Chapter 7 : Penglihatan Zeline

1650 Kata
Zeline mencoba berkonsentrasi lalu fokus kepada dua orang pria yang sedang mengobrol bersama papa mertuanya. Mereka yang di ruang keluarga tak menyadari Zeline karena wanita itu melihat dari jauh. Benar. Warna aura mereka sama seperti aura Bi Fenny, Kak Cintya, dan Listya saat mengobrol dulu dengan keluarga Om Broto. Warna kuning gelap dan coklat keruh mendominasi mereka. Kuning gelap artinya orang itu tidak jujur dan coklat keruh berarti orang itu serakah. Sepertinya sepupu-sepupu Om Broto bukan orang baik. Zeline bingung. Dia sendiri masih ragu dengan penglihatannya sehingga mencoba berkali-kali memastikan dan akhirnya membuat kepalanya pusing. "Apa nanti aku harus beritahu Om Broto dan Tante Rossy?" Jujur, Zeline tak pernah mempelajari lebih dalam tentang ilmu aura, meski dia bisa melihat itu langsung dengan kedua matanya tanpa metode dan alat khusus. Jika ia beritahu mertuanya, Zeline takut salah ucap dan mengakibatkan mertuanya marah kepadanya. Zeline memilih terus memantau tamu-tamu itu dengan bersembunyi. Ia melihat sepupu-sepupu dari Broto sepertinya akan pulang. Ia juga menguping pembicaraan mereka yang menuju pintu luar. "Kami harap Mas Broto secepatnya melakukan investasi." Itulah yang Zeline dengar dari kedua pria yang wanita itu yakini saudara sepupu dari papa mertuanya. Belum lagi ia mencuri dengar Rossy dan dua wanita paruh baya lainnya menyebutkan tentang menabung di koperasi. Zeline mencoba melihat warna aura yang terpancar oleh kedua wanita yang bersama ibu mertuanya. Dan hasilnya sama dengan warna aura suami mereka. "Ibu-ibu itu sepertinya juga serakah." Zeline mendekati mertuanya setelah ia memastikan bahwa tamu-tamu sudah pergi. Dia memutuskan memberitahu Broto dan Rossy. Meski risikonya juga besar, jika mengatakan ini mungkin dia akan dibenci, tapi ia tak bisa membiarkan mertuanya ditipu oleh keluarga mereka sendiri. "Om, Tante," panggil Zeline. Broto dan Rossy yang masih mengamati mobil Bara dan Abbas keluar gerbang, menoleh ke belakang dan terkejut mendapati Zeline sudah berada di belakang mereka. Lebih terkejut lagi ketika melihat tampilan Zeline yang menurut mereka berbeda. Dari rambut yang diselipkan ke belakang telinga dan juga mata yang tak dikelilingi oleh warna hitam. "Zeline, ada apa?" Broto lebih dulu membuka suara, sedangkan Rossy masih terkejut. Zeline sangat cantik dengan wajah polosnya. "Aku boleh berbicara sesuatu dengan Om dan Tante?" Zeline sudah mempersiapkan mentalnya jika mertuanya akan marah. "Boleh, ayo ke ruang keluarga." Broto mengajak istrinya dan Zeline untuk masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ruang keluarga. Setelah sampai di sana Zeline duduk berhadapan dengan Broto dan Rossy sambil menunduk. "Ada apa, Nak?" Suara lembut dari mama mertua memberi kekuatan pada Zeline. "Aku ingin mengatakan sesuatu, Om dan Tante boleh marah jika tidak suka dengan perkataanku, tapi aku mohon jangan memukulku." Broto dan Rossy tersentak kaget dengan perkataan Zeline. Apa menantunya ini sering dipukuli oleh keluarga Haris? "Zeline, Om dan Tante bukan orang yang ringan tangan. Darren saja jika nakal dan berbuat ulah tidak pernah kami pukul hanya kami nasihati. Om dan Tante berjanji tidak akan memukulmu bahkan berjanji tidak akan marah untuk apa yang kamu katakan nanti," balas Broto yang diangguki oleh sang istri. Zeline merasa terharu, sepasang suami istri yang ia kenal baru sebulan yang lalu dan menjadi mertuanya itu bersikap sangat hangat kepadanya. "Maaf Om, Tante, tapi aku harus bilang kalau sepupu-sepupu om Broto tadi sepertinya orang yang kurang baik." "Kenapa?" Broto dan Rossy tampak penasaran tentang kelanjutan apa yang akan dikatakan Zeline. Bukan hanya mereka, tapi seorang pria yang sedang menguping di balik dinding ruang keluarga juga ikut penasaran apa yang akan dikatakan oleh istrinya. *** Darren hari ini terpaksa lembur. Tentu karena banyaknya pekerjaan. Apalagi model-model di agensinya ditawarkan untuk berperan di web series oleh sebuah rumah produksi ternama. Web series ini diangkat dari sebuah n****+ populer. Meski begitu, Darren yang belum pernah membaca novelnya, tentu dia tidak tahu n****+ itu menceritakan apa. Aliqa sekretaris sekaligus sepupunya sudah memberikan n****+ itu kepadanya untuk dibaca, tapi Darren sudah pasti malas sekali untuk membacanya. Lusa dia akan mengadakan audisi dulu di agensinya untuk mengirimkan kandidat-kandidat yang kompeten mengikuti audisi web series itu. Apalagi mengingat para modelnya sangat antusias akan hal ini dan sekitar 50 orang ingin mengikutinya. Sehingga mau tidak mau Darren mengadakan audisi di perusahaan untuk menyaring mereka. "Huh lelah sekali." Darren mematikan komputer di ruang kerjanya, lalu bergegas untuk pulang. Dia ingat jika di rumahnya kedatangan tamu yaitu om dan tantenya yang ia ketahui selalu saja memanfaatkan kebaikan kedua orang tuanya, bahkan papanya sudah pernah ditipu ratusan juta. Namun, papanya itu memaafkan mereka begitu saja. Entah mengapa orang tuanya selalu murah dalam memaafkan. Berbeda sekali dengan dirinya yang selalu waspada dan sangat sulit memaafkan seseorang. Ya, mungkin karena dulu Darren sebagai anak satu-satunya dari Broto selalu dididik keras oleh mendiang sang kakek. "Bisa bahaya kalau Papa dan Mama termakan lagi omongan mereka," gumam Darren memikirkan tamu yang hadir di rumahnya malam ini. Ia sedang melajukan mobilnya menuju rumah. Sesampainya di rumah nanti, ia harus menanyakan apa saja yang om dan tantenya bicarakan tadi. Darren tidak mau kedua orang tuanya kembali tertipu. Jika Darren ada di rumah tentu dia tidak akan membiarkan om dan tantenya itu berbicara omong kosong tentang investasi dan merayu kedua orang tuanya. Apa daya dirinya tak di sana dan alhasil tidak ada yang mencegah hasutan sepupu-sepupu dari papanya itu. tapi mungkin kalau istrinya keluar kamar dan menampakkan diri kepada tamu-tamu itu, mereka akan segera kabur dan mengurungkan niatnya. Namun, Darren tahu kedua orang tuanya akan mencegah Zeline untuk keluar kamar. Darren mengingat tentang istri yang ia nikahi sebulan yang lalu. Dia tidak pernah berbincang sama sekali dengan Zeline. Alasannya karena penampilan istrinya yang membuat Darren tidak nyaman, seperti akan syuting film horor. Selebihnya Darren no comment setidaknya Zeline tidak banyak menuntut seperti Cintya dulu, tapi dia masih penasaran kenapa Cintya sampai kabur dari pernikahan, padahal di awal wanita itu tampak bersemangat. Oh, jangan lupa si Fenny beberapa hari yang lalu bilang langsung kepadanya jika putri pertamanya yaitu Septya pulang dari Australia, Darren bisa menceraikan Zeline dan menikah dengan Septya. "Bukankah terlihat sekali jika si Fenny itu orang yang licik?" Intinya Darren tidak mau ribet masalah cerai atau apapun. Sebisa mungkin dia harus mempertahankan pernikahan ini. So far baik-baik saja pernikahannya walau tanpa komunikasi. Lagi pula meski Zeline aneh, tapi perasaan Darren mengatakan jika istrinya bukan orang licik seperti Fenny. *** Darren melihat dua buah mobil keluar dari gerbang rumahnya. "Oh, ternyata baru pulang. Lama sekali mereka di rumahku. Semoga tidak meracuni otak Papa dan Mama." Gerbang rumah dibuka lagi oleh satpam dan mobil Darren segera masuk. Darren masuk ke dalam rumahnya yang memang belum dikunci, lalu ia menguncinya. Saat ia melewati ruang keluarga, ternyata ada sang istri yang sedang duduk menundukkan kepalanya berhadapan dengan kedua orang tuanya. Darren mencoba bersembunyi dan mencuri dengar apa yang mereka bicarakan. "Maaf Om, Tante, tapi aku harus bilang kalau sepupu-sepupu Om Broto tadi sepertinya orang yang kurang baik." "Kenapa?" Broto dan Rossy penasaran. "Aku tidak tahu Om dan Tante akan percaya atau tidak, tapi aku bisa melihat warna aura dan aura mereka terkesan gelap. Yang kulihat mereka didominasi aura kuning gelap serta coklat keruh saat berbicara dengan Om dan Tante dan itu menggambarkan mereka orang yang tidak jujur dan serakah." Zeline pasrah jika Broto dan Rossy akan membencinya setelah ini. Namun, ia cukup yakin dengan penglihatannya meski tak seratus persen. "Apa benar kamu bisa melihat seperti itu?" Broto membuka suara. Pria paruh baya itu sama sekali tidak marah karena dia juga pernah merugi ketika bekerja sama dengan Bara dan Abbas. Rossy pun demikian, ia juga tidak marah akan hal ini. Zeline mengangguk mendengar pertanyaan ayah mertuanya. "Apa kamu yakin, Nak?" Sekarang Rossylah yang bertanya. "Tidak untuk seratus persen, tapi semoga Om dan Tante bisa mempertimbangkan itu." Zeline merasa lega terlihat mertuanya tidak marah padanya. "Ya sudah kami tidak akan berinvestasi. Toh mungkin Darren juga akan melarang." Broto menatap lembut menantunya. "Tapi, Mama tadi sudah bilang positif akan menabung di koperasi yang dikelola Gandes dan Gayatri." Rossy menyesal karena dengan gampangnya mengiyakan. "Bilang saja Darren melarang, Ma," balas Broto. "Ya, tapi alasan itu sudah sering terlontar, Mama takut mereka jadi tidak suka dengan Darren." Darren yang mendengar jawaban sang mama sebenarnya tidak masalah jika tak disukai oleh om dan tantenya. Buat apa dia ambil pusing hal itu. Dia ingin bersuara, tapi terhenti mendengar perkataan sang istri kepada kedua orang tuanya. "Bagaimana kalau Om dan Tante bilang kalau kata aku keberuntungan Om dan Tante sedang jelek untuk investasi dan lainnya, nanti malah rugi besar, jadi Om dan Tante memutuskan tidak ingin mengambil risiko," usul Zeline. "Apa benar keberuntungan kami sedang jelek, Nak?" Rossy dibuat penasaran. Zeline dengan cepat menggeleng, padahal ia hanya mengusulkan sebuah alasan dengan kebohongan. "Aku tidak bisa melihat seperti itu Tante, tapi yang aku tahu Tante dan Om mempunyai warna aura yang cerah. Tante didominasi warna merah muda, orang yang penuh dengan kasih sayang dan Om didominasi warna hijau cerah itu berarti Om adalah seseorang yang murah hati, penuh empati, dan setia." Zeline tersenyum tipis kepada mertuanya. Sementara Broto dan Rossy membalas dengan tersenyum semeringah karena ucapan menyenangkan menantunya yang selama sebulan ini mereka hindari. "Baiklah, Om akan terima usul kamu. Besok Om akan menghubungi Bara dan Abbas meminta maaf karena Om tidak bisa berinvestasi." Menurutnya pun ia tak perlu berinvestasi apapun. Bukannya sombong, tapi pria paruh baya itu merasa hartanya sudah sangat banyak. Mungkin dia akan lebih sering bersedekah saja. "Tante juga akan menelepon Gandes besok. Eh, tunggu bukankah Zeline menantu kita, Pa, harusnya dia panggil kita mama dan papa." Rossy jadi ingat Zeline memanggil mereka om dan tante. "Benar Zeline, kamu harusnya memanggil kita papa dan mama." Broto seketika menjadi tak lagi takut dengan menantunya. Dilihat dari manapun menantunya cantik dan baik, bahkan bisa melihat warna aura, bukankah itu kemampuan khusus yang hebat. Masalah penampilan mungkin menantunya itu hanya hobi menutupi sebagian wajahnya dengan rambut dan memoles sekeliling mata dengan eyeshadow hitam. "Tapi— " "Tidak ada tapi-tapi, Nak." "Baik, Ma, Pa." Zeline merasa aneh mengatakan itu. Broto dan Rossy tersenyum mungkin mereka akan berubah pikiran setelah ini untuk mengganti menantu. Mereka sudah mulai ragu dengan kebenaran ucapan Fenny.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN