Emosi Sekar

1023 Kata
"Kalau gitu, bagaimana kalau kita lakukan tes DNA!" Awalnya Sekar merasa terintimidasi oleh lelaki itu. Namun entah kenapa ia amat merasa kelas. Sehingga dengan kuat, ia menginjak kakinya Saka, bersamaan dengan taksi yang Sekar pesan, datang. Saka yang masih mengerang akibat injakan kuat high heel itu, tentu saja tidak bisa menahan Sekar yang sudah berlalu dengan taksi pesanan nya itu. "Ada apa, Mbak?" tanya supir taksi karena melihat Sekar yang seperti sedang dikejar maling. "Ah, dia penjahat! Saya tadi menginjak kakinya!" jawab Sekar, seraya menyeringai melihat ke arah belakang, di mana Saka berdiri menatap padanya dengan sebuah gelengan. "Wah, mbak hebat. Memang harus seperti itu Mbak. Sekarang banyak sekali penjahat berkedok wajah tampan seperti itu," celetuk supir taksi itu. Membuat Sekar, sekali lagi terkikik geli. "Ngomong ngomong mbak mau ke mana?" "Ke perumahan Mahkota, Pak." jawab Sekar. Dia memang tinggal di perumahan mahkota. Lebih tepatnya sebuah rumah yang telah ia sewa selama dua tahun ini. "Wah, itukan perumahan di mana saya tinggal, Bu," "Wah, Bapak tinggal di sana juga?" "Saya ngontrak, Bu. Maklum lah. Di sana kan murah murah semua. Meski bangunannya bagus bagus." "Iya, saya juga betah di sana. Karena perumahannya yang asri. Tapi masih bisa dijangkau oleh kalangan menengah seperti kita." "Iya, Bu. Lain kali, mungkin ibu bisa mampir ke rumah kita. Istri saya orang padang. Kami jualan rendang di rumah. Siapa tahu, Ibu mau pesan. Ibu bisa ke rumah saya." "Wah, baiklah. Nanti saya akan pesan, ya. Kalau ada acaraan." "Baik, Bu. Ini nomor rumah kami, dan nomor telepon kami!" Supir itu memberikan sebuah kartu nama. Dan Sekar pun menerimanya. Selama perjalanan mereka mengobrol. Hingga Sekar sampai ke rumahnya. Di sana seorang balita yang begitu cantik berlari padanya. gadis berusia setahun itu memang sudah bisa berjalan seimbang. "Hay! sayang!" Sekar memeluknya. Menghirup wangi bayinya. Dia memakai baju princes berwarna merah. Perawatnya memang sangat pintar mendandani putrinya. "Duh, kenapa cantik sekali sih ..., kenapa wangi sekali ..., kan mamih mau cium terus." Sekar mengangkat gadis kecil itu kedekapan. Kemudian ia masuk, dan mencari perawatnya. Belum saja mulutnya terbuka. Ia malah menemukan seseorang tengah duduk di kursi tamu, seraya sedang memegang botol minumnya Sharla. "Kamu?" Sekar mematung, tak berdaya. Menemukan Saka tengah berada di sana. Bukankah laki laki itu, tadi ia tinggalkan. "Kamu ngapain di sini?" tanya Sekar, sengit. Saka menghela napas dalam, dengan wajah yang terlihat begitu tenang. Ia memang berhasil mendahului mobil yang membawa Sekar pergi. Dia mendahuluinya ke rumah itu. Saka tentu saja sudah tahu di mana keberadaannya Sekar. Namun ia baru punya kesempatan datang ke rumah itu hari ini. "Kenapa harus tegang seperti itu?" kedua tangannya Saka hampir meraih Sharla. Namun Sekar menjauhkannya. "Bi! Sini!" Panggil Sekar pada perawatnya Sharla. Kemudian setelah beberapa detik. Perempuan itu datang. "Iya, Bu." "Bawa Sharla, ya?" ucapnya, seraya memindahkan gadis mungil itu kepangkuan sang perawat. Lalu Sharla pun dibawanya ke dalam. "Jadi mau apa kamu ke sini?" Sekar tidak mau duduk, satu sopa dengan Saka. jadi yang ia lakukan adalah, dia duduk di sopa yang agak jauh dari laki laki itu. Saka ikut duduk, dengan botol minumnya Sharla tetap ia pegang. "Dia berumur satu tahu kan?" tebak Saka. "Bukan urursan kamu!" Saka tersenyum manis. "Dia anaku kan?" tanya nya lagi. "Bukan! Papahnya sudah meninggal!" ketus Sekar. Membuat Saka tergelak. "Sebenci itu, kamu sama aku. Sampai orang yang masih hidup pun kamu bilang sudah mati!?" Sekar mendengus kasar. "Aku tidak suka menerima tamu. Ini rumah privasi. Dan seharusnya kamu tidak boleh masuk ke dalam rumah orang lain. Kalau penghuninya tidak ada." papar Sekar. Panjang lebar. "Aku bukan orang lain. Aku adalah papahnya Sharla!" "Aku sudah bilang. Dia bukan anak kamu!" kali ini suara Sekar terdengar lebih kuat dan getir."Aku tidak mengharapkan kamu atau siapapun terlibat dalam kehidupan kami. Aku sudah bahagia dengan caraku. Aku bahkan tidak memberi tahu kedua orang tuaku. Kalau aku melahirkan Sharla. Atau kalau aku hamil, dari seorang lelaki asing yang tidak bertanggung jawab!" sejenak perempuan itu terdengar menghela napas dalam. Ia mengalihkan wajahnya ke arah lain, agar Saka tidak melihat dirinya mengusap airmata yang luruh begitu saja. "Sejak aku hamil muda, hamil tua, dan sakitnya melahirkan. Aku melaluinya sendiri. Aku bahkan kerja disaat mual yang luar biasa itu. Aku tidak pernah meminta belas kasihan siapapun. Aku tetap bekerja, agar anaku bisa hidup, dan bisa melahirkan dengan selamat tanpa kekurangan apapun! Dan Pak Ishak memberikan pekerjaan hebat itu. Aku sudah melalui semua itu sendirian, Saka! Jadi kamu enggak ada hak sedikit pun untuk mengakui, kalau Sharla adalah anak kamu!" Mungkin karena perempuan itu begitu emosi. Sehingga dia menunjuk wajah Saka dengan suara lantang. Dan Saka pun sama sekali tidak bicara. Ia merasa dirinya adalah seorang b******n k*****t. Jadi yang ia lakukan adalah tetap diam, dan mendengarkan semua keluhan perempuan itu. Hening beberapa saat. Sekar seperti tengah mengendalikan dirinya. "Aku minta maaf, karena sedikit emosi. Aku hanya tidak suka hidupku diusik." Dan Saka hanya bisa terdiam. "Aku mau kamu segera pulang. Dan jangan pernah temui aku dan sharla lagi." "Tidak untuk satu itu Sekar. Aku harus tetap bertemu Sharla, bagaimana pun kuatnya penolakan dari kamu. Sharla adalah anaku." "Dia bukan anakmu. Aku bilang, SHARLA BUKAN ANAK MU!" "Kamu tidak memisahkan antara ayah dan anaknya. Dia darah dagingku." "Iya, dia darah dagingmu!" ucap Sekar pelan, membuat Saka tersenyum penuh kemenangan untuk beberapa saat. Namun setelah itu ia menjadi tersenyum kecut dan malu. Ketika Sekar bekata, "Lebih tepatnya darah daging yang tidak kamu akui. Bahkan kamu buang! kamu mengusir ku, dan menceraikanku karena kamu tidak suka dengan pernikahan itu. Karena kamu ingin menikah dengan perempuan itu kan? kekasih kamu yang kamu cinta!" "Itu masa lalu, tolonglah jangan diungkit." "Ya, itu masa lalu. Dan asal kamu tahu, masa lalu itu adalah bunganya masa depan. Saat ini, adalah buahnya masa lalu yang kamu bangga banggakan itu! bukannya kamu bangga pisah dari aku, karena bisa dekat dengan Bening. Iyakan?" "Tapi dia tidak mau kembali padaku, Sekar. "Ya, tentu saja. karena saat itu kamu jatuh miskin. Kamu di keluarkan dari pewaris Global. Lalu saat ini, kamu sudah termasuk kembali menjadi pewaris Global. jadi aku tidak heran. Kalau kamu tiba tiba datang dan ingin menemui Starla. karena kamu menggunakan nya hanya untuk kekuasaan itu. Aku tidak salah kan?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN