Bergelut dibawah selimut memang hal yang paling nyaman, apalagi saat hujan. Persis seperti apa yang dilakukan Arsy saat ini. Jam weker bentuk kepala mickey mouse ini seolah tidak capek untuk membangunkan Arsy. Padahal waktu sudah menunjukan pukul lima lewat lima belas menit.
Suara gemercik hujan yang bernari-nari diatas genteng rumahnya seakan menjadi lagu pengantar tidur untuk Arsy.
Seakan terusik oleh suara gaduh yang diciptakan jam wekernya, Arsy mengulurkan tangannya tanpa membuka selimut yang menutupi seluruh tubunya untuk mematikan benda bulat berkuping itu. Arsy membuka sedikit matanya, menatap ventilasi udara diatas jendela kamarnya. Cuaca masih terlihat gelap, seakan sang surya enggan untuk menapakan dirinya ke dunia.
Arsy bermalas-malasan bangun dari kasur empuknya, merenggangkan ototnya yang kaku karena tidur meringkuk seperti bayi sedang photoshoot. Arsy menutup mulutnya karna menguap, menggaruk lehernya yang sedikit gatal lalu sedetik kemudian ia mengayuhkan kakinya menuju kamar mandi.
Arsy bersenandung kecil sambil menuntaskan kegiatannya.
"I'm the one, yeah
Oh-eh-oh-oh-oh, eh-oh."
Arsy tau banyak yang bilang jika bernyanyi dikamar mandi itu pamali. Tapi ini seperti sudah bagian dari hidupnya, bersenandung kecil sambil membersihkan tubuhnya didalam ruangan lembab itu seakan menjadi temannya dikala mandi.
Setelah menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit, Arsy keluar dari kamar mandi lengkap dengan seragamnya.
Arsy membuka gorden bermotif mickey mouse itu dengan pelan, hujan masih membasahi bumi, langit juga masih tampak mendung. "Masih hujan." gumam Arsy.
Bagaimana ia nanti berangkat ke sekolah jika hujan seperti ini. Meminta diantar oleh Aldi—Kakaknya—pasti masih tidur. Aldi bilang kepadanya semalam bahwa dia ada kelas siang dan ingin bangun siang juga.
Arsy menghela nafasnya. Mungkin nanti ia akan meminta izin kepada Papanya untuk membawa mobil sendiri kesekolah agar lebih gampang.
Arsy menghampiri meja rias yang berada disamping meja belajarnya. Duduk didepan cermin besar lalu ia menyisir rambutnya yang kusut karena Arsy tidak mengikat rambutnya saat hendak tidur. Memoles wajah putihnya dengan BB Cushion dengan tipis, hanya untuk menutupi bawah matanya yang hitam saja, lalu ditambah dengan loose powder agar tidak terlihat putih sekali, lalu memoles bibirnya dengan liptint agar tidak terlihat pucat.
Setelah selesai, Arsy membenarkan rambutnya kembali. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai seperti biasanya. Kemudian ia beranjak untuk merapihkan sarang empuknya. Setelah rapih, Arsy mengambil tas dan barulah keluar dari kamar untuk sarapan bersama keluarganya. Tak lupa juga ia membawa n****+ yang sama seperti kemarin karna belum selesai ia baca.
Arsy memang menyukai n****+ bergenre apapun yang penting n****+, katanya. Arsy juga mempunyai koleksi n****+ yang hampir memenuhi satu rak pada lemari dikamarnya.
"Pagi Ma, Pa." sapa Arsy saat ia sampai di meja makan.
"Pagi." sahut kedua orang tuanya.
"Pa? Aku bawa mobil sendiri ya hari ini. Diluar kan hujan, kalo aku naik taksi pasti susah nyarinya, kalo naik gojek sama aja bohong. Lagian Abang juga masih tidur." ujar Arsy panjang lebar.
Adam—Papanya—yang tengah membaca koran hanya mendengarkan kemudian bergumam sebagai jawaban.
Merasa jawabannya ambigu, Arsy kembali bertanya. "Boleh gak, Yah?"
"Boleh." jawab Adam tanpa mengalihkan perhatiannya dari koran.
"Yes!" Arsy berseru senang.
Adam melipat korannya lalu menaruhnya diatas meja. "Tapi kamu harus pulang cepet. Ada hal yang mau Papa sama Mama sampaikan ke kamu." ujar Adam melanjutnya kalimatnya yang tadi.
Arsy menaikkan satu alisnya. "Hal apa? Kenapa gak sekarang?" tanya Arsy bingung.
Adam menghela nafasnya. "Banyak yang akan ayah sampaikan ke kamu. Kalo sekarang waktunya gak akan cukup." jelas Adam.
"Tapi kan Arsy ada bimbel nanti."
"Izin saja dulu untuk sehari ini." pinta Mela—Mamanya—yang sedari tadi diam sambil menyiapkan sarapan.
"Ya sudah." putus Arsy. Kemudian gadis itu menyantap nasi goreng buatan Mamanya yang rasanya tak terkalahkan.
Mela sangat pandai memasak. Hal itu juga menurun pada kedua anaknya, Aldi dan Arsy. Mamanya juga membuka usaha catering dirumahnya, bukan karena uang yang diberikan Adam tidak cukup, itu hanya untuk menyalurkan hobi memasaknya saja. Suaminya itu bahkan memberikan uang kepadanya lebih dari cukup untuk kebutuhan bulanan didapurnya, tentu saja untuk kebutuhan pribadi Adam memberinya yang lebih dari nominal itu.
Adam bekerja sebagai manajer disebuah perusahaan yang bergerak dibidang marketing. Namun ditengah kondisi ekonomi yang lebih dari cukup ini, Adam tidak pernah memanjakan anak-anaknya, karna jika ia memanjakan anak-anaknya sejak dini maka anak-anaknya tersebut akan terus seperti itu dan tidak akan bisa mandiri.
"Aku berangkat dulu ya." pamit Arsy sambil mencium punggung tangan Adam dan Mela bergantian.
"Hati-hati, jangan ngebut." ujar Mela.
"Iya, Ma." ucap Arsy.
Adam menyerahkan kunci mobil kepada Arsy.
"Thanks you, Dad." Arsy mengecup pipi kiri Adam, kemudian ia lakukan hal serupa kepada Mamanya. Setelah mengucapkan salam, Arsy berjalalu keluar.
"Jangan lupa pulang cepet!" teriak Mela, mengingatkan.
"Iya!" balas Arsy, lalu gadis itu mendengus.
"Ngapain pula pulang cepet. Sepenting apa emangnya." gumamnya sambil masuk kedalam mobilnya.
Arsy mulai melajukan mobilnya keluar dari halaman rumahnya. Mengemudikannya dengan kecepatan sedang, sebab jalanan licin jadi Arsy tidak bisa ngebut.
Tepat lima meter setelah keluar dari komplek, Arsy menepikan mobilnya, menurunkan kaca mobilnya. "Bang, kaya biasa ya." katanya.
Pria yang ia sebut abang itu menoleh, tersenyum lalu mengacungkan jempolnya.
Arsy menoleh ketika ponselnya berdering, menandakan ada pesan masuk.
Daren : Berangkat belum?
Arsy mendengus, ia bisa menebak bahwa Daren akan minta tebengan kepadanya karena tau jika hujan seperti ini, Arsy akan bawa mobil.
Arsy : Tunggu tempat biasa. Gue beli greentea dulu.
Daren : Gue satu ya, jangan greentea, coklat aja. Dingin?
Arsy menutup kembali ponselnya, tidak membalas lagi pesan dari Daren. "Bang, satu lagi ya yang coklat." katanya sambil menerima greentea yang dipesannya.
"Sip, Neng."
"Besok-besok diskon ya, Bang. Kan langganan disini." ucap Arsy yang diakhiri dengan tawa.
Si Abang itu ikut tertawa. "Sip, Neng. Nanti Abang kasih buy one get one."
Arsy tertawa. "Idih si Abang so' Bahasa Inggris, diajarin siapaa?"
"Diajarin Mas Aldi."
Arsy tertawa lagi, lalu menerima coklat yang diminta Daren. "Makasih ya, Bang." katanya lalu memberikan uang pas.
"Hati-hati, Neng."
"Sip deh."
*****
"Nih,"
"Thank you, my little girl." ucap Daren sambil mencolek pipi Arsy.
"Najis." ketus Arsy.
"Gitu banget lo sama gue." Daren cemberut.
"Lebay lo," Arsy melempar kunci mobil kepada Daren. "Lo yang bawa ya."
"Sy, gue kepikiran deh buat bimbel kaya lo sama Via. Kalo dipikir-pikir bosen juga kalo tiap sore dirumah mulu." ujar Daren setelah ia melajukan mobilnya.
"Lo mau ngapain? Mau molor?"
"Mau bimbel lah."
"Halah, so-so-an bimbel, paling juga lo ngacengin anak-anak sekolah lain." cibir Arsy.
"Emang banyak anak sekolah lain ya?"
"Banyak. SMP juga ada."
"Mantap tuh."
Arsy menoleh. "Lo mau ngecengin anak SMP?"
"Ya nggak, lah. Gila aja."
"Ohiya, Dar, katanya bakalan ada lomba basket antar sekolah ya?" tanya Arsy.
Daren menoleh sekilas, kemudian mengangguk. "Diadainnya di sekolah kita. Asyik gak tuh?"
"Serius?"
"Hooh. Kata Pak Doni sih gitu. Jadi mulai sekarang gue pasti bakalan lebih banyak absen di kelas karena latihan." ujar Daren.
Arsy menganggukkan kepalanya mengerti. Jika lomba itu diadakan disekolahnya, besar kemungkinan Arsy akan bertemu dengan orang itu.
*****