Lydia POV
Aku tersentak merasakan tangan Daniel melingkari perutku dengan erat.
"Ada apa Mas?" Aku bertanya padanya setelah berusaha menghilangkan rasa kagetku.
"Kamu marah kan sama Mas?" Hembusan napasnya menerpa kulit leherku, membuatku merinding. Dan dagunya sengaja didaratkan pada bahu kanan ku.
Dia mulai jahil disana menciumi leher dan bahuku yang terbuka. Aku merutuki kebodohanku yang hanya memakai gaun rumahan dengan tali kecil dibahu kanan dan kiri.
"Mass" Aku melenguh, Daniel mulai menggigit bahuku dengan gigi nakalnya. Dan memutar tubuhku untuk menghadapnya.
Aku membuka mataku yang terpejam karena terbuai dengan perlakuan Daniel beberapa detik lalu. Didepanku Daniel tersenyum jahil tanpa dosa. Aku mendengus dan memukul dadanya pelan. Dia mengaduh dengan manja.
"Dosa tau mukul suami kayak gitu." Gerutunya memasang wajah manja.
"Udah ih, buruan sana berangkat nanti Papa nungguin."
"Kamu masih marah sama Mas kan?"
"Udah nggak penting."
"Ily." Lagi - lagi aku mendengar Daniel memanggilku dengan panggilan asing itu, sampai saat ini aku belum tahu maksud dia memanggilku dengan panggilan itu. Karena kebanyakan orang memanggilku dengan Lyd atau Lydia.
"Udah Mas berangkat sana." Usirku mulai jengah dengan sikapnya.
"Cium dulu dong."
"Enggak ah." Aku segera memutar tubuhku dan pergi secepat mungkin meninggalkannya didalam kamar.
Aku langsung ke ruang makan, dan melihat orang tuaku sudah duduk disana seraya menyantap sarapan pagi ini.
Aku mengerucutkan bibirku "Kok aku ditinggal." aku menarik kursi lalu kududuki dengan nyaman.
"Loh Daniel mana?" Tanya Mama padaku.
"Iya bentar lagi juga keluar" Jawabku cuek dan langsung mengambil nasi bersama tumis kangkung kesukaanku.
"Enggak ikut sarapan?" Kini papa ganti bertanya, aku hanya mengangkat bahuku.
Suara deritan pintu tertutup membuat kami bertiga menoleh bersamaan kearah sumber suara. Daniel keluar dari kamar kami dan berjalan kearah kami bertiga.
"Maaf tidak bisa ikut sarapan Ma Pa, ada panggilan mendadak dari Papa. Disuruh untuk ke Restoran sekarang." Ucapnya penuh dengan nada penyesalan dan menatap bergantian pada kedua orang tuaku.
Tapi dia tidak mau melihat kearahku, aku seperti patung berwujud manusia disini. Dia mengabaikan istrinya begitu saja. Tega sekali kamu Daniel !
"Iya nggak Papa kalo begitu, kamu buruan berangkat aja dan hati-hati dijalan." Ucapan Mama langsung dibalas anggukan oleh Daniel.
"Iya hati - hati dijalan." Papa ikut menambahi.
"Assalamualaikum." Daniel mengucapkan salam dan pergi begitu saja tanpa berpamitan padaku. Jangankan berpamitan menatapku saja tidak.
"Waalaikumsalam."
"Kalian ada masalah?" Tiba-tiba Mama bertanya ketika aku asyik dengan lamunanku.
"Ehh.. a..pa Ma?" Aku tersadar dan menjawabnya gelagapan.
"Kalian ada masalah?"
"Enn..nggak kok Ma" Dustaku, sebenernya memang tidak ada masalah tapi melihat sikap Daniel yang menyebalkan jelas sekali itu menimbulkan masalah padaku.
"Ya udah lanjut gih makannya."
"Ma, hari ini Papa mau lihat Ruko yang mau kita pakek buat toko roti." Aku refleks menoleh kearah Papa. Toko roti?
"Mama ikut ya Pa, sekalian liat tempatnya strategis atau enggaknya."
"Mama sama Papa mau buka toko roti?"
"Bukannya itu keinginan kamu sejak SMK?"
"Iyaa bener." Benar apa yang dikatakan kedua orang tuaku. Sejak aku SMK dan mengambil jurusan agribisnis, keinginanku untuk membuka sebuah bisnis toko kue adalah suatu mimpi indah bagiku. Dan sekarang karena mimpiku itu Mama dan Papa mulai sedikit mengabulkan keinginanku.
"Seneng nggak?" Tanya Mama padaku.
"Bangetttt." Aku bangkit dari kursi dan mencium pipi Mama dan Papa bergantian. Kabar baik ini membuat mood ku meroket bahkan melupakan kekesalanku pada Daniel.
"Makasih ya Ma Pa." Mereka berdua mengangguk.
"Sama-sama."
"Doakan saja Rukonya bagus dan harganya sesuai kantong kita."
"Dan letaknya strategis." imbuh Mama dengan senyuman merekah.