Angelin pulang, kini hatinya bukan hanya kecewa tapi ada amarah yang luar biasa menggelora saat tahu ternyata Bayu, lelaki yang di pujanya adalah seorang yang amoral. Bayu lelaki yang dibanggakannya luar biasa di hadapan mamah juga papahnya ternyata tak lebih dari sampah. Bila sampah masih mungkin di daur ulang tetapi Bayu sama sekali tak dapat diperbaiki.
Bayu telah menghancurkan kepercayaannya pada sosok lelaki, bahkan tidak sedikitpun memiliki ruang buatnya untuk berfikir tentang khilaf dan salah. Selama ini Angelin terlalu terkungkung pada kemewahan yang di berikan oleh papah dan mamahnya hingga ia tak pernah tahu cerita di luar sana.
Angelin kesal, sesampainaya di rumah mewah itu ia langsung saja menghempaskan tubuhnya pada pembaringan dengan warna sprei bunga mawar mekar berwarna merah yang luar biasa indah. Ada sofa bernilai puluhan juta rupiah di sisi pembaringannya. Ia mencoba memejamkan mata namun tak bisa. Hingga sebuah suara memanggilnya.
"Angelin...." itu suara mamah.
"Iya, ma" sahutnya.
Mamah membuka pintu kamar melihat Angelin yang kelelahan,
"Duh anak mamah dari mana saja pagi hari baru pulang." Angelin hanya tersenyum sambil menjawab dengan malas.
"Biasa ma, jalan-jalan.:"
"Sudah sarapan ?"
"Nanti aku ke ruang makan mah,"
"Okelah kalau begitu, eh bagaimana kabar pria yang kau ceritakan pada mamah. Itu siapa namanya...?" suara mamah terdengar tidak nyaman di telinga Angelin pagi ini.
"Siapa namanya ?" mamah bertanya lagi.
"Bayu..." sambut Angelin cepat.
"Oh iya, Bayu.."
"Baik mah," jawab Angelin sekali lagi dengan malas.
Hari ini ia tidak ingin mengingat tentang Bayu, ia sama sekali tak berfikir mengulang cerita dengan lelaki berperangai buruk seperti Bayu.
******************************************
Hari-hari di habiskan oleh Angelin di dalam rumahnya, ia tidak ingin kemanapun bahkan ketika beberapa teman mengajaknya. Ia enggan membuka dunianya, ia lebih sering di rumah membenahi hatinya. Ia hanya menghabiskan waktunya dengan membuka medsos, membuka aplikasi dreame, membaca n****+ romantis, marah, menangis, tersenyum. Itu saja lain tidak. Ia berputar-putar pada kebiasaannya saja tanpa membuka hatinya untuk bermain atau menghibur diri dengan teman sepergaulannya yang biasanya berhura-hura bersama dirinya.
Angelin masih mereparasi hatinya. Ia masih lelah juga enggan berkecimpung bersama teman di luar sana karena pasti ia akan mendengar kabar tentang bayu dan itu akan menyakitkan hatinya. Bayu bukan hanya sekedar membuat hatinya patah tapi juga membuat malu. Bagaimana tidak, ia pernah mencintai laki-laki yang justru tidak punya cinta, ia pernah mengagungkan laki-laki yang banyak membuat noda dalam kehidupan kaumnya, ia pernah menggilai laki-laki yang tidak waras. Membayangkannya saja Angelin serasa ingin muntah.
Hingga suatu malam, ia melihat cerita sorang kawan di akun facebooknya, undangan pernikahan, disitu tertera nama Bayu dan Angelin dengan foto prewedding mereka yang indah. Angelin terkejut, matanya berkunang-kunang. Perutnya mual. Ia menghempaskan tubuhnya namun masih saja tak tenang,ia demikian gelisah. Ia bangkit dan membuka laci almarinya, seonggok obat penenang ada di sana berceceran tak tentu rupa. Ia memungutnya tiga keping, meminumnya. Ia butuh tidur!
Angelin melayang terbang dalam khayalan bersama Bayu, cumbuan demi cumbuan berlarian liar di kepalanya. Hingga ia rebah.
Tengah malam ia terbangun masih dengan khayalan yang sama, ia menangis begitu rupa, ia terisak-isak seorang diri di kamarnya. Di rumah sebesar ini ia sama sekali tak punya teman, ia sendirian, ia kesepian, ia tak punya tempat untuk berbincang. Mamahnya sibuk dengan urusannya sedang papah terus menerus berjuang mencari nafkah untuk keluarga. Angelin seperti putri, di dalam rumah dengan semua yang bisa ia dapatkan justru sebelum ia meminta.
Tiga belas hari lagi Angelin berusia tiga puluh tahu. Tapi hatinya justru demikian luka.
Angelin menjerit keras, namun suaranya tak terdengar. Dinding kamarnya terlalu tebal untuk sekedar menyuarakan jeritannya Bahkan kamarnya telah di setting kedap suara hingga berteriakpun percuma hanya akan membuat tenaganya berkurang.
Berhari-hari hanya itu yang dia lakukan.
Sebuah ketukan terdengar, lama tiada jawaban. Angelin enggan membuka suara. Begitu pintu terbuka nampak Siska dan mamahnya muncul. Mereka terbelalak melihat kondisi Angelin. Kamar Angelin berantakan. Banyak album berserakan. Makanan yang tidak tersentuh, bau kamar yang tidak sedap. Mamah yang terbiasa dengan bau harum merasa mual melihat apa yang terjadi di kamar Angelin.
Siska menatap Angelin sejurus kemudian memeluknya erat. Siska sedih melihat Angelin yang ceria, Angelin yang mempesona terlihat lunglai di atas ranjangnya. Angelin terisak lebih kuat, kemudian tertawa keras, lalu bangkit berteriak-teriak.
"Siska, kamu siska kan ?"
"Baju apa yang cocok buat mendampingi Bayu besok ?"
"Bayu akan datang Sis, dia akan menjemputku."
"Oh iya, ini foto-foto undangan pernikahan kami. Aku akan mengundangmu Sis, aku akan membelikan gaun terindah karena kamu sahabat baikku." Angelin terus saja mengomel. Mamahnya terbelalak sambil lima jemarinya menutup mulutnya. Mamah tidak menyangka telah terjadi sesuatu pada putri cantiknya.
"Siska, ayo, kita berangkat." Suara Angelin di depan kaca sambil mengoleskan lipstik di bibir mungilnya. Angelin kemudian tergugu dan menangis lagi. Ia memandang wajahnya di cermin. Bibirnya masih bergetar, air matanya mengalir.
"Aku tidak cantik lagi, wajahku nampak buruk. Itu sebabnya Bayu pergi meninggalkan aku. "
"Iya kan Sis ?" Angelin berbalik menatap Siska. Siska menggelengkan kepalanya. Ia merasa hari buruk menimpanya. Mendapati Angelin dalam keadaan demikian menyedihkan.
Memang, menemui kenyataan bahwa kita bukan yang terpilih sedang lelaki itu begitu kuat bertahta di hati kita adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Sakitnya berulam jantung. Perihnya tak bisa terkatakan. Pedihnya demikian menyiksa.
Angelin menyanyi, bersenandung lag-lagu romantis, tidak sampai habis ia tambahkan lagi syairnya, begitu terus menerus. Hingga Siska berteriak.
"Cukup !"
Angelin, mamah juga bibik terkejut.
"Angelin cukup, jangan menyiksa dirimu sendiri, aku mohon."
"Aku tahu kamu sakit, aku juga merasakan hal yang sama, aku justru lebih sakit. Tapi aku kuat Angelin, aku tidak menyerah. Aku terus bangkit. Kamu cantik sayang, kamu bisa mengalahkan Natasya,"Aku mohon, " suara Siska menghiba.
Mamah mendekat, memeluk Angelin begitu rupa.
"Maafkan mamah ya nak, "
"Mamah tidak tahu hal buruk seperti ini menyiksamu, mamah sungguh tidak tahu. " Hati orang tua mana yang tidak hancur mendapati putrinya dalam keadaan mengerikan seperti ini. Angelinnya yang ceria hari ini tak ada lagi, Mamah meneteskan air mata, bibik juga, Siska terlebih lagi.
Angelin bangkit dan tertawa lagi, kali ini tawanya lebih keras. Ia melemparkan benda-benda di dekatnya. Kadang terbahak-bahak kadang meraung-raung kadang menangis. Mamah berteriak ketakutan, Siska memeluk Angelin namun tak kuasa. Bibik berteriak memanggil Mang Ujang dan satpam.
Semua berbondong-bondong datang. semua berusaha menenangkan Angelin namun gagal. Mereka tak kuasa menekan amarah Angelin yang demikian membuncah.
Undangan pernikahan Bayu dan Natasya menjadi pemicu kemarahannya.
"bawa Angelin ke rumah sakit !" perintah mamah. Semua mengikuti kemauan mamah dengan patuh.
"Siska ikut menemani Angelin ya tante, " Bu Mayang menganggukkan kepala lemah. Menatap kepergian Angelin dari kamar tidurnya dengan perasaan yang luar biasa tidak nyaman. Ia bergegas menuju ruang tidurnya, mengambil ponsel dan menghubungi pak Bayu.