Bagian 12

1019 Kata
“Paman Sadana, apakah Anda tahu mengenai Raja Banyu Sewu yang sekarang?” tanya Surenpati ketika mereka telah menaiki pedati untuk melanjutkan perjalanan kembali. “Yang Mulia Raja Banyu Sewu? Ada apa dengannya? Jangan bilang yang akan kau cari adalah mengenai Yang Mulia Raja?” Paman Sadana malah balik bertanya. “Ah, bukan. Aku hanya penasaran dengan bagaimana rupa sang raja Banyu Sewu. Selama ini aku belum pernah pergi ke kerajaan.” “Astaga! Sudah sebesar ini dan ini kali pertamamu ke kota?” Paman Sadan nampak tak percaya. “Ini sulit dipercaya, Surenpati?” Namun Surenpati mengangguk untuk meyakinkannya. Ia tak tahu mungkin Darma pernah bertemu dengan Raja Banyu Sewu, entahlah. “Lalu apa yang kaucari di pusat kerajaan nanti?” “Aku mau mencari informasi mengenai pekerjaan di pusat kerajaan.” “Kau berminat untuk menjadi orang dalam istana?” “Oh, tidak. Bukan pegawai istana, tapi hanya bekerja di pusat kerajaan saja. Pasti banyak pemilik usaha yang ingin mempekerjakanku di sana.” Sadana langsung mengamati seluruh tubuh Surenpati. Dia pun mengangguk memberi persetujuan. “Pemuda tampan dan gagah sepertimu pasti akan banyak yang ingin mempekerjakanmu.” “Anda terlalu memuji, Paman.” “Aku berkata apa adanya. Apalagi kau sepertinya berbakat dalam bela diri. Sepertinya bahkan pihak istana pun akan mau mempekerjakanmu.” Sadana mengatakan prediksinya. Surenpati menggelengkan kepalanya. “Bukankah itu mimpi yang terlalu tinggi, Paman. Bekerja di pemerintahan rasanya tidak akan semudah itu.” “Kalau kamu punya bakat, mereka akan mencarimu. Ngomong-ngomong, pekerjaan seperti apa yang kau inginkan?” tanya Paman Sadana. “Ah, pekerjaan apa saja yang bisa kukerjakan.” Surenpati menjawab asal saja. “Kalau begitu, bagaimana dengan menjadi seorang pelayan di penginapan?” Surenpati belum memberikan tanggapannya. “Aku memiliki kenalan yang membuka penginapan di pusat kerajaan. Mungkin jika aku perkenalkan dirimu padanya, kau akan mendapatkan pekerjaan di sana.” Surenpati tersenyum. “Terima kasih atas bantuannya, Paman. Tapi aku akan mencarinya sendiri.” Dia menolak dengan sopan. Sadana menatap pada Surenpati dengan tatapan kagum. Dirinya seakan menangkap aura bangsawan yang dipancarkan dari seorang Surenpati. Belum lagi perawakan yang bagus dan terawat, lalu sifat rendah hati yang dimiliki oleh pemuda di hadapannya ini begitu memikat hatinya. “Baiklah, aku tidak memaksa. Walau sebenarnya sayang sekali, karena jika bekerja di sana, kau bisa mendapatkan bayaran hingga lima puluh keping perak dalam satu bulannya.” Lima puluh keping perak adalah jumlah yang fantastis, namun Surenpati harus ingat tujuan utamanya untuk pergi ke pusat kerajaan bukanlah untuk mengumpulkan uang, melainkan mencari informasi mengenai kerajaannya dan juga ilmu yang harus ia pelajari. BAGUS ADARMA, MISIMU UNTUK PERGI KE MARI ADALAH MENCARI GURU. Siang hari pun menjelang, gerbang pusat kerajaan kini telah ada di depan. Apa yang sering Surenpati lihat di televisi dan museum kebudayaan kini benar-benar ada di depan mata. Surenpati merasa setengah tak percaya, karena ia merasa hidup dalam cosplay dunia kolosal. “Akhirnya kita sampai.” Surenpati benar-benar menatap heran dengan bangunan tradisional ini. Jika dipikir-pikir, tempat ini lebih mirip dengan rumah adat pada zaman dahulu. Terdapat gapura-gapura seperti candi di bagian depan bangunan. Di sisi kiri kanan kerajaan, dibangun