Usai melamarkan Nayra untuk sang suami, Dela meminta pulang. Wanita itu malas berlama-lama di tempat yang kurang ia minati. Selama dalam perjalanan balik dirinya membisu.
Beberapa kali hati kecilnya sangsi, mampu kah ia melihat suaminya membagi cinta. Dela adalah wanita biasa. Wajar jika dia memiliki rasa ketakutan. Namun, ia tidak kuasa mengorbankan karier yang sudah ia rintis bertahun-tahun lamanya.
'Aku percaya pada Saga.' Dela mencoba menguatkan hati. Ketika dirinya tengah memindai sang suami, Saga balas menatapnya.
"Ada apa?" tanya Saga lembut.
"Enggak." Dela angkat bahu. Dia membuang pandangannya keluar jendela.
"Kita mampir makan dulu yuk!"
Dela menoleh kembali. "Boleh."
Saga mengacak pelan rambut sang istri. Dirinya kembali fokus menyetir mobil. Di depan restoran Jepang favorit mereka berhenti.
Keduanya makan tanpa banyak bicara. Dela yang memang sangat menjaga sekali berat badan, hanya menyantap dua potong sushi dan segelas ocha saja. Sebenarnya dia juga ingin sesekali menyantap makanan sebebasnya. Namun, kontrak mengharuskan dirinya menjaga keidealan tubuh.
Saga sendiri tidak menegur. Dirinya sudah malas berulang kali menyuruh Dela untuk menikmati hidup dengan bebas menyantap aneka makanan. Namun, wanitanya bersikeras ingin menjaga bentuk tubuhnya.
Selesai makan mereka pulang. Beberapa kali Saga melempar pertanyaan. Namun, sang istri terlihat sungkan untuk membalas. Pikiran Dela masih saja tertuju pada poligami yang akan dia jalani nanti.
Merasa diabaikan Saga akhirnya memilih menutup mulut. Hingga sampai rumah keduanya masih setia membisu.
"Kenapa? Sepertinya kamu ada masalah," tanya Saga ketika keduanya bersiap untuk tidur.
"Aku ada beberapa permintaan yang mesti kamu penuhi, Ga," balas Dela terlihat serius.
"Permintaan?" Ketika mulut Saga membeo, Dela mengangguk mantap. Saga tersenyum. Lelaki itu merengkuh istrinya dengan penuh kasih sayang. "Apa yang kamu inginkan, Sayang?" tanya Saga membelai rambut sang istri.
Dela menatap lekat suaminya. "Kamu adalah milikku seutuhnya, aku mau setelah kalian menikah jangan pernah satu kan kami dalam satu atap. Aku takut kalap gak bisa mengontrol cemburu," papar Dela mencoba jujur.
Saga bergeming. Lelaki itu tengah mencerna setiap kalimat yang terlontar dari bibir sang istri. Ketika dia memahami, lelaki itu mengangguk setuju.
"Gak masalah," ujar Saga berlagak santai.
"Istrimu adalah seorang publik figur, jadi jangan pernah kamu tunjukkan istri simpananmu pada dunia," tegas Dela dengan tatapan dingin.
Saga bergeming. Menit berikutnya dia mengangguk. "Oke."
"Termasuk pada ibumu," imbuh Dela serius.
"Maksudnya ibu gak boleh tahu kalo aku akan menikah lagi?"
"Menantu ibu adalah aku. Cuma aku," desis Dela tegas, "selamanya hanya ada aku."
"Del---"
"Jika simpananmu hamil, maka ibu tahunya itu adalah anakku," potong Dela tidak terbantahkan.
Lagi-lagi Saga hanya bisa mengangguk patuh. Watak dominan sang istri memang pantang jika mendapat penolakan.
"Ada lagi?" tanya Saga kemudian.
Dela menggeleng. "Minggu depan aku sudah mulai syuting di Korea. Kalian bisa melangsungkan pernikahan saat aku pergi," suruhnya datar.
"Jadi kamu gak mau menghadiri acara pernikahanku?"
"Memangnya aku malaikat yang gak punya perasaan cemburu, Ga?" tukas Dela dengan seringai miris. "Aku manusia biasa, Ga. Aku takut keyakinan ini akan goyah saat melihat kalian bersanding bersama." Dela menjeda penuturannya untuk menarik napas. "Justru tanpa kehadiranku, pernikahan kalian akan terjaga kesakralannya."
"Oh ... Dela sayang." Saga kembali mengetatkan rangkulan. "Uangku lebih dari cukup untuk membayar ganti rugi, jika kamu membatalkan semua kontrak-kontrak yang sudah terlanjur ditanda tangani itu, Del," bisik Saga yakin. "Jadi aku gak perlu repot-repot menyewa rahim perempuan lain."
"No!" Dela melepas pelukan. "Aku harus profesional, Ga," ujarnya mencoba tegar, "sudah menjadi keputusanku merelakan kamu menikah lagi," pungkasnya dengan senyuman tipis.
Saga tidak mampu berkata apalagi membujuk. Lelaki itu hanya bisa merengkuh kembali tubuh sang istri ke dalam dekapan.
*
Tiga hari kemudian, Dela berangkat ke Korea. Saga mengantar Dela sampai ke Bandara. Saga sedikit terkesima mendapati sikap Dela yang tidak biasa.
Sebelum terbang, Dela berlaku amat manja pada Saga. Wanita itu terus-menerus menempel padanya. Seolah tidak ingin meninggalkan sang suami. Padahal biasanya wanita itu selalu bersikap datar pada Saga.
"Tidak boleh ada yang bermanja-manja sama kamu, selain aku," pesan Dela sebelum naik pesawat. "Tidak juga dengan Nayra. Ingat, Nayra hanya wanita yang kamu sewa rahimnya."
