Kami bertiga pun keluar dari rumah KH. Abdulhaq untuk segera pulang ke rumah. Guruku secara personal meminta maaf karena tidak bisa ikut mengantarkan kami ke bandara di hari H. Kami mengatakan tidak apa-apa, cukup dengan doa beliau saja maka kami sudah begitu terayomi untuk dapat melangkahkan kaki ke tanah suci untuk yang pertama kali. Oleh karenanya aku dan Zahra menyempatkan diri ke rumah beliau malam ini, di waktu-waktu terakhir sebelum keberangkatan agar kami bisa mendapatkan cukup bekal dan doa dari guru kami tercinta. Aku dan Zahra berjalan ke luar gang sempit dimana kami memarkir mobil sedan Timor kami di muara jalan yang memiliki area jauh lebih luas. Zahra memanggul Nuruta yang masih terlelap dalam tidur polosnya di bahunya. Setelah sampai di mobil, Zahra membaringkan Nuruta di p