Di sebuah acara pernikahan megah ini, seorang gadis tengah berperang mendandani klien wanitanya. Wajah ayu dan terawat oleh skincare itu tak memerlukan banyak layer untuk meng-coveragenya dengan contour. Hanya beberapa layer foundation highend yang menempel mulus di wajahnya.
"Bagus banget Mbak make up-nya!" Puji sang klien.
MUA itu menjawab, "terima kasih Mbak. Saya bahagia kalau Mbak suka. Jangan panggil saya 'Mbak'!"
"Oh iya kamu seusia adikku ya? 20 tahun!?"
Memang sebelumnya mereka sudah berkenalan singkat saat sang klien memesan jasa make up-nya.
"20 jalan 21 tahun Mbak.."
Klien wanita itu tampak puas dengan hasil polesan super karya Naifah Azzahra. Gadis berjilbab yang kalian kira pendiam, oh tidak! Dia bukanlah gadis pendiam. Tetapi, juga tidak pecicilan yang berlebihan. Dia gadis biasa, yang sedang-sedang saja takarannya. Bukan ughtea-ughtea juga bukan mba-mba glowing yang sering nangkring di snapgram.
"Masih muda. Tetapi sudah pintar cari uang. Kalau adik saya cowok, saya jodohin sama kamu Dik!" Keduanya terkekeh hingga seseorang memberitahu bahwa Tradisi Pedang Pora akan segera dilaksanakan.
Naifah membantu sang klien untuk berjalan. Sedikit kewalahan karena gaun hijau megah yang ia kenakan.
"Bismillahirrahmanirrahim..."
Malam ini merupakan pertama kalinya Naifah menyaksikan secara langsung prosesi khas TNI itu. Diketahuinya bahwa suami kliennya merupakan seorang TNI angkatan laut.
"Senyum-senyum! Pengen ya?" Tegur Erlin selaku teman tata riasnya. Erlin ini bagian menata rambut hingga jilbab. Sedangkan, Naifah hanya mengurus make up wajah saja.
"Apa sih Mbak!?"
"Lhooo kan, merah-merah gitu wajahmu!" Erlin menunjuk-nunjuk pipi merah Naifah.
Naifah yang semakin salah tingkah pun ngacir begitu saja setelah Tradisi Pedang Pora itu usai.
Naifah bergabung dengan para tamu yang sedang menikmati hidangan yang tersaji prasmanan itu. Diambilnya sedikit nasi serta lauk pauk secukupnya. Kemudian, ikut duduk di samping Erlin yang lebih dulu makan tadi.
Usai makan, saat Naifah hendak menuju kamar tempat ia merias tadi guna memperbaiki make up sang klien. Sebuah suara membuat perhatian semua orang tertuju pada panggung pelaminan.
Bukan suara emas bintang tamu yang sedari tadi melantunkan lagu-lagu romantis. Melainkan suara pemberitahuan yang menyuarakan bahwa telah ditemukan sebuah ponsel ber-caseing seragam pinky Bhayangkari dengan name tag Ny.Naifah.
Duh gusti! Cobaan apalagi ini!?
Naifah pun berjalan malu ke arah sumber suara. Mengambil ponsel miliknya yang jadi perhatian publik.
"T-terima kasih, Pak." Naifah tersenyum kikuk pada lelaki berbaju batik cokelat itu.
"Lain kali hati-hati, Bu.." pesannya pada Naifah.
Bu!?
Hei-hei! Dia salah mengira. Lelaki itu mungkin mengira jika Naifah ini salah seorang anggota ibu Bhayangkari--istri polisi. Ah masa bodo!
Naifah pun berjalan santai menuju kamar tempat ia merias sang klien, "maaf Mbak. Lama ya nunggunya?"
"Nggak kok. Jangan teledor kalau naruh HP Dik!"
Naifah hanya tersenyum menanggapi ucapan sang klien. Ia pun mulai men-touch up wajah kliennya dengan bedak dan sebagainya.
Sementara itu, di tempat lain. Seorang lelaki tengah berbincang-bincang dengan mempelai pria. "Izin, kapan menyusul saya Bang?"
"Saya sudah siapkan jawaban untuk itu. Pertama, saya menyusul kamu jika sudah menemukan tambatan hati saya. Kedua, kamu tidak membiayai pernikahan saya nantinya jadi tidak usah mempertanyakan hal itu. Ketiga, saya masih betah melajang dan berkarir."
Gelak tawa menguasai keduanya. Lelaki berbeda pangkat dan angkatan itu tampak bahagia dengan caranya masing-masing.
"Bang-bang! Kasihan budhe pengen segera dapat cucu hloo.." sindir mempelai lelaki itu.
"Iya gampang. Nanti tak cetak pakai kertas A4," jawab sepupu sang mempelai lelaki.
Obrolan mereka terhenti saat sang mempelai wanita dituntun oleh wanita menuju singgahsana. "Ada Praka Yudan toh!" Sapa mempelai wanita.
"Ayo foto dulu!" Ajak mempelai lelaki.
"Eh- Mbak? Ikut foto bersama kami sekalian. Kasihan abang saya nggak ada gandengannya. Nanti dikira dia ini mantan kekasih istri saya," cerocos mempelai lelaki.
Naifah menghela napasnya. Pertemuan keduanya dengan lelaki yang telah berjasa menemukan ponselnya yang tertinggal di kamar mandi gedung pernikahan ini. MUA muda itu tidak bisa menolak ajak klien lelakinya. Naifah dan ketiga orang itu pun berfoto. Senyum manis keempat orang itu terukir indah.
"M-maaf Bu," ucap lelaki yang ia yakini teman sang memplai pria--lelaki penemu ponselnya itu.
"Tidak apa-apa." Naifah pun turun dari panggung pelaminan itu. Dalam hati kesal sekali, dua kali ia merasa ternistakan.
"Memangnya wajahku kelihatan tua apa!? Enak saja manggil 'Bu'," dumel Naifah saat merapikan semua alat tempurnya. Gadis muda itu menata kembali peralatan make up itu ke dalam tas besar miliknya.
Meninggalkan kesibukan MUA termuda itu, Praka Yudan mengamuk pada mempelai lelaki yang masih memiliki ikatan darah dengannya.
"Wahh.. saya nggak habis pikir sama kamu Dino! Bisa-bisanya nyuruh istri orang buat dampingi saya pada saat sesi foto tadi," omel Praka Yudan pada Dino--sepupunya.
"Lohh!? Istri orang siapa Bang?" Sahut Indi--istri Dino.
"Ya ibu-ibu tadi-"
"Ibu-ibu yang mana!?" Indi heran sendiri dengan Praka Yudan.
"Yang tadi Dik!"
"Enak saja! Dia itu masih 20 tahunan Bang! Belum menikah." Indi kesal sekali saat Naifah dikatai ibu-ibu.
Praka Yudan mengerutkan dahinya, "bukannya dia istri polisi?"
"Astagfirullah. Itu cuma case ponselnya saja Bang!"
Indi tahu mengenai anggapan salah Praka Yudan. Ini semua karena case ponsel yang melekat di ponsel milik Naifah.
"Pantesan wajahnya masih imut-imut gitu.." lirih Praka Yudan berucap. Indi dan Dino masih bisa mendengar suara Praka Yudan. Pengantin baru itu hanya bisa memutar bolanya matanya malas.
Sepulangnya dari acara pernikahan sepupunya itu. Praka Yudan kini berada di rumah kedua orang tuanya. Ya, lelaki itu izin tidak kembali ke Korem 072/Pamungkas.
Rumahnya memang masih berada di Kota Yogyakarta, sekitar 5 km dari korem tempatnya mengabdi.
"Lee.." ibu masuk ke dalam kamar putranya. Praka Yudan yang sedang mengotak-atik kotak hitam miliknya itu terkejut. Tetapi, ia tidak menyembunyikan kotak hitam itu dari ibu. Toh, ibu sudah tahu semuanya.
"Kepriye Le? Uwis ketemu ta karo bocah wadhon kuwi?" (Bagaiman Nak? Sudah menemukan anak perempuan itu?) Tanya ibu sembari mendudukkan dirinya di pinggir ranjang Praka Yudan. Praka Yudan menggeleng.
"Tapi, Bu. Saya merasa gadis itu ada di dekat saya. Entahlah, naluri saya yang mengatakan.." Praka Yudan mengadu pada sang ibu. Lelaki itu kemudian menceritakan tentang gadis yang ponselnya ia temukan di kamar mandi gedung pernikahan itu. Hingga gadis itu bertatap muka langsung dengan Praka Yudan.
"T-terima kasih, Pak." Gadis itu berucap sambil tersenyum tipis.
"Lain kali hati-hati, Bu.." pesan Praka Yudan pada gadis yang ia ketahui bernama Naifah. Tertulis jelas di case ponsel yang bergambar seragam Bhayangkari itu.
Setelah, kepergian gadis itu Praka Yudan merasa ada kilasan masa lalu yang tiba-tiba terputar. Tentang pesan terakhir almarhum adiknya. Mengapa saat bertatapan langsung dengan gadis itu Praka Yudan jadi teringat pada sang adik?
"Selidiki dulu Le. Ojo kesusu. Alon-alon asal kelakon lan ojo nganti dadi perkoro," (jangan terburu-buru. Pelan-pelan asal terlaksana dan jangan sampai menimbulkan masalah) pesan ibu pada putra satu-satunya yang kini ia miliki.
Seusai kepergian sang ibu, Praka Yudan memutuskan untuk menghubungi Dino. Tidak peduli jika akan mengganggu malam pertama sepupunya itu.
"Saya ingin berbicara dengan Indi."
Dino yang tahu dengan nada serius sang praka itu pun langsung memberikan ponselnya pada sang istri, "ada apa Bang?"
"Saya butuh informasi tentang gadis yang merias wajahmu Dik!"
"Hah!? Buat apa!?"
"Yang jelas bukan untuk meneror apalagi menagih hutang! Cepat kirim kan nomor gadis itu! Saya yakin seratus persen bahwa kamu masih mempunyai kontaknya."
Terdengar helaan napas di seberang sana, "siap! Bang."
Panggilan suara itu pun berakhir. Praka Yudan masih menunggu kiriman kontak nomor dari Indi. Ia hanya ingin mengorek informasi tentang siapa gadis yang tidak sengaja telah berhasil membuatnya teringat akan alm. sang adik.
Tangan Praka Yudan melanjutkan kegiatannya menggeledah lagi kotak hitam itu. Berharap ada sebuah foto atau apapun yang bisa memberinya titik terang.
Tepat sasaran dugaannya! Terdapat sebuah foto. Dua orang manusia berbeda jenis kelamin dan berseragam SMA. Dibersihkannya foto itu dari debu. Mencoba menajamkan matanya, mengingat foto itu telah usang.
"Mirip sekali dengan gadis itu. Tidak salah lagi naluriku!"
Sebuah notifikasi hadir di ponsel Praka Yudan. Yang berisi sebuah pesan dari istri sepupunya. Wanita itu mengirim pesan sebuah kontak nomor yang Praka Yudan inginkan.
***