Adam terbangun dari tidurnya dan merasakan pegal yang menderanya, dia menatap sekeliling dan ternyata ini sudah siang. Adam buru buru membuka laptopnya untuk melihat notifikasi yang dia dapatkan. Benaknya terus bertanya tanya, “Apakah ada banyak orang yang menyukai karyanya?” atau “Apa mereka semua sudah menemukan harta karun yang aku simpan selama ini?”
Namun pada kenyataannya, Adam hanya menemukan beberapa komentar yang mengatakan,
“Ini membosankan, aku sudah menebak bagaimana endingnya.”
“Terlalu banyak deskripsi untuk setiap hal.”
“Kau tau film yang bahkan mempermasalahkan gigi copot? Itulah karyamu.”
“Hai, aku harap kau perbaiki lagi caramu membuat n****+ karena ini begitu bertele tele dan membosankan.”
Adam langsung menutup laptopnya dan menarik napas dalam. “Lihat saja, aku akan menemukan orang yang menyukai karyaku dan menyadari kalau buku buku milikku itu adalah harta karun yang terpendam.”
Tangan Adam meraih kotak uang miliknya, sudah ada beberapa ribu dollar yang diberikan oleh Hans. Jika dia bertahan selama satu tahun di sini, mungkin dirinya akan membanggakan sang Ibu jika bisa menyewa tempat untuk membuka penerbitan sendiri.
“Aku hanya harus bertahan di tempat yang begitu menakutkan ini,” ucapnya menelan saliva kasar.
Adam masih merasakan kalau tempat ini begitu mengerikan, memberikan vibes horror dan membuatnya takut. Apalagi saat telinganya ditempelkan di dinding, dia tidak mendengar apapun dari arah basement. Tidak ada rekaman yang berputa ataupun hal hal aneh padahal siang ini hanya ada keheningan di villa yang ada di tengah hutan.
Mengabaikan, Adam memilih makan. Dia begitu senang ketika melihat makanan yang melimpah.
Triinggg! Triinggg!
Adam hampir tersedak saat sedang meminum s**u. “Sialan apa yang menghubungiku sepagi ini,” ucapnya kesal sambil mengangkat telpon yang berdering itu. “Hallo?”
“Hallo, ap aini dengan Adam?”
“Ya, aku Adam.”
“Aku adalah orang yang memperkerjakanmu,” ucap seseorang yang diyakini Adam adalah seorang pria tua.
“Tuan Whitengton, maaf tidak mengetahui anda. Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”
“Kau melihat cermin yang ada di berbagai tempat bukan?”
Adam mengangguk. “Ya, ada banyak cermin berdiri bahkan cermin gantung di sini. Anda ingin saya melakukan sesuatu?”
“Bersihkan kacanya lalu tutupi dengan kain putih yang ada di Gudang peralatan. Aku tidak ingin mereka kotor sampai aku ke sana sendiri.”
“Baik, Tuan. Akan saya lakukan.”
“Bagus, perlihatkan kemampuanmu supaya aku bisa menggajimu dengan besar.”
“Baik, Tuan,” ucap Adam menutup panggilan. Dia menoleh ke arah pintu masuk, ruang keluarga, ruang tamu bahkan ruang makan dan dapur yang memiliki cermin di setiap sudut. “Ini akan melelahkan,” ucapnya menunda acara sarapannya dan memilih untuk melangkah ke arah Gudang peralatan.
Di sana ada banyak sekali alat alat, Adam focus untuk mencari kain putih sampai sebuah gergaji jatuh dari tempatnya. “Untung saja tidak mengenaik kepala,” ucapnya mengusap dadanya sendiri. dia mengambil gergaji itu dan berniat menyimpannya kembali.
Namun, tertahan karena Adam melihat sesuatu yang aneh. Adam menciumnya, itu bau karat dan terlihat seperti…. Darah yang mengering?
Apa yang mereka potong menggunakan gergaji?
****
Adam melakukan apa yang diinginkan oleh sang majikan. Melangkah mundur dan dia melihat kedaan sekitar yang didominasi oleh kain yang berwarna putih menutupi cermin. Adam menelan salivanya kasar, terasa sangat mengerikan. Apalagi pencahayaan yang kurang dan seluruh villa terbuat dari kayu berwarna cokelat gelap yang menambah kesan mistis. Ini menakutkan baginya.
“Lebih baik aku menulis,” ucapnya segera mengambil beberapa makanan ke dalam kamar. Setidaknya di area itu, dirinya merasa bisa bebas dan merasa aman juga.
Adam membuka laptopnya dan duduk di kursi, memakai kacamata dan berniat untuk mencari cari n****+ yang genrenya sedang bagus. Kali ini, n****+ yang sedang dibutuhkan adalah sebuah n****+ mystery. Namun Adam sadar kalau dia tidak pernah bisa melakukannya. Dia tidak bisa membuat n****+ yang penuh tanda tanya.
Namun dengan komentar;
“Terlalu banyak narasi di novelmu, lebih baik menulis n****+ misteri saja supaya tidak ada percakapan. Novelmu membosankan.”
Adam mencoba untuk menulis. Sampai akhirnya dia tidak sadar menulis sampai sore hari. Dalam waktu beberapa jam itu, Adam tetap berada di dalam kamar. Dia ke kamar mandi, makan dan berfikir di tempat itu. Sampai matanya kini melihat matahari tenggelam di luar Jendela.
“Hahahaha, baru satu bab,” ucapnya melihat hasil tulisannya yang ternyata baru satu yang dia selesaikan.
Adam mengusap wajahnya kasar. Dia mengambil ponsel dan melihat media social, di sana dia melihat sang mantan; Sindy tengah berfoto bersama dengan kekasih barunya dengan berada di dalam mobil. Adam mengepalkan tangannya semakin kuat, dia kesal dengan dirinya sendiri yang tidak kunjung menghasilkan uang sehingga membuat semua orang menjauhinya.
“Sial sial!” Adam mengambil beer di bawah meja, sampai dia sadar tidak ada lagi botol beer di sana. ternyata dia sudah menghabiskan banyak beer.
Adam akhirnya keluar dari kamar, dan kegelapan langsung mengambil alih pandangannya. Dia hanya bisa melihat kegelapan dan kain putih yang berdiri tegak oleh kaca. Adam segera menyalakan lampu, dia mencoba untuk tidak berfikiran yang aneh aneh.
“Apa yang harus aku masak?” gumamnya membuka kulkas. Banyaknya makanan membuat Adam merasa damai, dia bebas memakan apapun mengingat Hans akan datang dan terus mengisinya lagi.
Adam memasak makanan cepat saji; sebuah sphagetti instan. Matanya terpaku pada mie yang sedang di masak.
Dug. Dug. Dug. Dug.
Adam menoleh ke arah ruang tamu dan keluarga yang masih sangat gelap, ada suara dari sana. yang mana membuat Adam melangkah untuk memastikan. Dia mengambil pisau untuk berjaga jaga. Perlahan, Adam mendekati saklar dan menyalakannya.
Tidak ada apa apa, hanya ruangan yang didominasi cermin yang ditutupi.
Untuk mengurangi rasa cemasnya, Adam memilih untuk menyalakan semua lampu, bahkan lampu di lantai dua. Setelahnya dia merasa aman dan kembali ke dapur untuk memakan makanannya.
“Tempat ini punya sinyal yang jelek,” ucap Adam yang mulai menyadari kalau sinyalnya mulai memburuk.
Sambil makan, dia memainkan ponsel untuk mencari teman berkencan di aplikasi kencan online. “Woaw, dia seksi,” ucapnya menyukai foto Wanita dengan d**a yang besar. Adam berkali kali menelan salivanya kasar.
Sendawa dengan begitu keras, Adam tidak membereskan sisa makanannya. “Nanti saja,” ucapnya memilih untuk kembali ke kamar dan berbaring di sana.
Namun sebelum Adam menutup matanya, tiba tiba terdengar suara ledakan kecil disusul dengan lampu yang mati seluruhnya. “Shiitt!” umpat Adam langsung meraba raba mencari ponsel ataupun sesuatu yang bisa menyala. Merasa de ja vu, Adam khawatir akan memegang sesuatu lagi.
“Aku menyimpannya di Kasur. Kenapa tidak ada?” adam mulai panik, dia benar benar tidak bisa melihat apapun.
Sampai… Drttttt…. Drttt…..
Ponselnya berbunyi dan menyala, Adam menoleh dan mendapati ponselnya ada di meja di dekat laptop. Dia menelan salivanya kasar. Bergegas mengambil ponsel dan menyalakan senter untuk melihat sekitar. Dia menghela napasnya dalam. “Sialan,” ucapnya segera mengangkat panggilan dari nomor baru.
“Hallo? Siapa ini?”
“Ini aku Hans,” ucap seseorang dari sana.
“Apa kau menyalakan semua lampu?”
“Ya, dan sekarang tidak ada cahaya sama sekali di sini. Apa yang harus aku lakukan?”
“Bodoh, kau harus membereskan masalahnya di basement. Sepertinya sikringnya meledak, ganti dengan yang baru yang ada di Gudang peralatan. Dan jangan menyalakan banyak lampu, itu membuat villa itu mati lampu, dia tidak bisa bertahan dengan daya itu.”
“Bisakah kau datang?” tanya Adam sedikit takut.
“Aku sedang berjaga, seorang temanku memberitahu kalau villa gelap. Lakukan sendiri.”
“Hans, aku mohon datanglah ke sini. Aku sedikit takut.”
“Hei, Man, kau itu pria, ingat kau akan dapat banyak uang jika melakukannya.”
Hans menutup panggilan. Adam terpaksa bergegas keluar dari kamar dan membuka Gudang peralatan dan mencari sikring baru. Beberapa kali dia mengedarkan cahaya ke arah belakang. Adam merasa ada seseorang di belakang yang menatapnya. Cermin yang tertutupi kain itu terlihat menyeramkan
Karena memang, kenyataannya seperti itu. Hanya saja Adam tidak sadar kalau diantara cermin yang tertutupi kain putih itu terdapat seorang Wanita muda yang memegang boneka di tangannya, bersama kakek tua yang sedang mengintip dari belakang cermin sambil tertawa.