victoria.
"Victoria! Kamu di mana, Nak?"
Napasnya tak beraturan. Ini salahnya. Dia mempermainkan hati anaknya. Givanno menyesal telah membuat Victorianya sedih. Dia merasa jika dia bukanlah ayah yang baik. Givanno melangkah dan terus melangkah. Hingga ia mendengar suara tangis di kamar pembantunya.
"Dad jahat, Rose!"
Suara itu adalah milik Victoria. Kenyataan bahwa anaknya tidur di kamar pembantu membuatnya marah. Dia mempercepat langkahnya dan menggedor-gedor pintu kamar Rose.
"Rose! Buka pintunya sekarang!"
Givanno berteriak. Dari dalam Rose tak hentinya mendengar hentakan di pintu kamarnya. Ragu, takut, sedih-semua bercampur menjadi satu.
Victoria ketakutan. "Jangan, Rose," perintahnya.
Tetapi wanita tua itu hanyalah seorang pembantu. Rose tidak punya pilihan lain. Dia mengabaikan permintaan gadis kecil itu. Dia membuka pintu, membiarkan Givanno masuk.
"Kenapa kau tidur di sini Victoria?"
Givanno murka, matanya menyala-nyala seperti ada api dalam mata itu. Bipolar yang baru-baru ini terdeteksi diidapnya menjadikan dia cepat marah.
Nada suara kasar ayahnya membuat Victoria menunduk ketakutan. Dia bahkan tak menjawab dan hanya bisa terisak. Dia merasa bahwa ayahnya dari dulu memang tidak menyayanginya. Gadis kecil itu bersembunyi di balik tubuh Rose.
Kenyataan itu lebih menyakitkan untuk Givanno. Sekarang gadis kecil yang selalu manja padanya bahkan ketakutan saat melihat dirinya.
"Pergi ke kamarmu sekarang, Victoria!" bentak Givano lagi.
"Ayo, Victoria! Jangan buat Dadmu marah. Cepat ke kamarmu ya!" bujuk Rose.
Victoria masih terisak. "A... ku, ben... ci, Daddy! Dad... ja... hat," ucapnya sesenggukan. Rasa kehilangan yang tadi muncul dalam diri Givanno berubah menjadi amarah karena pernyataan anaknya.
Dengan paksaan ia mengambil Victoria, dia menggendongnya menuju kamar. "Kau jangan membangkang Victoria!" tegas Givanno. "Jika kau masih ingin tinggal di rumah ini maka jangan pernah mempermainkan, Dad!"
Victoria meronta seolah ditangkap penjahat. Saat ayahnya melepaskannya di atas ranjang, saat itu pula Victoria berlari ke kamar pembantu. Hari kelahirannya memang hari yang buruk. Victoria kecil bisa merasakan bahwa ayahnya tidak mencintai ibunya. Lalu kenapa dia bisa lahir? Kenapa dia bisa hadir di tengah ayah dan ibunya? Apa selama ini dia hanya kesalahan? Anak yang tak pernah diinginkan? Victoria menangis, tak bisa berkata apapun lagi selain menumpahkan kesedihannya.
"Kau! Siapa yang mengajarimu seperti ini, Hah?!"
Tak bisa mengontrol emosinya, Givanno menampar gadis sekecil Victoria. Tamparan itu membuat Victoria terdiam penuh kebencian. Dia menangis dan berusaha untuk tidak bersuara. Dia menutup wajahnya. Givanno membawa kembali putri kecil ke dalam kamar dan menguncikannya.
Setelah melakukan tindakan bodoh itu Givanno sangat menyesal. Dia merusak hari bahagia putrinya. Mengubah hari ini sebagai hari di mana sosok ayah bagi Victoria menjadi jahat.