Bagian 1

1317 Kata
"Hidup Ksatria Darma! Hidup Ksatria Darma!" Seluruh prajurit menyorakkan namaku. Kali ini kami kembali pulang membawa kemenangan, satu per satu daerah di sekitar Bukit Salem kini menjadi wilayah kekuasaan kami, wilayah bagian dari Kekarajaan Panca Tirta. Kerajaan Panca Tirta dulunya merupakan kerajaan kecil. Namun kerajaan kami cukup kuat karena sang raja, yakni Raja Panca Tirta III memiliki salah satu pusaka sakti dari keseluruhan lima pusaka yang ada di dunia. Panglima yang cukup kuat, kehidupan rakyat yang sejahtera, roda ekonomi yang berkembang pesat. Hanya satu kekurangan dari kerajaan ini, yakni wilayah. Wilayah kerajaan ini tidak terlalu besar, bahkan mungkin lebih kecil dari luas pasar milik kerajaan sebelah. Setelah berganti tahta, Raja Panca Tirta IV memutuskan untuk melakukan perluasan wilayah. Hingga kini aku diangkat sebagai ksatria yang memimpin seluruh panglima, aku melakukan penaklukan ke seluruh daerah di sekitar kerajaan. Dan kini kerajaan yang dipimpin Raja Panca Tirta IV ini mencapai puncak kejayaannya, dan menguasai hampir seluruh wilayah Bukit Salem. *** 'Suara kuda meringkik' Kudaku menaikkan kakinya sambil meringkik dengan begitu kencang. "Berhenti!" Aku mengangkat telapak tanganku ke udara, untuk mempertegas perintahku agar seluruh prajuritku berhenti. Surai Biru, adalah kuda legendaris yang memiliki kepekaan sangat tinggi. Dia akan memberitahuku ketika ada bahaya sedang mengancamku. Melihat tingkahnya kali ini, aku bisa memastikan jika kita akan menghadapi sebuah bahaya di perjalanan kita kembali ke istana. Aku turun dari kuda, diikuti oleh kedua panglima di belakangku. 'Krak ... krak ...' Daun dan ranting kering terinjak oleh kami yang mengendap-endap. "Aku mencium bau darah, ada pertumpahan darah di sekitar sini," ungkap seorang panglima padaku. "Ya, ada hawa membunuh yang begitu kental! Kita harus bergegas!" Aku langsung kembali pada kudaku kemudian membawa seluruh pasukanku untuk bergegas pulang ke istana. *** 'Ting ... ting ... ting ... ' Suara pedang beradu menyambut kedatanganku di istana. Aku harus mampu menguasai emosi melihat istana kebanggaanku di serang. "Siapa yang berani diam-diam menyerang wilayah yang kulindungi, persis saat aku tak ada?" batinku. Aku turun dari kuda, memerintahkan seluruh pasukan menghalau para musuh dan membantu prajurit yang berperang di halaman depan kerajaan. Aku tak percaya kini altar berlantai pualam itu penuh dengan noda merah yang berbau anyir. "Raja!" Aku teringat akan sumpah setiaku untuk selalu melindungi rajaku, aku pun bergegas menemuinya. Aku berlari sepanjang koridor istana, kemudian berhenti di depan sebuah ruangan berpintu megah dengan ukiran kayu. Aku membuka pintu tanpa permisi. Aku melihat Raja Panca Tirta sedang terbaring di pangkuan ratunya, mulutnya mengeluarkan darah. Namun aku masih melihat, bahwa dia masih bernyawa. "Apa yang terjadi padamu, Raja?" Tanyaku khawatir sambil melihat ke sekujur tubuh raja yang dipenuhi luka. "Jangan khawatirkan aku, musuh kita mengincar Pusaka Kasinoman yang dibawa oleh pangeran, kini pangeran sedang dalam bahaya, lindungi dia!" Perintah raja padaku. "Dia sedang berusaha lari untuk menyelamatkan pusaka dan mencarimu," tuturnya lagi. "Kau harus segera diobati, aku akan mencari tabib dan mengejar pangeran." Aku langsung bergegas lari. "Darma, tunggu!" Seruan raja menghentikan langkahku, dan membuat aku berbalik. "Waktuku sudah tidak lama ... a - aku harus jujur padamu. Da - Darma kau adalah anakku! Ka - kau adalah kakak kembar dari pangeran Indrajaya ...." Raja menghentikan kata-katanya tepat setelah napasnya tak berhembus lagi. Ratu yang tadi hanya menangis terisak dengan pelan, kini isak tangisnya menjadi jeritan pilu. Belum sempat aku mencerna perkataan raja, tiba-tiba seorang pria paruh baya bertubuh tinggi besar sudah datang dengan menyeret sang pangeran. Dia menghunuskan golok di depan leher sang pangeran. "Hahaha ... sungguh drama keluarga yang luar biasa! Kau dengar itu Pangeran? Ksatria di hadapanmu ini adalah kakakmu!" Pria dengan janggut tebal itu berkata dengan suara yang menggema. "Raja sudah mati! Berikan Pusaka Kasinoman padaku! Atau kubunuh adikmu ini, Ksatria Darma!" Laki-laki itu mengancamku dengan menggunakan pangeran sebagai sanderanya. "Pusaka kasinoman memilih sendiri tuannya, kau tidak bisa merebutnya semaumu." Kutatap tajam laki-laki tua di hadapanku ini. "Lepaskan Pangeran!" Perintahku. "Tawaranku tidak bisa diubah, kukira Ksatria akan dengan mudah mencerna perkataanku. Nyatanya kau masih belum paham! Cih!" Laki-laki itu berdecih dan tersenyum menghina. "Aku bersumpah demi nama Kerajaan Panca Tirta yang kulindungi! Aku akan menjaga Raja Panca Tirta sampai akhir hayat, dan kini Raja telah terbunuh. Demi sumpahku untuk kerajaan ini, aku membalaskan dendam kematian raja padamu!" Aku bersumpah dengan menghunuskan pedangku ke arah lawan. Karena aku yakin bahwa laki-laki beringas di hadapanku inilah yang membuat raja seperti ini. Belum sempat laki-laki garang bermuka setan itu menjawab, kami semua disini dikejutkan akan cahaya merah yang keluar dari bawah tempat tidur raja. "Pusaka Kasinoman!" Pangeran Indrajaya beseru, menyadari bahwa cahaya merah itu berasal dari pusaka. Aku tidak mengerti, bahkan sang ratu pun tercengang dibuatnya. Kami semua mengira jika Pusaka Kasinoman tersebut dibawa oleh pangeran. "Aku hanya mengalihkan perhatian dengan me ... mengatakan pada ayah dan musuh jika Pusaka Kasinoman ada padaku, agar mereka mengejarku." Pangeran berusaha menjelaskan padaku yang tampak tak mengerti, meski ia kesulitan berbicara karena lehernya tercekik. "Usaha yang bagus Pangeran! Tak sia-sia aku menahan dan membawamu kemari!" Laki-laki yang menyandera pangeran pun melepaskan lengannya dari leher sang putra mahkota. "Uhuk ... uhuk ... " sang pangeran terbatuk. "Jangan sentuh benda itu!" Pangeran mencegah laki-laki tersebut yang hendak mengambil Pusaka Kasinoman dari tempatnya. Namun dia hanyalah orang jahat yang tidak akan mendengar perkataan orang lain, aku belum sempat mencegahnya, hingga dia mengambil kotak pusaka itu. Laki-laki itu tampak kegirangan sambil membuka kotak kayu yang sudah usang di tangannya. "Hahaha ... hahaha ... " tawanya sangat membahana. Aku tidak berani mendekatinya, pusaka itu akan sangat ganas jika tidak bersama pemiliknya yang sah. Sementara raja yang bisa mengendalikannya telah tiada. Kami semua menjaga jarak dari laki-laki yang sedang hilang kendali ini. Sekuat mungkin aku harus melindungi ratu dan pangeran, apalagi bila benar perkataan raja, itu artinya mereka adalah ibu dan adikku. "Darma sudah lama aku menginginkan tahta kerajaan ini," sahut laki-laki itu sambil berseringai. "Bagaimana jika kumulai dengan membunuh putra mahkota!" Sahutnya sambil membawa Pusaka Kasinoman di tangannya. Pusaka ini berupa sebuah belati yang mengandung energi panas bumi dan racun mematikan milik tujuh serangga. Siapapun tak akan bisa bertahan hidup bila terkena sedikit saja sayatannya. Dia menghampiri sang pangeran, aku berusaha menghadangnya dengan cepat. Kini posisiku berada di depan sang putra mahkota. Tapi aku melihat tatapan aneh dari matanya, trik licik apa yang hendak ia rencanakan? Aku tau itu. Dengan segera dia berbalik melempar Pusaka Kasinoman ke arah sang ratu. Aku sudah menyadari hal itu, akupun langsung berlari menghalau belati mematikan itu. Aku berhasil melindungi sang ratu. Dan belati itu melesat dan menikam jantungku. *** Aku merasakan hawa dingin meniup telapak kakiku. "Dimana aku?" Aku mencoba membuka mataku dan memandangi sekitarku. Gelap, tak bisa kulihat apapun disini. Bahkan aku tak bisa melihat apa yang menjadi pijakanku kali ini. "Darma, sudah waktunya kau pergi ke alam baka! Tapi aku terkurung karena sumpahmu!" Sebuah suara menggema yang tak kuketahui darimana sumbernya. "Siapa kau?" Tanyaku sambil berputar mencari seseorang dari sembarang arah. "Aku adalah Mpu Kasinoman, pembuat sekaligus menjadi penunggu benda pusaka sialan itu!" Dia mengumpat tidak jelas. "Mpu Kasinoman? Maksudmu Pusaka Kasinoman?" Tanyaku. "Ya! Pusaka yang mana lagi! Roh ku terperangkap pada senjata buatanku sendiri. Dan aku sudah memilihmu untuk menjadi Raja Panca Tirta V, jauh sebelum Raja Panca Tirta IV meninggal, karena aku tau kau adalah penerus sah dari Sang Raja, bukan Indrajaya, aku tidak menyukai kutu buku sebagai tuanku!" Ungkapnya sembari tertawa. "Lalu apa maksudmu kau terkurung bersamaku?" Tanyaku kembali. Suara tua itu kemudian menjawab, "sudah sepatutnya benda pusaka menemani tuannya untuk menyempurnakan tujuan, melindungi orang terkasih dan bahkan membantu menunaikan sumpahnya! Kau belum menunaikan sumpahmu Darma, tapi kau malah mati!" "Jadi aku sudah mati?" Tanyaku. "Ya! Dan kini kita terkurung bersama, kau dan aku tak bisa kembali ke alam baka, dan berada di dalam keris itu lebih baik daripada berada di alam kosong seperti ini," gerutunya. "Bagaimana agar kita terbebas dari sini?" Tanyaku. "Kita harus tunaikan sumpahmu, untuk melindungi kerajaan Panca Tirta dan membalas dendam kematian raja, karena kini kerajaanmu sedang diduduki oleh Murkademang, orang yang berusaha membunuh sang ratu menggunakan belati kasinoman" *** Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN