BAB 2: LEMBAYUNG ATAU SEKAR

1347 Kata
SELAMAT MEMBACA *** Ndoro Karso menatap selembar foto yang dia dapat kan dari tamunya beberapa hari yang lalu. Potret gadis muda yang sangat ayu rupanya tersenyum di sana. Semakin ditatap, wajah itu benar-benar seperti memiki magnet yang membuat orang enggan lepas. Sorot matanya terlihat bersinar dan begitu bersemangat. Jauh berbeda dengan gadis yang dia temui 13 tahun yang lalu. Ndoro Karso masih tidak percaya, 13 tahun lamanya terakhir dia bertemu dengan seorang bocah yang saat itu tengah menangis sesenggukan di makam ayahnya. Bahkan Ndoro Karso masih mengingat betul betapa bengkak mata cantik itu ketika melihat prosesi pemakaman sang ayah. Tapi lihat, sekarang gadis yang menangis di pemakaman itu telah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Hanya melihat dari gambar saja, semua orang akan tau jika dia dirawat dengan sangat baik. "Sampun dalu Ndoro, mboten tilem?" (Sudah malam Ndoro, tidak tidur) tanya Tejo pada Ndoro Karso. Dia yang tengah memeriksa pintu dan jendela, mendapati jika lampu di ruang kerja sang Ndoro masih menyala. Saat dilihat Ndoro Karso masih duduk dengan tenang di balik meja kerjanya. Ndoro Karso tidak mengatakan apapun, dia hanya menunjuk selembar foto di atas meja. Tejo yang belum mengerti maksud Ndoro Karso hanya melirik sekilas lalu kembali menunduk. "Siapa ini Ndoro?" Tanya Tejo dengan sopan. Pasalnya dia sama sekali tidak mengenali wajah di gambar itu. Lalu kenapa Ndoro Karso seolah memberitahunya. "Coba diperhatikan lagi wajahnya," jawab Ndoro Karso dengan tenang. Tejo kembali memperhatikan wajah di foto. Hanya satu kata yang bisa dia ungkapkan. Cantik, selebihnya dia benar-benar tidak memiliki pendapat apapun. Lebih tepatnya dia tidak berani. Takut di kira lancang. "Ngapunten (maaf) Ndoro, saya benar-benar tidak mengingatnya," jawab Tejo lagi. Ndoro Karso hanya tertawa pelan. Maklum saja jika Tejo tidak mengingatnya. Bahkan dia sendiri butuh satu hari untuk benar-benar yakin jika gadis di foto adalah bocah yang sama yang pernah dia temui 13 tahun yang lalu. Wajahnya sangat jauh berubah, hanya mata dan bibirnya yang sama sekali tidak berubah. "Benar tidak ingat siapa dia?" Tanya Ndoro Karso sekali lagi memastikan pada Tejo. Namun, lagi-lagi Tejo hanya menggeleng dengan pelan. "Lembayung," satu kata yang diucapkan oleh Ndoro Karso berhasil membuat Tejo terkejut tidak percaya. *** Di tempat lain, seorang gadis cantik bernama Sekar tengah kesal menatap dua orang yang tengah sibuk di depannya itu. Keduanya kompak tengah membereskan barang-barangnya, apa dia benar-benar diusir. Atau bagaimana, kenapa semua barang-barangnya dipindahkan. Kenapa tidak ada toleransi sama sekali. Namun melihat rumah yang dia datangi saat ini, dia seperti bernostalgia dengan masa kecilnya. Dulu dia sering datang kerumah itu untuk mengunjungi sang ayah. Namun sekarang sudah tidak pernah lagi. Sejak ayahnya meninggal, dia sudah tidak pernah pulang kekampung halaman sang ayah lagi. Tiba-tiba saja, satu minggu yang lalu bulik dan pakliknya mengatakan ingin kembali ke desa. Dan kalian tau apa yang lebih mengjengkelkan, katanya Sekar ingin dinikahkan. Hanya karena mereka punya hutang dan tidak bisa melunasinya. Bahkan Sekar sudah mengalah dan ingin membantu mencicil hutang paklik dan buliknya. Tapi mereka justru bersikeras jika Sekar tidak akan sanggup melunasinya. Jalan satu-satunya adalah menikah dengan pemberi hutang, agar hutang mereka langsung lunas. Apa sekar dirawat hanya untuk di jadikan pelunas hutang. Sekar benar-benar ingin mengamuk setiap mengingat hal tersebut. Dan sayangnya dia tidak punya kuasa untuk melawan. Sekar kembali mengingat obrolannya dengan bulik dan pakliknya satu minggu yang lalu. Flash Back On Parmin dan Harti, sepasang suami istri paruh baya itu tengah duduk di ruang tamu rumah mereka. Menunggu kepulangan keponakannya. Ketika jarum jam menunjukkan pada pukul empat lebih lima belas, terdengar sebuah suara motor berhenti di halaman. Parmin dan Harti yakin jika itu adalah orang yang mereka tunggu. "Assalamu'laikum ..." "Waalaikumsalam ..." Sekar, gadis berusia 23 tahun salah seorang karyawan pabrik sepatu di ibu kota itu pulang dengan tubuh lelahnya. Tapi dia tidak bisa mengabaikan paklik dan buliknya yang duduk di ruang tamu itu. Akhirnya, Sekar pun menyapa keduanya. "Bulik sama Paklik, jam segini kok tumben sudah ada dirumah?" Tanya Sekar pada keduanya. "Iya, ada yang mau kami sampaikan Kar, sama kamu." Jawab Parmin sambil melirik kearah Harti yang duduk di sebelahnya. Sekar yang mendengar itu lalu mengambil duduk di hadapan bulik dan pakliknya. Mendengarkan apa yang ingin mereka sampaikan. "Ada apa Bulik. Kok sepertinya penting sekali?" Tanya Sekar dengan penasarannya. Sekar harap-harap cemas menunggu bulik dan pakliknya membuka suara. "Sekar, bulik dan paklik mau menikahkan kamu." Ucap Harti yang langsung dijawab sebuah penolakan oleh Sekar. "Menikah bagaimana. Menikah sama siapa? Tidak mau Bulik," tolak Sekar langsung. "Tidak bisa Sekar. Bulik sudah sepakat kalau kamu akan kami nikahkan." Ucap Harti dengan tegasnya. Dia sudah menebak pasti Sekar akan menolaknya. Jadi dia juga sudah menyiapkan rencana cadangan. "Tidak mau Bulik. Kenapa tiba-tiba maksa orang nikah, kalau belum mau ya belum mau." Ucap Sekar dengan sedikit keras. "Nurut sama Bulik. Ini demi kebaikanmu." Ucap Harti tidak kalah kerasnya. "Tetap tidak mau," ucap Sekar dengan kesalnya. Parmin yang sejak tadi diam, merasa harus ikut menengahi perdebatan antara istri dan keponakannya itu. "Tidak papa kalau Sekar tidak mau menikah. Mungkin memang Paklik harus mendekam di penjara karena tidak bisa melunasi hutang." Ucap Parmin dengan lirih lalu pergi dari sana. Meninggalkan Sekar dan Harti yang masih terdiam. Terutama Sekar yang masih belum faham dengan maksud ucapan sang paklik. "Paklik bicara apa Bulik? Maksudnya bagaimana?" Tanya Sekar langsung pada Harti. "Kami punya hutang Sekar. Banyak sekali jumlahnya. Dan sudah jatuh tempo, tapi kami tidak bisa membayar." "Lalu maksudnya?" Tanya Sekar lagi. Dia belum faham dengan maksud ucapan Harti. Sebenarnya Sekar sudah menebak kemana arah pembicaraan mereka. Tapi sungguh Sekar tidak berani menduga-duga. "Orang yang memberi kami pinjaman, mau melupakan hutang kami. Tapi dengan syarat dia ingin memperistri kamu." Duar ... Sekar merasa sangat terkejut. Apa iya seperti itu. Siapa orangnya, kenapa dia menginginkan Sekar sebagai istri. Padahal buliknya juga punya anak perempuan yang tak kalah cantiknya. "Kalau aku tidak mau bagaimana?" Tanya Sekar dengan pelan. "Dia akan melaporkan paklik ke polisi. Karena kami sudah telat lumayan lama dari jatuh tempo yang disepakati dulu." Sekar terduduk dengan lemas. Lalu bagaimana sekarang. "Memangnya berapa hutang kalian. Aku yang akan melunasinya. Aku akan kerja lebih giat. Untuk mengumpulkan uang. Aku tidak perlu menikah dengan siapa itu." Ucap Sekar dengan semangatnya. Namun, Harti justru menggeleng dengan pelan. Tanda apa yang diucapkan Sekar bukan solusinya. "Banyak Kar. Kamu tidak akan bisa melunasinya. Dia juga tidak akan mau menunggu lagi. Pilihannya hanya kamu menikah sama dia atau paklikmu masuk penjara." Sekar semakin lemas mendengarnya. Apa sungguh tidak ada jalan keluar lagi. Apa sungguh dia harus menikah dengan laki-laki yang entah siapa itu. Apa kisahnya akan berakhir mengenaskan menjadi alat pelunas hutang seperti di film-film. Apa kisah hidupya sedrama ini. Apa benar begitu takdirnya. Tapi kenapa, dia salah apa sampai harus menjalani takdir seperti itu. Fikiran Sekar langsung kalut. Tidak bisa berfikir jernih lagi. "Kenapa harus aku Bulik. Ratih kan ada," ucap Sekar lirih. "Ratih masih kecil Kar. Dia juga masih beberapa tahun lagi di pondok. Bagaimana bisa menikah." Mendengar itu, Sekar langsung bangun dari duduknya. Berjalan dengan gontai menuju kamarnya. "Aku perlu berfikir Bulik." Hanya itu yang di katakan Sekar sebelum tubuhnya hilang di balik pintu kamarnya. Flash Back Off Melihat bulik dan paklinya sudah menurunkan semua barang-barang mereka dari mobil, Sekar pun mengikuti keduanya memasuki rumah. Kesan pertama yang Sekar rasakan adalah sejuk. Rumah itu ada di dataran tinggi. Jadi udaranya lumayan sejuk dan sedikit menghibur hati Sekar yang tengah kesal. Setelah berfikir kurang lebih tiga hari lamanya waktu itu, akhirnya Sekar memilih mengalah. Dia terlalu malas jika harus membuat keributan apalagi berdrama kabur-kaburan seperti orang kebanyakan yang menolak dijodohkan. Menurutnya terlalu merepotkan dan sama sekali tidak menguntungkan. Belum lagi pasti pakliknya akan dimasukkan ke penjara. Lalu bagaimana kehidupan mereka setelahnya jika paklik harus mendekam di balik jeruji penjara. Lama berfikir dan menimbang baik buruknya, akhirnya Sekar memilih mengalah. Mengikuti alur takdir yang entah bagaimana kedepannya. Sudahlah, kalau nanti calon suaminya itu bandot tua dengan banyak istri seperti kebanyakan cerita maka Sekar siap membuat kegaduhan. Kalau perlu sampai laki-laki yang menikahinya menyesal dan bila perlu lagi menceraikan dirinya. Setelahnya dia bisa kembali pada kehidupan nyamannya dan hutang bulik pakliknya lunas. Bukankah itu lebih menguntungkan ketimbang harus adegan minggat dan kabur dari pernikahan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN