BAB 1
"Vi, meja di luar udah kosong tuh, tolong bersihin, ya!"
"Oke, Bang, siap!" jawab gadis yang dipanggil Vi tersebut.
Namanya Viona, dia seorang gadis cantik yang supel. Dia bekerja di sebuah kafe yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Gadis cantik itu berjalan keluar menuju meja yang harus dibesihkannya dengan membawa peralatan yang dibutuhkannya. Dengan bersenandung lirih, Viona mengelap meja hingga bersih. Setelah itu dia juga merapikan kursi yang sedikit berantakan.
"Selesai!" serunya sumringah.
"Hai, Vi! Seneng banget tuh muka," sapa teman kerjanya yang baru datang.
"Hai, Nin! Baru datang?" sapa balik Vio.
"Iya, setengah hari doang hari ini," jawab Nina.
"Oh, pantesan ... kirain telat," guman Viona.
Kedua gadis itu berjalan beriringan ke bagian dalam kafe tempat khusus untuk para karyawan. Vio meletakkan peralatan yang dibawanya di tempatnya. Sementara itu Nina berjalan menuju sudut ruangan untuk meletakkan tasnya di dalam lokernya.
Di sana ada beberapa karyawan lain yang sedang berbincang sambil menunggu perkejaan datang. Hari ini kafe tak begitu ramai, sehingga mereka bisa sedikit bersantai.
"Kerja-kerja! Wah! Kalian lagi gibahin aku ya?" celetuk Vio disertai senyuman manis yang menghiasi wajahnya.
"Bubar-bubar! Ada calon bu bos nih!" salah seorang dari mereka menanggapi candaan Viona.
"Awas ya ngomong gitu lagi! Aku lakban tuh mulut!" ancam Viona sambil berkacak pinggang.
Suasana ramai penuh dengan rasa kekeluargaan terasa jelas di antara mereka. Kerukunan yang terjalin membuat siapa saja senang melihatnya.
"Bang Juno! Gantiin aku bentar dong!" salah satu karyawan yang bertugas di bagian bar menghampiri lelaki jangkung yang berdiri di dekat Viona. Anggukan kepala dari lelaki itu menjadi jawaban.
"Thank you, Bang." Lelaki itu menepuk pundak Juno sebelum pergi ke bar.
Gestur tubuh dari Juno untuk semua karyawan yang sedang berkumpul menyuruh mereka segera kembali ke tempat masing-masing. Sepeninggal lelaki jangkung itu, satu persatu dari mereka meninggalkan basecamp, termasuk Viona.
Gadis itu berjalan menuju bagian kasir tempat yang seharusnya bekerja. Karena kekompakan mereka, pekerjaan apapun mereka kerjakan bersama dan saling membantu satu sama lain.
Viona melayani pelanggannya dengan ramah dan sopan. Senyuman di bibirnya tak pernah luntur untuk pelanggan yang datang.
"Vi, istirahat dulu gih! Mumpung sepi," kata Nina yang datang menghampiri Viona di balik meja kasir.
Sekilas, Viona melirik jam besar yang tergantung di tengah ruangan kafe. Jarum jam telah menunjukkan pukul enam malam. Tiga jam lagi menuju jam pulang kerja berakhir.
"Oke, Nin, nitip kasir ya. Aku sekalian ngerjain tugas kuliah," jawab Viona.
"Beres, kayaknya gak bakal ramai hari ini. Kelarin sekalian tugasnya biar aku yang jaga."
Vio tersenyum senang mendengarnya. Dia segera menuju lokernya untuk mengambil bekal makanannya yang dibawanya dari rumah. Vio mengambil duduk di kursi yang ada di sana. Ia meletakkan tasnya yang berisi buku kuliahnya dan juga kotak bekalnya.
"Kalau makan ya makan, belajar ya belajar." Suara itu mengalihkan fokus Viona yang tertuju pada buku tebal di pangkuannya.
"Eh, Pak Jo, biar cepet selesai, Pak, tugasnya," jawab Viona dengan senyum canggung.
"Coba lihat!" Jonatan mengulurkan tangannya meminta buku yang sedang dibaca Viona.
"Gak perlu, Pak. Saya bisa kok ngerjain sendiri," tolak Vio halus.
"Saya minta bukunya bukan mau ngerjakan tugas kamu. Saya mau kamu selesaikan makan kamu dulu," jelas Jonatan.
Viona merasa malu sendiri telah salah paham dengan maksud atasannya.
"Mana?" Sekali lagi, Jonatan meminta buku itu. Mau tak mau, Viona pun memberikannya.
"Sekarang, kamu habiskan makan malam kamu," perintah Jonatan.
"Eh! Pak! Buku saya mau dibawa ke mana?" teriak Viona saat Jonatan membawa pergi bukunya.
"Ambil di ruangan saya kalau kamu sudah selesai istirahat."
Lirikan-lirikan dari beberapa teman kerjanya membuat Viona semakin kesal. Senyum-senyum menyebalkan dari mereka membuat Viona ingin sekali mengumpat.
"Nurut, Vio, entar orangnya balik lagi kamu belum kelar makan malah dapat ceramah loh," goda Juno.
"Bang Juno jangan ikutan ya! Mau aku gampar, Bang?" sungut Viona yang memancing gelak tawa teman-temannya dengan tingkahnya yang seperti anak kecil.
Memang, dari sekian banyak karyawan, Viona lah yang paling kecil di antara mereka. Tingkahnya yang terkadang masih terlihat kekanak-kanakan membuat siapa saja mudah menyukainya. Terlebih lagi, Viona sama sekali tidak pernah merasa malu harus bekerja untuk membantu orangtuanya membayar biaya kuliahnya sendiri. Pembawaannya yang selalu ceria selalu memberikan energi positif untuk teman-temannya.
Selesai dengan makan malamnya, Vio harus ke ruangan Jonatan, atasannya, untuk mengambil buku yang seharusnya ia kerjakan sambil makan tadi. Dia merasa waktunya terbuang sia-sia karena tak menyelesaikan tugas kuliahnya.
"Gara-gara Pak Jo ini, aku jadi gak bisa nyicil tugas. Lagian itu orang kurang kerjaan apa gimana sih sukanya gangguin karyawannya aja," gerutu Viona meluapkan kekesalannya.
"Kayaknya sih yang digangguin cuma kamu, Vi," sahut Bela yang mendengar gerutuan gadis itu.
"Ngeselin emang itu bapak. Aku ke sana dulu deh. Bisa-bisa gak selesai tugasku, makin pusing aku," pamitnya.
Viona berjalan cepat menuju ruang kerja atasannya. Dengan kesabaran yang tersisa, ia mengetuk pintu kaca atasannya itu.
"Masuk!" Samar-samar Vio mendengar perintah dari Jonatan.
"Permisi, Pak," kata Vio setelah membuka pintu kaca itu.
"Ya? Ada apa?" tanya Jonatan tanpa rasa bersalah sedikitpun yang membuat Viona harus mengelus dadanya.
"Saya mau ambil buku yang Pak Jo bawa," kata Viona cepat.
"Buku?" Jonatan memandang gadis di depannya dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.
"Haruskah saya mengingatkan Bapak?" sarkas Vio yang sudah mulai jengah dengan sikap atasannya itu.
Senyuman dari Jonatan sama sekali tidak membawa pengaruh apapun untuk Viona. Justru kekesalannya semakin memuncak.
"Pak, balikin buku saya. Kalau gak Pak Jo balikin saya gak bisa ngerjain tugas dong," kata Vio setengah merengek seperti anak kecil.
"Lain kali, jangan seperti itu. Saya tidak mau karyawan saya ada yang sakit karena kurang makan dan kurang istirahat. Kalau kamu memang butuh waktu untuk mengerjakan tugas kuliahmu, bilang saja padaku, pasti akan saya berikan kamu pengurangan jam kerja."
"Eh, jangan gitu dong, Pak. Gaji saya jadi berkurang dong. Saya janji akan jaga kesehatan biar tetap bisa bekerja maksimal," seloroh Viona cepat.
Bagaimana bisa atasannya berpikir seperti itu. Realistis saja, Viona membutuhkan uang yang bisa dibilang tidak sedikit untuk biaya kuliahnya. Enak saja atasannya itu tiba-tiba memberikan solusi yang merugikan untuk dirinya.
"Saya tidak akan memotong gaji kamu. Saya hanya mengurangi jam kerja jamu," jelas Jonatan.
"Tidak perlu, Pak. Terima kasih. Saya permisi kembali bekerja dulu," pamit Viona menghindari perdebatan dengan atasannya.
Viona keluar ruangan dengan perasaan kesal. Dia sama sekali tak habis pikir dengan kelakuan atasannya itu. Kekesalannya semakin bertambah ketika mendapati temannya memandang dirinya dengan penuh rasa ingin tahunya.
"Apa lihat-lihat!" ketusnya.
Bersambung....
----