Menghilang

1255 Kata
Dua insan yang tengah menikmati kebersamaan mereka dengan menyusuri jalan Orchard. Seolah tak menghiraukan hingar bingar disepanjang jalan di pusat kota Singapore. Sikap Luca yang diawal pertemuan terlihat arogan menjadi lembut dan penuh perhatian. Vivian yang terkesan dengan perubahan sikap Luca pun menikmati perlakuan serta perhatian yang diberikan Luca. Sesekali Luca melontarkan candaan agar Vivian tertawa, meski terkesan garing namun Vivian mencoba menghargai usahanya. Tak tinggal diam Vivian juga berani menggoda Luca dengan kata-kata vulgar. "Apa kita tidak akan melakukan pergulatan panjang malam ini," tanya Vivian mencoba menggoda Luca "Apa kamu menginginkannya," Luca balik bertanya "Apa dia masih terluka," Vivian tersenyum sambil menunjuk kejantanan Luca. Mata Luca membelalak dengan ekspresi wajah yang terlihat malu. "Sepertinya Mr. P masih terluka" Vivian tertawa keras sambil berlari kecil meninggalkan Luca. "Hey berhenti." "Aku tidak mau bercinta dengan pria lemah" Vivian terus berlari menghindar dari kejaran Luca "Vivian berhenti kamu akan menyesal saat aku menangkap mu" Keduanya tertawa lepas dan masih saling kejar-kejaran seperti pasangan yang tengah dimabuk asmara "Selamat pagi sayangku" Setiap pagi Vivian selalu mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal. Meski berkali-kali diabaikan oleh Vivian, namun dia selalu mengirim pesan dengan kata-kata seolah mengungkapkan isi hatinya. Vivian kembali menyimpan ponselnya di naka, tiba-tiba tangan besar merangkul perutnya dari belakang dan menariknya hingga menempel dengan erat. Hembusan nafas Luca di ceruk leher Vivian sukses membuat bulu kuduknya meremang seketika. "Kamu sudah bangun," tanya Vivian "Hm." "Selamat pagi Mr. P," goda Vivian dengan mengelus kejantanan Luca "Eugh," desah Luca "kamu membangunkannya lagi" Setelah menikmati perjalanan panjang yang melelahkan, Vivian dan Luca menghabiskan malam dengan bercinta. Tak seperti saat awal mereka melakukan pergulatan panjang dengan permainan yang kasar, kini mereka melakukan dengan lembut dan penuh gairah hingga keduanya kelelahan dan tidur bersama. Pemandangan indah di kamar hotel yang Luca tempati memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan ia akan menghabiskan waktunya berdiri di balkon hanya untuk menikmati pemandangan di sana dengan secangkir kopi. Sejenak ia bisa melupakan semua pekerjaannya dan menikmati liburannya. Tidak terasa waktu liburannya akan segera berakhir, namun sepertinya Luca masih enggan untuk kembali ke negaranya. Luca berdiri di balkon ditemani secangkir kopi yang ia pesan dan sarapan untuk Vivian. Vivian yang baru keluar dari kamar mandi seketika menoleh ke segala arah tak menemukan Luca, namun langkahnya terhenti saat melihat seorang pria yang berdiri di balkon membelakanginya. Tanpa pikir panjang Vivian langsung menghampirinya. "Kamu sedang apa." Seketika mata luka terbelalak melihat Vivian yang hanya mengenakan handuk kecil menutupi daa dan paha mulusnya melangkah menghampirinya. "oh shittt kamu gila Vivian," Luca membalikan tubuh Vivian menutupnya dengan tubuh kekarnya dan membawa Vivian masuk kedalam ke dalam. Luca mengambil pakaiannya di walkin closet, mengambil salah satu kemejanya untuk menutupi tubuh Vivian sementara. Kemeja Luca terlihat kebesaran ditubuh Vivian, namun terlihat seksi dimata Luca karena Vivian tak memakai bra atau pun cd. Tak lama terdengar seseorang mengetuk pintu kamar hotel. Luca berjalan ke arah pintu dan membukanya, namun tamu tak diundang itu menyerobot masuk tanpa permisi. "Lama sekali buka pintunya" Daniel melengos tak menghiraukan ekspresi wajah sahabatnya yang mengeras. Mata Daniel seketika membulat melihat penampilan Vivian yang mengenakan kemeja Luca. "Owh shitt kamu cantik sekali Vivian," Daniel menghampiri Vivian, tapi langkahnya tertahan karena tubuh Luca yang menghalangi pandangan m***m Daniel terhadap Vivian. "She is mine," sarkas Luca, menatap Daniel dengan memicingkan matanya. Dengan kesal Daniel memberikan paper bag yang berisi pakaian Vivian, yang ia ambil dari apartemen Mia. Sebenarnya bisa saja Luca membelikan pakaian baru untuk Vivian, tapi dia malah meminta Luca mengambilkan pakaiannya di apartemen Mia. Saat Vivian mandi, Luca menghubungi Daniel untuk mengambil pakaian Vivian dirumah temannya tersebut. Vivian langsung mengganti pakaiannya dikamar mandi dan mulai memoles wajahnya dengan make up yang natural. Beberapa kali Vivian merubah tatanan rambutnya, namun akhirnya ia memilih menggerai rambutnya yang lurus. Luca meminta Vivian menemaninya menikmati tempat wisata yang ada di Singapore. Ia ingin menikmati liburan terakhirnya bersama Vivian, karena besoknya Luca harus kembali ke New York. Vivian belum mengetahui jika Luca akan kembali ke negaranya. Baru setengah perjalanan Luca mendapat telepon dari Sam yang meminta Luca segera kembali ke New York karena ada masalah dengan tender yang tiba-tiba dibatalkan dan harus ditangani langsung oleh Luca. "Vivian maaf aku tidak bisa pergi denganmu, aku harus segera pergi," meski berat meninggalkan Vivian, namun Luca juga tak ingin kehilangan tender besar. "Apa,kenapa?" Vivian mencoba mencerna perkataan Luca "Nanti aku jelaskan, bisakah kamu turun dari mobilku, akan ku panggilkan taksi untuk mengantarmu pulang." "Tidak usah, aku bisa sendiri" tolak Vivian dengan nada kesal dan keluar dari mobil Luca tanpa menoleh Bukannya menenangkan Vivian, Luca langsung tancap gas meninggalkan Vivian yang tengah marah dan kesal sampai ke ubun-ubun. "Dasar pria brengsek." * Dengan menahan emosinya, Vivian terus meminum wine dari botolnya. Ucapan Luca yang menyuruhnya turun dari mobil masih terngiang-ngiang ditelinga Vivian. Ia sangat kesal karena baru kali ini ada orang yang menurunkannya di pinggir jalan. Drettt. Ponsel Vivian bergetar menampilkan nama Mia dilayar ponselnya "Ada apa?" teriak Vivian "Buka pintunya," titah Mia Ternyata Mia sudah berada didepan pintu apartemen Vivian, ia memilih menelepon Vivian dari pada menekan bel. Vivian membuka pintu dengan ekspresi wajah yang sulit dipahami. Tak datang sendiri, Mia ditemani Mika yang menenteng banyak makanan. "Kenapa dengan wajahmu, seperti belum di setrika saja," Mia melengos tanpa melihat wajah Vivian yang tengah kesal. Brukkkk. Vivian menutup pintu dengan kasar sehingga membuat kedua temannya kaget dan mengeluarkan sumpah serapah. Mia dan Mika tengah sibuk menata makanan, namun Vivian masih menekuk wajahnya dalam diam. Bukan Mika namanya kalau tidak bisa mencairkan suasana, ia menarik Vivian untuk duduk dan menyelipkan sendok dijari Vivian. "Ayo makan dulu, meski pun kamu sangat kesal, kamu butuh tenaga untuk melampiaskannya." Tiba-tiba Vivian tertawa, kedua sahabatnya pun ikut tertawa. Meski awalnya terlihat tegang, mereka sudah memahami karakter masing-masing. Meski terlontar kata-kata kasar atau sumpah serapah yang mematikan, mereka tidak pernah sakit hati atau pun kesal. Memiliki karakter yang berbeda, cerita hidup yang berbeda namun akhir yang sama. Yaps mereka yang terbuang dan dikhianati oleh cinta. Waktu berlalu begitu cepat, sudah seminggu ini Vivian tak mendapat kabar dari Luca, ia menghilang bak ditelan bumi. Meski keduanya sudah bertukar nomor ponsel, tapi Vivian enggan menghubungi Luca terlebih dahulu. Ya Vivian masih kesal dengan perlakuan Luca saat terakhir kali bertemu. Ia berharap Luca minta maaf, baik melalui telepon atau mengirim pesan. Tapi nyatanya tak sesuai harapan, Vivian malah semakin membenci Luca. "Jangan percaya pada pria Vivian, semuanya sama saja berakhir mengecewakan," batin Vivian menyemangati dirinya sendiri * Bisakah kita bertemu? Pesan dari nomor yang tidak dikenal masih selalu menemani pagi Vivian. Sampai akhirnya Vivian benar-benar jengah dan mulai membalas pesan tersebut. Ku tunggu di club xxx pukul 10 malam Singkat padat dan jelas, ya Vivian tak biasa bertele-tele dengan orang yang tidak ia kenal. Tak lama Vivian menghubungi Mia, ia berniat menjebak orang yang selalu mengganggu paginya. Semua rencana Vivian dan kedua sahabatnya sudah tersusun rapi, ia tak ingin kehilangan tangkapannya. Mia dan Mika yakin kalau orang yang sering mengirim pesan kepada Vivian adalah orang yang memiliki banyak uang. Karena hanya orang-orang tertentu saja yang tau nomor pribadi Vivian. Namun berbeda dengan pemikiran Vivian, ia merasa takut dan cemas saat akan bertemu dengan si pengganggu tersebut Waktu menunjukan pukul 10 malam, Vivian sudah siap dimeja yang sudah mereka persiapkan untuk menjebak si pengganggu. Vivian mulai mengotak ngatik ponselnya dan berniat mengirim pesan kepada si pengganggu, tak lama suara berat menginterupsinya. "Vivian." Seketika Vivian menoleh kearah suara yang memanggil namanya. Ia mencoba memicingkan matanya untuk memperjelas pandangannya, namun karena cahaya lampu yang temaram ia tidak bisa melihat dengan jelas hingga akhirnya sosok pria yang diperhatikannya berada tepat dihadapannya. "Alex"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN