“Ini, Mbak.” kata Kadir. Security yang dibawa oleh Lusi. Kadir menyerahkan kartu akses setelah memastikan wajah Keke dengan foto yang ada di kartu akses sama. Kadir tentu tidak mau salah memberikan kartu akses.
Keke buru-buru mengambil kartu akses itu dari tangan Kadir. Keke pun menempelkan kartu akses itu hingga pintu terbuka. Dalam hati, Keke sangatlah malu pada Kadir. Dia memang tidak punya malu pada Lusi karena Lusi tahu persis kebiasaan buruknya, namun tidak dengan kadir.
“Bapak, terima kasih ya.” kata Keke. Keke memberikan cengiran kudanya pada Kadir.
“Iya, Mbak, sama-sama.” kata Kadir, sambil sedikit membungkuk sopan.
Keke dan Lusipun berlalu, meninggalkan kantor. Baik Lusi maupun Keke tidak ada yang bisa membawa kendaraan, jadi mereka lebih memilih naik angkutan umum seperti Transjakarta. Lagi pula bagi mereka naik bus transjakarta itu sangat menyenangkan, meski jadi lebih lama sampai di rumah namun mereka merasa lebih mengasyikkan.
“Kamu ingat tidak, Lus? Saat kita pertama kali bertemu?” tanya Keke pada Lusi.
Lusi mengangguk. “Saat itu, kamu menolongku kan dari kejaran anjing di sana?” tunjuk Lusi.
Keke terkekeh. Dia sangat mengingat kejadian itu. Saat itu sepulang sekolah, dia mendapati Lusi yang ketakutan didekati anjing yang terlihat sangat marah. Lalu, tanpa berpikir panjang, Keke pun mencoba menolong Lusi. Namun karena tidak tahu cara menjinakkan anjing, akhirnya anjing itu tambah marah dan mengejar Keke dan Lusi.
“Sebetulnya, aku yang membuat anjing itu marah.” kata Keke.
Lusi terkekeh. “Tentu saja, sudah tahu ada anjing yang sedang menggonggong, kamu malah balik meniru gonggongannya. Anjing mana yang tidak marah." kata Lusi. Mengingat saat-saat itu, baginya adalah bagian terkonyol yang dilakukannya.
Kekepun ikut tertawa. Yang dikatakan Lusi memang benar. Kekelah sebetulnya penyebab mereka dikejar anjing. Sebab, Keke membuat anjing itu marah dengan cara menggonggongi anjing tersebut. Meski cukup berani, namun sikap Keke tetaplah masuk kategori kekanak-kanakan.
“Lus..” panggil Keke.
Mata Keke menerawang ke depan.
“Ada apa?” tanya Lusi.
“Tadi Kak Danu menyebut namaku secara lengkap.” kata Keke.
Lusi buru-buru menoleh. Mencari kebenaran dalam kalimat Keke. Diam-diam dalam hati dia merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Keke.
“Bagaimana bisa?” tanya Lusi tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
“Ya, Bisa.” kata Keke, bingung harus menjawab apa.
“Maksudku begini. E.. bagaimana cara Pak Danu memanggilmu. Maksudku adakah kata-kata lain selain menyebut nama panjangmu?” tanya Lusi.
Keke terkekeh melihat bagaimana cara Lusi mengajukan pertanyaannya.
“Apa aku begitu lucu di matamu?” seru Lusi, wajahnya cemberut.
“Maaf, maaf. Aku hanya bercanda.” kata Keke sambil terkekeh.
“Ayolah, jawab pertanyaanku.” kata Lusi tidak sabar ingin mendengar penjelasan Keke.
Kekepun memutar otaknya, mencari kalimat apa yang telah dilontarkan Danu padanya beberapa waktu lalu. Tak perlu waktu lama, Kekepun mengingat apa yang dikatakan Danu. Begitulah wanita bukan? Rata-rata wanita sangatlah mudah mengingat hal-hal yang berhubungan dengan seseorang yang sangat disukai atau dikaguminya. Saat jatuh cinta, ingatannya bisa berubah dengan tajam dan akurat.
“Selama dirimu adalah Keke Larasati, saya tidak akan pernah mau dekat-dekat dengan kamu!” seru Keke mengikuti bagaimana Danu mengatakannya.
“Begitu Pak Danu mengatakannya padamu?” tanya Lusi.
Keke terkekeh. Dia mengangguk. Kini dia menumpukan wajahnya di kedua tangannya yang sudah membentuk huruf V, dia kembali mengingat Danu.
Lusi menoyor kepala Keke.
“Aduh!” seru Keke. “Kok, aku ditoyor sih?” tanya Keke tidak terima.
Lusi memutar bola mata malas, “Itu artinya dia marah, murka. Dia marah sama kamu. Kenapa setelah dimaki, kamu seperti orang habis ditembak sih?” lanjut Lusi.
Ditembak yang dimaksud Lusi adalah dinyatakan perasaan.
Lusi benar-benar tak habis pikir dengan sahabatnya ini. Harusnya tadi Lusi tidak perlu mempercayai ucapan Keke begitu saja. Lusi jelas tahu bagaimana sifat Danu yang sangat membenci Keke sampai ubun-ubun.
“Kan, itu bentuk peningkatan proses pendekatanku.” sahut Keke.
“Coba sebutkan apa istimewanya?” tanya Lusi.
“Ya, Kak Danu memanggil namaku, itu yang istimewa.” jawab Keke tidak mau kalah.
“Semua orang juga tahu namamu. Kamu itu penulis besar Penerbit Nara. Buku-bukumu best seller dan namamu jelas tertulis jelas di tiap buku itu. Keke Larasati. Aku bahkan bisa menghafalnya dengan mudah.” jawab Lusi panjang lebar.
“Kamu itu ya, benar-benar tidak bisa melihat temannya bahagia sedikit.” kata Keke.
“Biarkan saja.” kilah Lusi.
Tak lama tujuan Keke dan Lusipun sampai. Mereka turun, dan kembali berjalan memasukki kompleks. Kebetulan halte transjakarta berada di depan kompleks jadi mereka hanya perlu turun dan jalan sedikit saja ke dalam komplek.
“Kamu mau mampir ke rumahku?” tanya Lusi.
“Tidak, terima kasih. Aku hanya ingin pulang saja.” jawab Keke.
“Baiklah, aku duluan ya.” kata Lusi.
“Oke.” kata Keke.
“Sampai jumpa besok.” teriak Lusi.
“Iya, iya, masuk sana.” kata Keke.
Lusi hanya terkekeh. Kekepun melanjutkan perjalanan menuju rumahnya. Perumahan ini cukup aman karena dijaga ketat oleh beberapa security, jadi Keke tidak pernah was was sama sekali tiap masuk ke dalam kompleks sendirian.
Saat berjalan sendirian dia melihat ada sebuah mobil terparkir di tepi jalan sebelah kiri. Mobil itu adalah mobil Lamborghini Aventador, mobil kesukaan Keke. Keke sangatlah menginginkan mobil yang di banderol miliyaran itu. Dia bahkan sering bermimpi menaiki mobil tersebut.
“Bagus sekali.” kata Keke.
Keke mendekati mobil itu. Dia menengok ke kanan dan kiri, setelah melihat tidak ada satupun orang yang lewat dan berpotensi melihatnya, diapun mengelilingin mobil tersebut, sambil menyentuh bagian-bagian mobil bagian depan.
"Sempurna sekali!" seru Keke kagum.
Tiba-tiba mobil itu bergoyang. Keke yang terkejut langsung jatuh ke trotoar.
“Aduh!” ringisnya.
Keke terus memperhatikan gerakan mobil itu. Otak Keke membawanya memikirkan kemungkinan seseorang sedang berbuat m***m di dalam mobil.
TINNN!
Keke yang kesal langsung mengetuk pintu kaca. Sebagai warga negara yang baik, dia merasa harus memberikan peringatan keras kepada orang-orang yang ada di dalam mobil.
“Permisi!” teriak Keke. Sambil mengetuk kaca.
Tidak ada tanggapan dari dalam mobil, Kekepun menjadi semakin kesal.
“Permisi! Buka dulu kacanya!” teriak Keke. Dia terus mengetuk kaca jendela.
Tidak ada tanggapan. Keke jadi dongkol setengah mati. Namun dia tidak mau menyerah. Baginya dia harus memberi peringatan pada orang yang ada di dalam mobil.
“Demi Tuhan! Kalian tidak boleh melakukan hal m***m di kawasan ini!” teriak Keke.
Tiba-tiba pintu mobil itu terbuka, dan seseorang yang ada di dalam mobil buru-buru menarik Keke ke dalam mobil. Keke yang terkesiap berniat berteriak namun seseorang itu membekap mulut Keke dengan sapu tangan dan sudah disemprot obat bius.
Keke yang pada awalnya memberontak hebat kini mulai lemah dan tidak bergerak. Keke tertidur. Dia tidak lagi bisa mengingat apapun.
“Pak, lapor, saya sudah mendapatkan wanita yang Bapak cari!” seru laki-laki yang telah membius Keke dengan obat bius melalui sapu tangannya.
“Cepat bawa ke sini!” teriak seseorang di seberang sana.
“Baik, Pak. Saya segera ke sana.” seru laki-laki itu.
Laki-laki itu menggunakan setelah jas lengkap, dia bernama Danar, seorang bodyguard seorang CEO yang terkenal tampan dan bengis.
Diam-diam Danar mengamati wajah polos Keke. Dalam hatinya dia merasa tidak tega dengan Keke namun karena tuntutan pekerjaan mau tak mau dia harus menuruti perintah atasan.
Danar membenarkan posisi duduk Keke. Lalu setelah selesai. Diapun melajukan mobil bosnya menuju apartemen tempat tinggal bosnya yang tidak lain adalah Sang CEO yang dijaganya.
Pemilik Mobil mahal dan elit yang di kendarainya. Ini kali pertama Danar mengendarai mobil sekeren ini. Danar merasa sangat menyukai pekerjaannya, terlebih ketika dia bisa mencoba semua mobil-mobil keren milik Tuannya, dia merasa sangat beruntung. Danar berdoa agar suatu nanti dirinya akan memiliki banyak mobil keren di rumahnya.