sebuah tembok tinggi dengan ukiran yang berupa relief dan sepertinya menceritakan sebuah kisah. Bangunan di pusat kerajaan ini lebih modern dibandingkan dengan bangunan yang berada di kampung. Kebanyakan bangunan di sini sudah menggunakan batu bata yang disusun dan atapnya berupa genteng tanah liat namun dengan bentuk sederhana, warna atap di sini kebanyakan berwarna coklat keemasan. Tidak seperti rumah-rumah di kampung tadi, kebanyakan atap rumah menggunakan jerami, ijuk dan bambu. Hanya ada beberapa rumah yang ditutup dengan atap tanah liat, walau warna atap tanah liat di sana cenderung kemerahan. Surenpati memandangi sekeliling, di tempat ini sungguh ramai. Dari mulai ia masuk ke kota ini, sepanjang jalan dipenuhi dengan pedagang. Masyarakat yang melakukan transaksi di sana juga cukup banyak. Surenpati tak menyangka jika ada tempat yang ramai di dunianya Darma ini. Walau tak seramai dunia yang ia tempati dulu, namun setidaknya tempat ini tidak terlalu terbelakang seperti di kampung perbatasan tempat tinggal Surenjaya dan Ibu Wanoja. Sadana melihat reaksi Surenpati yang benar-benar seperti orang baru datang ke kota. Dia terkekeh pada pemuda di hadapannya. “Kau benar-benar baru ke mari?” tanya Sadana. Surenpati mengangguk. Ia tak tahu jika mungkin Darma pernah ke mari, namun dirinya kini telah menjadi Surenpati dan ini baru pertama kalinya dia mengunjungi kota. “Surenpati, apa kau memiliki tujuan? Jika belum, aku akan memberimu penginapan. Anggap saja ini sebagai salah satu balas jasaku karena kau telah menyelamatkanku.” “Ah, tidak perlu, Paman. Apa yang Anda berikan pada saya sudah terlalu banyak.” “Jangan sungkan. Melihatmu bereaksi seperti ini saat melihat pusat kerajaan, aku jadi tak tega meninggalkanmu di tempat ini. Aku ini merasa memiliki anak laki-laki semenjak melihatmu.” Sekali lagi Sadana terkekeh. Surenpati tak bisa menjawab. Ia sungguh tak mengerti atas aura yang dipancarkan dari wajah dan tubuh Darma, sungguh aura yang dimiliki pria ini membuat orang di sekitarnya kagum, hormat sekaligus menyayanginya. “Tak perlu, Paman. Kebaikanmu sudah lebih dari yang aku lakukan padamu. Aku sangat berterima kasih atas kemurahan hatimu.” Tak lama kemudian, pedati mereka pun berhenti di sebuah penginapan. Di antara pedati milik Sadana, terdapat pedati-pedati lain yang mengangkut barang dagangan berbeda. Surenpati pun ikut turun bersama Sadana. “Kapan kau akan memulai perjalananmu di sini? Jika tidak keberatan, maukah kau untuk mengikuti jamuan makan malam di sini bersamaku? Kau akan menjadi tamu istimewa yang hadir bersamaku.” Surenpati menggeleng. “Aku ... aku tidak tau apa aku pantas menerima kebaikan Anda ini, Paman.” IKUTLAH, ADARMA! DI PERJAMUAN SEPERTI INI, BARANGKALI KITA AKAN BERTEMU DENGAN ORANG PENTING. PEDAGANG SUTRA INI MUNGKIN BISA MENGENALKANMU PADA BANGSAWAN YANG MENJADI TAMU LAIN DALAM JAMUAN INI. Mendengar saran dari Empu Kasinoman, Surenpati pun memikirkan ulang tawaran tersebut. INI KESEMPATAN BESAR, DENGARKAN UCAPANKU! PERJAMUAN SEPERTI INI, MEMANG BUKAN PERJAMUAN MEWAH, NAMUN SETIDAKNYA BANGSAWAN KELAS MENENGAH DAN JUGA PARA CENDEKIAWAN AKAN IKUT BERGABUNG DI SANA. “Sudah, jangan kebanyakan berpikir. Ayo bergabunglah denganku di penginapan ini!” Sadana menarik tangan Surenpati. Pria itu pun terpaksa mengangguk dan mengikuti langkah dari Sadana. “Baik, Paman. Aku ikut.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN