Perasaan resah tiba-tiba datang menghinggap di hati Berto. Ia terus menatap ke arah jam yang menempel di dinding. Bunyi jarum jam yang berdetik menghiasi keheningan kedua pria yang sibuk dengan pemikiran masing-masing. Hanya ada ketegangan sampai membuat suasana ruangan menjadi suram.
Aura-aura gelap terus saja keluar dari tubuh mereka karena kekuatan intimidasi yang meluap. “Kau melupakan sesuatu, Berto!” katanya mengawali pembicaraan.
“Pergilah… aku sangat benci kau ada disini.” Berto bangkit dari kursi karena pikirannya terus melayang pada Varizen.
“Jika kau tak pergi, aku yang akan pergi,” ujar Berto dingin lalu pergi meninggalkan pria yang masih betah duduk sambil mengulas senyum itu.
Berto mempercepat langkah kakinya, bahkan ia berlari keluar dengan kedua kakinya tanpa menjaga imej seperti biasa. Dari jauh, ia melihat Jonny yang hendak keluar kantor.
“Jonny!” teriak Berto dengan lantang. Semua karyawan lagsung terkejut karena mendengar teriakan dari pria itu. Jonny menghentikan langkahnya, “Iya, Tuan.”
Berto langsung berlari menepis jarak diantara mereka, “Ke sekolah!” teriaknya tanpa menoleh. Jonny ikut gugup melihat tuannya seperti itu. Ia hanya mengangguk, lalu ikut berlari mendahuluinya.
“Kendarai secepat mungkin karena aku punya firasat buruk.” Terlihat jelas bahwa Berto sangat khawatir dengan sesuatu.
Tidak ada jawaban dari Jonny karena tahu situasi yang dirasakan oleh Berto. Seperti inikah pria yang mencintai seorang gadis? Hatinya bahkan seperti terhubung satu sama lain. Namun, ada hal yang disayangkan, Varizen tidak menyukai pira itu sama sekali.
Cinta sepihak itu tentu membuat penderitaan bagi keduanya. Seandainya seseorang menjadi Varizen, siapa yang sudi bersama pria kejam seperti Berto? Melukai dengan kekerasan sampai ke psikis.
Mungkin bagi Berto, mendapatkan Varizen dengan cara seperti itu adalah jalan satu-satunya. Dan ternyata, semua perilaku yang ditorehkan itu salah. Cinta buta yang dihadapi pria itu perlahan membawa kenangan buruk.
“Kenapa kau menyetir dengan lambat?” bibir Berto bergumam gelisah dengan raut wajah yang pucat. Jonny tergelak, “Tuan, kecepatan ini sudah maksimal.”
Saat kegelisahan melanda, waktu yang berjalan cepat seakan berjalan lama. Kecemasan itu cenderung membuat tingkah seseorang terlihat jelas.
“Cari jalan alternative!” teriak Berto mengusap kasar wajahnya. Jika terjadi sesuatu pada Varizen, orang yang pertama kali disalahkan adalah pihak sekolah. Pria itu berjanji akan meratakan tempat tersebut.
Tidak lama kemudian, mobil mereka sudah masuk lingkungan sekolah. Jonny mengerem dengan mendadak dan seketika berhenti. Belum sempat mesin dimatikan, Berto keluar terlebih dahulu dengan berlari.
“Semoga dia baik-baik saja,” gumam Berto terus berlari menuju ke kelas Varizen. Untung saja, koridor sangat sepi karena proses belajar mengajar sedang berlangsung.
Saat sampai di depan kelas Varizen, Berto langsung membuka pintu ruangan dengan kasar. Mata terkejut seisi ruangan terlihat jelas.
“Tu-Tuan Berto,” panggil guru yang mengajar dengan gugup. Berto mengarah ke tempat duduk yang kosong.
“Dimana dia?” tanya Berto dengan berteriak keras. Para sisiwa pun menunduk, terlebih lagi siswa p[erempuan yang berurusan dengan Varizen.
“Maksud Anda adalah Varizen. Dia tidak masuk, Tuan,” jawab guru itu dengan enteng. Berto menatap ke guru tersebut sambil mengeluarkan pistol yang ada di balik jasnya. Ia mengarahkan senajati itu tepat di kepala sang guru sambil menepis jarak diantara keduanya.
Para siswa tidak berani bersuara dan hanya menunduk takut. Kristal dan Mira saling berbisik satu sama lain. “Kita dalam masalah,” bisik Mira dengan tubuh bergetar. Andai saja ia tahu kalau Varizen memiliki pengaruh kuat di belakangnya, tentu dirinya tak akan mengikuti jejak Kristal.
“Aku tidak tahu kalau jalang kecil itu peliharaan Tuan Berto,” jawab Kristal sambil mengepalkan tangan. Menurutnya, Varizen sangat beruntung karena memiliki orang kuat seperti berto yang berpengaruh dikota ini.