Saga terkekeh. "Aku suka kamu cemburu seperti ini. Ini menunjukkan jika kamu memang mencintai aku," ujar Saga sambil membenarkan anak rambut Dela yang yang terjatuh menutupi dahi, "selama ini kamu terlalu cuek. Banyak berpikir kalo kamu sudah bosan sama aku, termasuk ibu."
"Aku gak pernah bosan mencintai kamu," sanggah Dela langsung, "hanya saja aku bukan tipe wanita yang manja."
"Aku tahu."
Kebersamaan mereka harus terhenti saat pesawat sudah siap untuk mengudara. Keduanya saling berpelukan hangat. Setelah itu dengan mantap Dela meninggalkan sang suami selama dua bulan ke depan.
Begitu melepas Dela, Saga sendiri langsung melajukan mobilnya ke tempat kerja Nayra. Lelaki itu akan memboyong calon istri dan keluarganya ke tempat yang sudah ia persiapkan.
Sesuai instruksi dari Dela yang tidak mau satu atap dengan madunya, maka Saga menyuruh anak buahnya untuk mencarikan sebuah hunian untuk Nayra. Karena tidak mungkin juga wanita itu terus-menerus tinggal di hotel.
Nayra sendiri agak terkejut melihat kedatangan Saga di jam kerja seperti ini. Karena biasanya lelaki itu hanya muncul di tempat kerjanya di waktu sarapan atau saat makan malam. Nayra kian bingung saat Saga mengajaknya pergi.
"Kalo mau ngajak pergi bilang-bilang dulu, kan gak enak tiba-tiba minta izin begini," saran Nayra ketika mereka sudah berada di dalam mobil.
"Mulai besok kamu gak perlu repot lagi bekerja, Nay," tanggap Saga santai.
"Kenapa begitu?" Mata Nayra menyipit.
Saga tersenyum simpul. "Setelah menjadi istriku, tugasmu hanya mempersiapkan diri menjadi calon ibu yang baik buat anakku. Jadi ... aku gak mau kamu terlalu capek nanti."
"Tapi, Ga, aku--"
"Uangku sudah lebih dari cukup untuk membiayai kebutuhan kamu dan keluargamu," potong Saga percaya diri.
Kalau sudah begini Nayra tidak bisa menolak lagi. Gadis itu diam saja sambil memandang jalanan.
"Ngomong-ngomong kita mau ke mana?" tanya Nayra menyadari jalanan asing yang belum pernah ia lalui.
Saga tersenyum. "Kamu lihat sendiri aja nanti."
Nayra mengernyit, tapi dia tidak bertanya lagi. Dirinya kian bingung saat mobil Saga memasuki kawasan komplek perumahan. Bukan kawasan elite. Namun, bagi seorang Nayra rumah-rumah di sini cukup mewah untuknya.
"Ayo turun!" ajak Saga begitu mobil mereka berhenti di sebuah rumah bergaya minimalis modern.
Nayra menurut. Gadis itu lumayan canggung saat tangan Saga menggandengnya memasuki rumah. Genggaman erat dari Saga pada jemarinya membuat hati Nayra berdetak lebih kencang dari biasanya. Tapi dia menyukainya.
Selama melihat-lihat rumah tangan Saga tidak sedikit pun melepas genggamannya pada jemari Nayra. Lelaki itu bisa merasakan jika telapak tangan sang gadis menjadi dingin. Dalam hati Saga tergeli. Sungguh dia tidak menduga jika calon istrinya ini masih terlalu polos.
"Ruangan ini akan menjadi kamar kita nantinya. Bagaimana kamu suka?" tanya Saga ketika membawa Nayra masuk ke sebuah kamar yang cukup luas.
Nayra mengangguk dan tersenyum kecil.
"Aku sudah tidak sabar ingin mencoba ranjang itu bersama kamu," bisik Saga dengan sedikit kerlingan. Dia menunjuk ranjang besar dengan seprai berwarna putih bersih.
Sontak pipi Nayra bersemu mendengar seloroh dari Saga. Enam tahun berteman, baru kali ini dia mendengar Saga menggodanya.
"Memangnya kapan akad itu akan digelar?" tanya Nayra setelah degup jantungnya sudah bisa dikontrol.
"Tiga hari lagi."
"Secepat itu?" Mata Nayra agak membulat.
"Bukankah sesuatu yang baik tidak perlu ditunda-tunda?"
"Iya sih ... tapi Mbak Dela kan belum pulang dari Korea."
"Dela gak mau menyaksikan pernikahan kita," balas Saga tenang.
Ada sesuatu yang mengganjal di hati Nayra mendengar jawaban dari Saga. "Kenapa?" Dia bertanya lirih.
Saga menatap gadis sederhana di hadapannya itu. "Dela sangat gila akan pekerjaan, mana mau dia ngorbain waktunya untuk acara yang menurutnya gak penting."
"Oh." Nayra hanya menyahut singkat. Entah mengapa gadis itu dapat merasakan jika calon kakak madunya itu belum merelakan suaminya menikah lagi. "Eum ... tapi ibu kamu hadirkan di akad kita?" tanya Nayra penasaran.
Ketika Saga menggeleng, hati Nayra kian berdenyut perih. "Kenapa?" tanyanya sedih.
Saga memegang kedua pundak Nayra. "Ada syarat dari Dela yang harus kupenuhi agar bisa menikahimu, yaitu dengan menjadikan dia satu-satunya menantu di hadapan ibu.
Pengakuan jujur dari Saga membuat Nayra menelan ludah. Sakit, tapi dia sadar diri akan posisinya. Mau tidak mau, Nayra hanya bisa menurut.
Next
Rame komen next kilat