Angkasa yang kebetulan belum tertidur langsung melompat dari tempat tidurnya mendengar Anggita berteriak memanggil namanya. Angkasa berlari keluar dari kamarnya dan menuju kamar Anggita yang berada tepat disebelah kamarnya.
Teriakan Anggita ternyata tidak hanya didengar oleh Angkasa. Oma yang hendak ke dapur mengambil minum pun mendengar teriakan Anggita dan mengurungkan niatnya untuk mengambil minum dan bergegas menuju kamar Anggita.
Angkasa yang terlebih dahulu sampai dikamar Anggita pun segera menghampiri Anggita yang terkulai di tempat tidurnya dengan wajah dan tubuh yang dipenuhi keringat. Angkasa panik bukan main.
"Ta... bangun Ta.. ini Mas Asa.. Ta! Anggita!" ucap Angkasa sambil menepuk perlahan pipi Anggita.
Oma masuk kedalam kamar Anggita tidak lama kemudian dan kaget melihat Anggita dan Angkasa. "Tata kenapa Sa?" tanya Oma khawatir.
"Asa juga gak tau Oma, Kita bawa ke tempat Om Pram aja ya," ucap Angkasa pada Omanya.
Oma Angkasa mengangguk. "Oma ambil kunci mobil, kamu gendong Tata ke mobil,"
Angkasa dan Omanya pun segera bergegas. Angkasa menggendong Anggita menuju mobilnya dan Angkasa pun duduk dikursi supir dan mengendarai mobil menuju RS Medika tempat dimana Pramono, dokter yang menangani Anggita bekerja. Sementara Oma Angkasa duduk dibelakang bersama Anggita yang masih tidak sadarkan diri.
Dalam waktu singkat mereka sampai di RS Medika. Anggita langsung dibawa ke ruang IGD dan suster yang sedang berjaga langsung menghubungi Dokter Pramono yang memang sedari awal sudah menangani Anggita. Dalam waktu singkat Dokter Pramono sudah tiba dirumah sakit dan menangani Anggita. Anggita pun melewati serangkaian test dan diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik.
Angkasa, Anggita dan Oma nya pun kembali ke rumah. Angkasa mengabari kedua orang tuanya di Bandung mengenai kondisi Anggita. Kedua orang tua mereka sepakat memutuskan bahwa Anggita perlu istirahat dirumah untuk beberapa hari namun bagi Anggita kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
Angkasa masuk ke kamar Anggita untuk mengecek kondisi adiknya itu. Anggita sedang duduk dimeja belajarnya dengan menatap laptopnya.
"Lagi apa Ta?" tanya Angkasa sambil duduk di tempat tidur Anggita.
Anggita mengalihkan padangannya dari laptopnya sebentar menatap Angkasa sambil mengerutkan dahinya. "Mas Asa mau kemana? kok rapih banget?"
Angkasa memutar bola matanya, "Orang nanya tuh dijawab Ta, bukannya dibales tanya lagi,"
Anggita terkekeh dan menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Ini kata Kimora ada tugas Ekonomi mikro, Mas. Tata lagi kerjain biar tetep bisa submit,"
"Kepala kamu gimana? Masih berasa sakitnya?"
Anggita menggeleng sambil tetap fokus pada laptopnya, "Enggak," jawab Anggita singkat.
"Mas Asa hari ini ada meeting nemenin Papa, kamu Mas tinggal dirumah sama Oma ya. Kalau ada apa-apa kamu langsung ke Oma ya,"
Tiba-tiba Anggita mengalihkan pandangannya dari laptop dan menatap Angkasa. "Papa ke Jakarta?" tanya Anggita dengan nada kaget.
Angkasa mengangguk. "Papa, Mama dan Anika ke Jakarta hari ini. Papa nanti meeting sama Mas Asa sementara Mama sama Anika pergi ke Mall sebentar katanya ada yang mau dicari Anika di toko buku,"
Anggita mengangguk menanggapi penjelasan Angkasa. "Mas Asa mau langsung berangkat?"
Angkasa mengangguk. "Makannya kamu kalau ada apa-apa langsung ke Oma ya atau kamu hubungi Mas nggak apa-apa,"
Anggita memutar bola matanya, "Mas, ini hitungannya Mas itu posesif banget loh jadi cowok. Sama Tata aja Mas posesif gimana nanti sama pasangan," ucap Anggita sambil bergidik ngeri.
Angkasa menyentil kening Anggita membuat Anggita mengaduh dan mengusap-usap keningnya. "Mas posesif juga sama adek Mas sendiri. Mas itu didik sama Papa Mama kan untuk sayang sama adek-adek Mas. Papa Mama pesan sama Mas untuk jagain kamu sama Anika. Wajar dong Mas posesif sama adek-adek Mas," ucap Angkasa panjang lebar.
"Lama-lama orang kan jengah Mas kalo di posesifin terus. Lagi Tata udah gede kok bisa jaga diri sendiri,"
Angkasa menggelengkan kepalanya. Anggita dan debat tidak bisa dipisahkan. Anggita akan selalu mendebat siapapun yang menurutnya tidak sesuai. Bagi Angkasa, Anggita ini selalu punya cara untuk membantahnya.
"Please, nurut sama Mas ya Ta.. Demi kamu juga," ucap Angkasa dengan nada memelas dan memohon membuat Anggita tidak tega dan berakhir dengan mengangguk menuruti keinginan Angkasa.
Angkasa pun menepuk puncak kepala Anggita dengan sayang. "Mas berangkat ya, inget kalo ada apa-apa ke Oma atau telepon Mas Asa,"
"Siap Kapten, Mas hati-hati ya," ucap Anggita sambil mengangkat kedua jempolnya pada Angkasa. Angkasa sendiri menggelengkan kepalanya melihat tingkah Anggita.
Angkasa pun pergi menuju sebuah restoran tempat meeting akan dilaksanakan. Angkasa tiba bersamaan dengan Papanya. Angkasa dan Devano pun meeting dengan investor untuk Djaya Property. Perusahaan keluarga Devano. Meeting berlangsung selama dua jam lamanya dan meeting berakhir dengan sang investor setuju menanamkan sejumlah modal untuk perusahaan keluarga Devano.
Devano pun segera pulang menuju rumah Mama nya bersama Diandra dan Anika sementara itu Angkasa pergi ke sebuah cafe untuk bertemu dengan Radhika. Hari dimana Angkasa dan Radhika bertemu kembali setelah sekian lama keduanya pun kembali bertukar nomer untuk membangun kembali komunikasi mereka yang terputus.
Dua hari lalu Radhika menghubungi Angkasa untuk mengajaknya bertemu sekedar berbincang setelah sekian lama. Angkasa pun mengiyakan ajakan Radhika. Angkasa sampai di cafe tempat dimana keduanya akan bertemu. Angkasa masuk ke dalam cafe dan menemukan Radhika sudah berada disana.
"Udah lama?" tanya Angkasa ketika sampai dihadapan Radhika dan duduk berhadapan dengan Radhika.
"Baru, Habis meeting Sa?"
"Iya tadi ikut Papa meeting ketemu investor,"
Seorang pelayan menghampiri Angkasa dan Radhika. Keduanya pun memesan minuman dan camilan untuk menemani mereka. Pelayan cafe pun undur diri dan keduanya kembali berbincang.
"Loe dari kampus?" tanya Angkasa sambil menyenderkan punggungnya dikursi.
"Enggak hari ini gue gak ada kelas. Papa apa kabar, Sa?"
"Baik, Ayah sama Ibu apa kabar?"
"Baik juga, Kemarin gue kontekan sama Ayah, Kata Ayah kalau kondisi Ibu baik, Ayah sama Ibu mau ke Bandung buat ketemu sama Papa dan Mama loe, udah lama gak ketemu. Tata gimana keadaannya?" tanya Radhika sambil menatap Angkasa.
"Baik, memang kondisi dia kadang nggak stabil karena amnesianya tapi selama dia nggak membuat otaknya bekerja terlalu keras untuk mengingat apa yang dia lupakan,"
Tiba-tiba pelayan pun datang menghampiri mereka dengan membawa pesanan Radhika dan Angkasa ke meja mereka membuat perbicaraan mereka berhenti sesaat.
"Semoga kondisi Tata akan semakin membaik nantinya,"
"Amin, Loe gimana sama Ticya?"
Radhika tersenyum tipis, "Entahlah gue juga bingung. Sekarang biar aja berjalan apa adanya. Ticya terlalu sibuk dengan profesinya. Dia sedang ambil spesialis, sementara gue sedang ambil S2 gue. Gue pikir setelah S2 gue kelar, gue bakal ajak dia married. Tapi Ticya menolak. Dia terlalu ambisius mengejar karirnya,"
"Kapan S2 loe kelar?"
"Masih dua tahun lagi,"
Angkasa mengangguk mendengar jawaban Radhika. "Masih ada waktu lah. Siapa tau nanti Ticya berubah pikiran," ucap Angkasa memberikan pandangan.
Radhika hanya tersenyum tipis. "Semoga, Loe sendiri masih betah sendiri?"
"Gue masih fokus sama Tata dulu, Tata gini karena gue juga. Seandainya pas hari kecelakaan itu gue nggak pulang ke bandung, Tata pasti pulang dijemput sama supir tapi karena gue pulang dia jadi harus pulang naik ojek itu," ucap Angkasa kemudian menghela nafas frustrasi.
Radhika terdiam mendengarkan setiap cerita Angkasa. "Loe jangan terlalu keras sama diri Loe sendiri. Ini semua uda takdir. Gue juga akan bantu jaga Tata dari jauh,"
Angkasa tersenyum tipis. "Thanks Dhik, tapi sejauh ini gue bisa jaga Tata sendiri. Lagi pula Tata nggak inget loe sekarang, dia pasti bingung kalo tiba-tiba loe bersikap seperti dulu. Yang gue takut dengan kondisinya yang sekarang Tata malah salah mengartikan perhatian loe,"
Radhika mencoba mengerti maksud Angkasa. Saat hendak membalas ucapan Angkasa tiba-tiba HP Angkasa berbunyi dan nama Anggita muncul disana. Radhika memperhatikan mimik wajah Angkasa yang tiba-tiba terlihat panik.
"Halo Ta, kenapa?" ucap Angkasa cepat.
"Mas, Tata bosan.. Bawain jajanan ya," ucap Anggita dengan nada manja.
Diam-diam Angkasa menghela nafas lega. "Mas kira ada apa. Kalau bosan keluar Ta, ngobrol sama Oma, bukannya jajan,"
"Ish! Mas Asa ini, cepet pulang! Papa sama Mama aja udah pulang, Mas Asa malah belum pulang-pulang!" ucap Anggita dengan nada kesal dan merajuk.
Angkasa tersenyum tipis. "Sekarang siapa yang posesif coba. Sebentar lagi Mas pulang, nanti Mas bawain cake,"
"Siap! pulangnya hati-hati ya Mas," ucap Anggita dengan nada riang.
"Iya," jawab Angkasa dengan nada malas.
Angkasa menyimpan kembali HPnya sambil menggelengkan kepalanya.
"Tata?"
"Iya, dia itu nggak pernah berubah," ucap Angkasa dengan nada sedikit sebal.
"Gue ikut ke rumah Oma ya, gue mau ketemu Oma sekalian jenguk Tata,"
Angkasa menghela nafas pendek. "Boleh, tapi inget jangan bahas masa lalu di depan Tata,"
Radhika mengangguk. Keduanya pun menghabiskan makanan dan minuman yang mereka pesan dan memesan sebuah cake untuk Anggita dan Oma kemudian Angkasa dan Radhika pun pulang menuju rumah Oma Angkasa dan Anggita.
Sesampainya dirumah, Radhika dan Angkasa pun berbincang dengan Oma sementara Anggita masih dikamarnya dan tertidur pulas.
"Anak itu suruh orang pulang cepat-cepat tapi dianya malah tidur," ucap Angkasa sambil mendengus kesal.
Oma dan Radhika tertawa kecil. "Mungkin Tata kelelahan,"
"OMAAAA!"
Oma, Angkasa dan Radhika pun saling berpandangan satu sama lain. Angkasa menepuk jidatnya dengan tangannya sendiri, Radhika mengelengkan kepalanya sambil tersenyum sementara Oma menjawab panggilan Anggita.
"Di ruang tamu Ta!" jawab Oma dengan suara nyaring agar Anggita mendengar.
Anggita pun muncul dan membulatkan matanya kaget. "Maaf Tata nggak tau kalo ada tamu," ucap Anggita dengan nada malu.
"Ish! anak perempuan ini," ucap Angkasa kesal.
"Maaf.. Maaf.. Tata ke kamar lagi deh," ucap Anggita dengan nada malu.
"Ta, sini duduk sebelah Oma," Panggil Oma sambil melambaikan tangannya.
Anggita yang baru hendak pergi dari ruang tamu langsung meringis mendengar panggilan Omanya. Anggita pun mengikuti perintah Omanya dan duduk disebelah Omanya.
"Kamu sudah kenal Mas Dhika? Ini teman Masmu," ucap Oma Anggita sambil menatap Anggita.
Anggita mengangguk sambil menatap Radhika yang lagi-lagi menatapnya dengan tatapan yang sama. Tatapan yang aneh menurut Anggita.
Angkasa menyadari Radhika menatap Anggita intens mungkin karena begitu banyak yang Radhika ingin ucapkan pada Anggita namun tertahan dimulutnya karena kondisi Anggita. Angkasa memperhatikan Anggita yang mulai merasa tidak nyaman dengan tatapan Radhika pun mencoba mengalihkan Anggita.
"Ta, Mas bawa cake buat kamu di meja makan. ambil dulu sana,"
Cake selalu berhasil membuat mata Anggita berbinar. "Mauuu! Oma ayo kita makan cake!" ucap Anggita sambil menatap Omanya penuh binar.
Angkasa menggelengkan kepalanya. "Mas tuh suka bingung, umur kamu tuh berapa sebenarnya,"
Anggita mendengus mendengar ucapan Angkasa dan pergi dari ruang tamu dengan mengajak Omanya. Meninggalkan Angkasa dan Radhika disana.
"Tata mungkin kehilangan memorinya tapi sikapnya nggak berubah ya," ucap Radhika sambil tersenyum tipis dan menatap Angkasa.
Angkasa mengangguk membenarkan. "Dia memang nggak berubah Dhik, kita yang berubah." ucap Angkasa sambil menatap langit-langit ruang tamu dengan tatapan menerawang.
"Rasanya aneh ketika Tata nggak mengenali gue, aneh ketika melihat Tata seperti kebingungan ketika dia menatap gue. Liat Tata di hadapan gue sekarang bikin gue kangen Tata yang dulu," ucap Radhika sambil tersenyum tipis.
"Loe dulu terbiasa dengan Tata yang selalu ikutin loe kemana-mana, setelah beberapa tahun belakangan loe nggak diikutin dia gue yakin tahun-tahun kedepan loe juga bakal merasa biasa aja walau dia dihadapan loe," ucap Angkasa kemudian menghembuskan nafas pendek.
"Seperti yang gue bilang di cafe tadi Dhik, Jangan sampe Tata salah mengartikan kedekatan dan perhatiaan Loe dan Loe sendiri udah sama Ticya."
Radhika hanya diam mendengar ucapan Angkasa sambil bertanya-tanya dalam hatinya sendiri. Apa iya nantinya Radhika bisa bersikap biasa ketika Anggita berada dihadapannya. Bertemu dengan Anggita setelah sekian lama membuat Radhika bingung dengan perasaannya sendiri.
Euforia reuni teman masa kecil membuat Radhika ingin mengulang masa kecilnya bersama Angkasa dan Anggita tapi situasi dan kondisi saat ini sudah berubah. Radhika mungkin bisa kembali bersahabat dan bermain dengan Angkasa tapi tidak dengan Anggita.
Radhika sendiri membenarkan apa kata Angkasa, Anggita bisa salah paham dengan perhatian yang Radhika berikan terlebih Anggita tidak mengingat masa lalu mereka. Disisi lain ada hati Leticya yang harus ia jaga. Radhika sadar betul Leticya tidak nyaman dengan kedekatannya dengan Anggita semenjak dulu karena bagi Leticya tidak ada yang namanya persahabatan diantara seorang pria dengan seorang wanita karena diantara mereka suatu saat nanti akan berubah perasaannya.
Radhika sendiri bimbang dengan hatinya, satu sisi Radhika ingin Anggita kembali dekat dengannya namun disisi lain Radhika takut kedekatannya dengan Anggita nanti akan menjadi bomerang untuk dirinya sendiri.
Angkasa masih menatap langit-langit ruang tamu dengan tatapan menerawang sementara Radhika mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Semua ini tidak akan mudah.