“Aneh… taktik apa yang digunakannya sampai Tuan Berto bertindak seperti itu,” gumam Kristal sangat lirih dan terus melirik ke arah Berto yang terus berjalan dan sudah berada tepat dihadapan sang guru.
“Kata siapa Varizen ijin,” ucap Berto dingin. Guru itu semakin bergetar lalu mengangkat kepalanya. Sekarang, tamatlah riwayat Kristal dan kelompoknya.
Guru tersebut menunjuk ke bangku Kristal dan Mira. Semua mata pun beralih menatap ke arahnya. “Bukan aku,” jawab Mira membela diri membuat Kristal tersentak. Bagaimana bisa ia dihianati ketika terpojok.
“Tadi, aku melihatnya masuk toilet,” kata salah satu siswa culun. Sebenarnya, dia tahu apa yang terjadi, tapi tidak berani bersuara dan hanya memberi petunjuk.
Tanpa pikir panjang, Berto berbalik arah dan langsung mencari toilet sekitar kelas Varizen. Ia melihat Jonny yang berlari menuju ke arahnya. “Tuan!” panggil pria itu dengan berteriak keras.
Berto menoleh, “Cari Jonathan. Anak itu, beraninya tidak bisa menjaga Varizen.” Jonny menghentikan langkahnya, “Saya baru saja dari sana, Tuan Muda bilang bahwa Varizen sudah masuk koridor kelas.”
Berto mengabaikan penjelasan Jonny dan lari menuju ke toilet. Ia mendobrak pintu ruangan itu dengan kasar. Terdapat tiga kamar mandi yang bagian tengah ada siluit seorang gadis pingsan dilantai.
Pria itu kemudian membuka pintu dengan perlahan. Bola matanya terkejut melihat Varizen berwajah pucat dan menggigil sedang tergeletak, “Varizen!” teriak Berto mengundang Jonny masuk ke dalam toilet.
“Nona….” panggil Jonny, “Kita harus membawanya ke rumah sakit, Tuan,” usul pria itu panic. Berto mengangguk dan langsng menggendong Varizen keluar toilet. Ia bahkan berlari dengan kecepatan penih diikuti dengan Jonny dari belakang. ‘Sialan… tubuh Varizen sangat dingin,’ batin Berto dengan raut wajah yang tidak bisa digambarkan antara marah dan khawatir.
“Suruh mereka mengurus masalah ini,” titah Berto sambil masuk ke dalam mobil. Ia akan mengemudikan kenderaan itu sendirian.
Jonny bergegas melaksanakan perintah dari Berto. Ia tidak akan melepaskan orang yang sudah membuat pilihan untuk melakukan hal buruk pada Varizen. Bukan berarti ia menyukai gadis itu, melainkan sang tuan yang terlihat frustasi.
Dan Jonny belum ingin membuat keputusan untuk memisahkan mereka, walaupun hanya sebuah rencana. “Jika Nona pergi sekarang, bukan hal baik untuk Tuan. Aku harus menunggu diwaktu yang tepat,” katatanya terus berjalan menuju ke ruangan Jonaatan.
Saat membuka pintu, mata Jonathan terkejut melihat beberapa anak yang berdiri menunduk di depan Jonathan. Dua diantaranya sedang bersimpuh di kaki pria itu sambil menangis.
Ternyata, Jonathan bertindak cepat dari yang diduga. Jonny sedikit Bangka dengan pria itu. “Apakah sekolah mengajarimu untuk membully teman?” tanya pria itu dengan level dingin diatas rata-rata. Bisa dilihat wajah yang dipenuhi api amarah.
Jonathan sangat merasa bersalah karena meninggalkan Varizen sendirian tanpa mengantar ke kelas. ia terlalu meminggikan sikap egois yang dimiliki. Sekarang, sebuah penyelasan masuk hinggap dihatinya.
“Katakan!” teriak Jonathan dan hanya didiami oleh mereka. Semuanya kelihatan takut karena tubuh mereka bergetar hebat. Baru kali ini, mereka melihat killer marah bukan main.
“Ka-kami tidak sengaja,” jawab Kristal dengan terbata-bata, dan terus menunduk sambil menangis. Jonathan duduk jongkok, “Jadi, kau yang merencankan ini semua.” Ucapan itu takkalah dingin dari biasanya.
“Tuan Jo, biar Tuan Berto yang mengurusnya,” sela Jonny sambil mendekat perlahan. Meskipun mereka kenal selama tujuh tahun, tapi pria itu belum paham betul dengan jalan pemikiran dari Jonathan.
Wajah Jonathan menggelap sempurna, menatap Jonny dan para siswa bergantian. “Jangan harap!” geramnya tertahan. Aura gelap terus menyelimuti pria itu. Hawa dingin menyebar dengan cepat sehingga membuat orang menggigil dan gemetar.
Bersambung