Part 13

2143 Kata
Waktu terasa sangat cepat berlalu. Tanpa disadari sudah tiga bulan operasi pencangkokkan ginjal yang dijalani Diandra dan Mayra terlewati. Walau saat itu cukup menegangkan, tapi prosesnya berjalan dengan lancar. Helena tidak sendiri, ada Wira, Sonya, dan Bi Mira yang selalu setia bersamanya saat menunggu berlangsungnya operasi. Bahkan, ketiganya sangat berperan aktif dalam menjaga sekaligus mendampingi Diandra dan Mayra sewaktu menjalani masa pemulihan. Meski merasa tanggung jawabnya diringankan oleh keberadaan ketiga orang tersebut, tapi tidak membuat Helena lepas tangan. Sebisa mungkin ia selalu menyempatkan diri agar berada di antara Diandra dan Mayra, tanpa melupakan kewajibannya terhadap Felix. Helena benar-benar dituntut pintar dalam membagi waktu yang dimilikinya, agar semua tanggung jawab dan kewajibannya bisa terpenuhi. Kini, baik Diandra maupun Mayra diharuskan rajin mendatangi rumah sakit untuk melakukan kontrol pascaoperasi cangkok ginjal yang mereka pernah lakukan. Sebagai bentuk tanggung jawabnya yang lain terhadap kondisi Diandra saat ini, Helena pun selalu mengantar sekaligus menemani sahabatnya tersebut ke rumah sakit. Ia hanya ingin memastikan bahwa kondisi Diandra tetap terkontrol dan baik-baik saja. Di bawah pengawasan dokter, sejauh ini tubuh Mayra mampu menerima ginjal yang didonorkan oleh Diandra, sehingga membuat Helena bisa menghela napas lega. Pundaknya pun terasa lebih ringan, sebab sedikit bebannya telah terangkat. Harapan terbesarnya kini untuk ke depannya ialah tubuh Mayra dan Diandra tetap sehat. *** Helena merasa heran atas perubahan drastis sikap Felix padanya. Selama seminggu ini, hampir setiap hari Felix memintanya untuk melayani nafsu laki-laki tersebut di ranjang. Bukan hanya itu, Felix juga menjadi lebih agresif saat menyetubuhinya, walau tidak sampai melakukan tindak kekerasan pada tubuhnya. Mengingat tenaganya hampir setiap malam dikuras habis oleh laki-laki tersebut di atas ranjang, sehingga membuat Helena selama seminggu ini tidak bisa pulang ke rumahnya untuk menemui sang adik. Saat Diandra bertanya pun Helena terpaksa berdusta dengan mengatakan bahwa belakangan ini pekerjaan kantornya cukup banyak dan menguras tenaga, sehingga membuatnya harus tidur di apartemen karena kelelahan. Helena tidak mengetahui penyebab sikap Felix berubah drastis, terutama dalam urusan ranjang. Seperti sekarang, pendingin ruangan seolah tidak mampu membendung keringat yang telah membasahi hampir di setiap jengkal tubuhnya. Jari-jari tangan Helena meremas kuat seprai di sisi kiri dan kanannya saat hendak memperoleh pelepasannya yang ketiga, sedangkan Felix masih setia memompa tubuh bagian bawahnya agar bersamaan mencapai puncak kenikmatan. Helena melenguh lega setelah berhasil memperoleh pelepasannya, bersamaan dengan ia merasakan cairan hangat milik Felix menyirami rahimnya. Untung saja Helena menggunakan kontrasepsi, jika tidak, kemungkinan besar ia akan hamil mengingat Felix secara aktif menyirami rahimnya dengan cairan hangat miliknya. Baru ronde pertama Helena sudah merasa tubuhnya sangat pegal dan hampir remuk, apalagi kini Felix masih telungkup di atasnya tanpa melepaskan penyatuan bagian bawah tubuh mereka. Helena bersusah payah menahan desahannya saat Felix kembali menggerak-gerakkan secara perlahan bukti gairahnya yang masih terbenam di dalam tubuhnya. Bahkan, sesekali Felix sengaja menggerakkannya secara memutar, sehingga membuat Helena memejamkan mata dan menikmati setiap ritme yang diciptakan oleh laki-laki tersebut. Deru napas Helena belum normal, tapi Felix sudah kembali merangsangnya tanpa ampun dan bersiap mengajaknya bergulat lagi. Bukan hanya bagian bawah tubuhnya saja yang digoda, tapi Felix kini juga mengarahkan mulut dan tangannya untuk menjamah kedua benda kenyal di dadanya. Karena sudah tidak kuasa menahan, akhirnya Helena meloloskan desahan diikuti lenguhannya saat sekali lagi ia kembali meraih pelepasannya. Ternyata Felix pun menyusul dengan menembakkan cairan hangat ke rahimnya untuk yang kedua kalinya. “Fel, turun dulu. Badanku pegal,” pinta Helena pelan di sela napasnya yang terengah. Felix menurut. Ia mengangkat tubuhnya, kemudian berbaring telentang di samping Helena. Napasnya pun tidak kalah terengah dibandingkan Helena setelah mencapai pelepasannya yang kedua. Belakangan ini Felix menyadari jika hasratnya sulit terbendung, sehingga hampir setiap hari ia meminta Helena untuk melayaninya. Walau Felix selalu memberikan bayaran yang sepadan kepada Helena atas pelayanannya, tapi ia juga merasa bersalah saat menyadari wanita tersebut terlihat kuyu di kantor akibat kurang tidur. Dengan lembut Felix mengusap kepala Helena saat menoleh ke samping dan mendapati wanita tersebut tengah memejamkan mata sambil masih mengatur deru napasnya. Spontan Helena membuka mata saat merasakan sebuah telapak tangan dengan lembut mengusap kepalanya. Tanpa menoleh ia menikmati usapan lembut tersebut, tentu saja pelakunya adalah Felix. Keringat di tubuhnya pun dirasa mulai mengering seiring dengan deru napasnya yang berangsur normal. “Lelah?” Walau sudah mengetahui jawabannya, tapi Felix tetap saja menanyakannya dan menatap wajah lelah Helena. Helena mengangguk. “Kita istirahat dulu ya.” Ia mengamati ekspresi wajah Felix atas permintaannya. “Baiklah,” Felix langsung menyetujui permintaan Helena. “Aku akan menyiapkan air hangat untuk berendam, agar tubuh kita bisa sedikit lebih rileks,” ucapnya. Felix terkekeh saat melihat pupil mata Helena membesar setelah mendengar ucapannya. “Kamu tenang saja. Kita hanya akan berendam sebelum mandi, tanpa melanjutkan kegiatan menguras tenaga seperti tadi. Aku tidak ingin membuatmu kesulitan berjalan, karena besok kita masih harus datang ke kantor,” jelasnya seolah bisa membaca pikiran Helena. “Belakangan ini kamu seperti orang maniak saja, Fel,” komentar Helena setelah menghela napas lega karena ternyata Felix bisa membaca kekhawatirannya. “Tubuhmu dan kegiatan panas kita di ranjang lama-lama membuatku kecanduan, Len,” balas Felix seolah menyetujui komentar Helena. “Kamu masih menggunakan kontrasepsi?” selidiknya sambil menatap Helena intens. “Tentu saja masih, Fel. Jika tidak, kemungkinan besar aku sudah hamil karena ulahmu yang rutin menyirami rahimku dengan cairan hangat milikmu,” jawab Helena frontal. “Lagi pula mana mungkin kamu mengizinkanku mengandung benihmu, mengingat hubungan kita hanya sebatas simbiosis mutualisme,” jelasnya menegaskan. Meski yang diucapkan Helena sangat benar, tapi entah kenapa Felix merasakan sesak mengimpit rongga dadanya. Sebelumnya Felix sendiri yang meminta agar Helena menggunakan kontrasepsi, sebab ia menolak menumpahkan pelepasannya di luar rahim. Ia juga tidak mau berhubungan intim menggunakan pengaman karena rasanya kurang memuaskan. “Baguslah, berarti aku tidak perlu takut nantinya kamu akan hamil,” balas Felix gamang. “Aku percaya kamu tidak akan menjebakku dengan menggunakan kehamilan sebagai kambing hitamnya agar kita terikat selamanya,” imbuhnya tanpa perasaan. Helena tersenyum miris mendengar kalimat akhir yang keluar dari mulut Felix. “Aku tidak selicik yang kamu pikirkan, Fel,” Helena menanggapinya dengan tenang. “Lagi pula untuk apa juga aku harus melakukan tindakan yang mempunyai risiko sangat besar, jika ujung-ujungnya akan merugikan diriku sendiri? Pikiranku tidak sesempit itu, Fel,” sambungnya penuh ketegasan. “Jika pun benar hamil, aku tidak akan memberitahukannya padamu, Fel. Sama seperti dulu,” batinnya menambahkan. Perasaan sedih tiba-tiba menghampirinya saat mengingat calon anaknya pergi, tanpa ia ketahui dan sadari keberadaannya. Felix terdiam mendengar kalimat balasan yang Helena lontarkan. Menurut Felix, semua perkataan Helena sangat masuk akal. Selain membiayai dirinya sendiri, Helena juga harus menghidupi dua anggota keluarga lainnya, yakni adik dan bibinya. Setelah terdiam beberapa saat, Felix memutuskan bangun dari berbaringnya. Sesuai ucapannya tadi, Felix menyiapkan air hangat di kamar mandi agar mereka segera bisa berendam. Felix dan Helena perlu membersihkan tubuhnya terlebih dulu sebelum beristirahat, agar tenaga mereka yang terkuras akibat melakukan kegiatan panas segera pulih. *** Keluar dari kamar mandi Helena tidak melihat keberadaan Felix di dalam kamar mereka. Tadi Felix memang lebih dulu menyelesaikan kegiatan mandinya. Melihat kondisi ranjangnya yang berantakan seperti terkena badai, Helena pun memutuskan untuk merapikannya. Usai mengganti seprainya yang kotor akibat kegiatan panas mereka tadi, bukannya langsung tidur Helena malah berjalan ke luar kamar. Ia ingin menuju dapur dan membuat makanan, sebab perutnya tiba-tiba lapar. “Len,” panggil Felix yang berada di meja makan saat melihat Helena keluar dari kamarnya. “Mau pizza?” tawarnya setelah Helena mendekat. Tanpa berpikir lagi, Helena langsung mengangguk. “Kebetulan perutku lapar,” ujarnya setelah duduk di samping Felix, kemudian mengambil sepotong pizza. “Aku boleh minta itu, Fel?” Helena menunjuk kotak yang berisi chicken wings dan potato wedges. “Makanlah. Aku membelinya memang untuk dinikmati berdua,” jawab Felix sebelum meneguk air minumnya. “Terima kasih,” ucap Helena senang. “Gara-gara kamu membantaiku tadi, jadinya sekarang aku kelaparan,” imbuhnya. Felix terkekeh. “Kalau begitu nikmati semua makanan yang aku pesan, agar tenagamu pulih kembali. Anggap saja sebagai bentuk pertanggungjawabanku terhadapmu,” balasnya setelah mencomot chicken wings. “Dengan senang hati, Tuan,” Helena menimpali penuh antusias, mengingat potato wedges merupakan camilan kesukaannya. Felix berdiri setelah menuangkan air minum untuk Helena. “Habiskanlah. Aku tunggu di kamar, Nona,” bisiknya menggoda. Dengan sengaja ia menyentuh salah satu gundukan kenyal Helena yang masih dilapisi bathrobe. “Kenyal,” imbuhnya saat tangannya tidak merasakan pelapis tambahan yang Helena gunakan di dalam bathrobe. Helena hampir tersedak gara-gara kelancangan tangan Felix. Ia menghentikan kunyahannya sekaligus menyipitkan matanya menatap Felix. Ia mencoba menebak maksud dari kalimat yang dibisikkan oleh laki-laki tersebut. “Aku menunggumu di kamar untuk tidur, Nona,” Felix menjelaskan seraya tertawa geli. “Jika kamu ingin melakukan kegiatan yang lain, dengan senang hati aku akan mengabulkannya.” Felix semakin tertawa saat melihat reaksi Helena. Helena mendengkus karena ternyata Felix mengerjainya. Tanpa aba-aba ia langsung memasukkan sepotong potato wedges di tangannya ke mulut Felix yang tengah menertawakannya. “Cepat pergi ke kamar,” Helena mengusir Felix sambil mengibaskan tangannya. Ia menulikan telinganya saat mendengar Felix semakin menertawakannya. *** Sembari menunggu Helena yang masih berada di luar kamarnya, Felix menyandarkan punggungnya pada headboard. Pikirannya menerawang, mengingat awal mula kekacauan dirinya dimulai sejak beberapa bulan lalu. Lebih tepatnya saat wanita yang diharapkan lenyap secara permanen dari hidupnya kembali menghubunginya dengan nomor berbeda. Hal tersebut akhirnya berimbas pada perubahan sikapnya terhadap Helena. Sikapnya berubah drastis belakangan ini karena tiba-tiba saja sosok wanita tersebut dengan lancang kembali memenuhi pikirannya. Demi mengenyahkan sosok wanita tersebut agar tidak semakin menguasai pikirannya, Felix terpaksa menjadikan tubuh Helena sebagai pelampiasan. Felix sangat berharap desahan, lenguhan, dan erangan Helena saat tubuh mereka menyatu mampu menghapus bayang-bayang Priska di benaknya. Felix menyadari dirinya menjadi lebih agresif saat memasuki inti tubuh Helena, hal tersebut disebabkan karena ingatan masa lalunya bersama Priska silih berganti muncul tanpa bisa dicegah. Walau tidak pantas menyangkutpautkan sikap bajingannya saat ini dengan kejadian di masa lalu, tapi tetap saja sosok Priska mempunyai andil yang besar atas perubahan dirinya sekarang. Andai Priska seorang laki-laki, sudah pasti ia akan menghajarnya hingga sekarat sebelum ditendang jauh dari kehidupannya. Luka yang wanita tersebut tinggalkan begitu dalam dan bekasnya sangat sulit untuk dihilangkan. Bahkan, hingga membuatnya kehilangan kewarasan dan hati nurani. Penilaiannya terhadap wanita pun menjadi berubah. Selain para wanita yang sangat dekat dengannya, sisanya ia anggap memiliki sifat sama, yakni gila uang atau haus seks. Saking gilanya akan uang atau haus seks, wanita-wanita tersebut menggunakan berbagai macam cara untuk memenuhi hasrat dan keinginannya, salah satunya dengan melacurkan diri. “Sedang memikirkan apa, Fel?” Suara Helena yang baru memasuki kamar tidurnya menginterupsi lamunannya. Felix menepuk tempat kosong di sampingnya, agar Helena segera menaiki ranjang. “Kamu,” jawabnya setelah Helena berada di sampingnya dan ikut bersandar sepertinya. “Aku memikirkan kedatanganmu yang sangat lama,” dustanya. Felix menyelipkan sebelah lengannya di belakang punggung Helena. “Gombal,” balas Helena dan memukul punggung tangan Felix yang mulai nakal menyentuh dan meremas pelan salah satu bukit kembarnya dari samping. “Kenapa kamu memukul tanganku, Len?” protes Felix dan melayangkan tatapan polos kepada Helena. Helena mendongak agar tatapannya beradu dengan Felix. “Karena tanganmu ini mulai nakal,” jawabnya setelah memegang tangan Felix agar tidak berulah lagi. “Memangnya apa yang dilakukan oleh tanganku, sehingga kamu menuduhnya nakal?” Felix menampilkan ekspresi wajah tak berdosanya, walau sebenarnya ia sengaja menggoda Helena. Seketika wajah Helena memerah mendengar godaan Felix. Bukannya menjawab, Helena malah memeluk pinggang Felix, kemudian membenamkan wajahnya pada d**a hangat milik laki-laki tersebut. “Apa yang diperbuat tanganku tadi, hm?” tuntut Felix dan mengulum senyum setelah melihat reaksi Helena. “Apakah tanganku tadi melakukan ini?” Secara sengaja Felix mengulangi ulah tangannya tadi, malah kini dilakukannya berulang-ulang. Merasa jengah, akhirnya Helena memutuskan untuk memberikan balasan. Ia mendongak, kemudian menyesap kuat leher Felix, sehingga membuat laki-laki tersebut memekik dan menggeram. Helena tersenyum puas setelah melihat hasil karya bibirnya tercetak jelas pada leher Felix. Ia yakin bercak merah pada leher Felix, besok akan berubah menjadi keunguan. Tanpa merasa bersalah, Helena menjauhkan tubuhnya dari dekapan Felix. Ia mengabaikan reaksi Felix, kemudian berbaring memunggungi laki-laki tersebut. Sesapan bibir Helena pada lehernya berhasil membuat hasrat Felix menyeruak. Ia tidak ingin meredam hasratnya dengan mengguyur tubuhnya dengan air dingin di dalam kamar mandi. Sambil menatap punggung Helena dan tanpa mengubah posisinya, ia langsung meloloskan boxer yang menutupi bagian tubuh bawahnya, kemudian melemparnya asal. Ia menempelkan tubuh polosnya pada punggung Helena yang masih dilapisi bathrobe. “Satu ronde sebelum kita tidur,” bisik Felix. Tangannya mulai mencari simpul bathrobe yang dikenakan Helena dan ingin melepaskannya. Dengan cepat Helena menahan tangan Felix yang mulai melepaskan simpul bathrobe-nya. “Aku ngantuk, Fel,” ucapnya dan memejamkan mata. Ucapan Helena hanya dianggap angin lalu oleh Felix. Ia mulai melancarkan aksinya dengan mendaratkan kecupan seringan bulu pada daun telinga Helena, kemudian mengulumnya penuh kelembutan. Tangannya pun semakin aktif meloloskan bathrobe dari tubuh wanita yang kini mulai mengeluarkan desahannya. “Fel!” Helena memekik saat tiba-tiba Felix membalik tubuhnya dan menindihnya. “Yakin masih ngantuk dan mau tidur?” Felix bertanya retoris. Tangannya mulai beraksi dengan memelintir kedua puncak bukit kembar Helena secara bersamaan. Belum juga Helena memberikan jawaban, Felix sudah membungkam mulutnya dan mulai melesakkan lidahnya. “Kalau sudah tahu jawabannya, buat apa menanyakannya lagi,” gerutu Helena dalam hati sambil menikmati perlakuan tangan dan lidah Felix. Helena tidak memungkiri jika sekarang Felix sudah berhasil membangunkan kembali dewi jalangnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN