Pagi ini, Elcander dan Penelope kembali berada di jarak yang sangat dekat. Mereka duduk bersebelahan memperhatikan 10 wanita terpilih menampilkan bakat mereka. Hari ini adalah hari pemilihan 3 wanita terbaik yang akan ditempatkan di tempat khusus yang akan di datangi oleh raja.
Mata Penelope maupun Elcander tetap fokus ke depan. Memperhatikan seorang gadis cantik yang tengah memainkan harva. Alunan musik itu begitu memanjakan, membuat siapa saja yang mendengar menjadi tenang. Tak diragukan lagi, semua gadis yang terpilih memang memiliki bakat yang luar biasa. Menyanyi, berpuisi, bermusik dan menari, mereka semua pandai dalam hal ini.
Alunan musik selesai. Gadis berparas cantik yang duduk di tengah ruangan tersenyum manis pada raja. Ia mencoba memikat raja dengan senyuman dan mata cantiknya. Gadis itu bangkit lalu memberi hormat dan kembali ke tempatnya.
Setelah gadis itu, kini putri dari seorang bangsawan yang menunjukan bakatnya. Wanita itu memiliki bakat lain, ia pandai dalam melukis. Ia mulai membuat lukisan, senyum nampak di wajahnya, ia seperti wanita yang melukiskan pria yang ia cintai. Nampak sekali lukisan itu dibuat dengan sepenuh hati.
Beberapa waktu berlalu, lukisan selesai. Pelayan utama Elcander mengambil lukisan itu dan memberikannya pada Elcander untuk dinilai.
Dalam lukisan itu ada wajah Elcander. Nampak begitu hidup, apalagi bola mata hitam miliknya yang terlihat seperti nyata. Elcander memberikan kembali lukisan itu pada pelayannya untuk disimpan.
Putri bangsawan di tengah ruangan telah kembali ke tempat duduknya.
Rasa penat menghampiri Penelope, memperhatikan wanita-wanita bodoh untuk merebut hati Elcander sangat membosankan baginya. Namun ia tak punya alasan untuk meninggalkan tempat itu.
Kini gadis ke delapan yang menunjukan bakatnya. Gadis itu adalah gadis yang dipilih oleh Penelope. Dengan kain muslin merah yang menjulur panjang, serta diiringi oleh musik, gadis itu mulai menari. Kain muslin yang gadis itu gunakan bergerak seperti api. Sebuah penampilan yang sangat sayang untuk dilewatkan. Gerakannya begitu lembut dan memukau.
Gadis itu terus menari, berlari ke sana kemari seperti sebuah merpati yang terbang bebas. Kain muslin merahnya bergerak di udara, kontras dengan wajah putih mulus si pemilik tarian.
Mata Penelope menajam, menatap ke tangan si gadis yang kini telah melayangkan dua belati ke arahnya dan juga Elcander. Semua orang tak menyadari gerakan cepat gadis itu, mereka terpana tanpa menyadari bahwa gerakan lembut nan indah gadis itu telah berubah jadi tajam dengan niat membunuh.
Penelope tak bisa membiarkan nyawanya melayang, dengan cepat ia bergerak, wanita itu tak membiarkan belati menikam jantungnya namun ia tetap membiarkan belati melukai lengannya. Penelope tak akan bodoh dengan membalikan serangan itu, Elcander bisa mencurigainya lagipula Elcander yang juga diserang tak akan mungkin membiarkan gadis itu lolos.
Seperti Penelope, Elcander juga selamat dari belati yang gadis itu arahkan. Dengan cepat pria itu mengembalikan belati pada si pemiliknya. Namun serangan balasan Elcander tak membunuh gadis itu, hanya berhasil melukai bahu gadis itu.
Ketika gadis itu berhenti menari dan mulai secara terang-terangan menyerang Elcander, barulah semua orang menyadari, para gadis dan selir berteriak histeris. Mereka menjauh dari posisi mereka, para pasukan segera mendekat ke gadis muslin merah.
"Yang Mulia, Anda terluka!" Asley bersuara histeris. Ia melihat darah membasahi gaun Penelope.
Elcander yang mendengar Asley, tidak peduli pada keadaan Penelope. Ia menarik pedangnya dan bergerak menuju ke gadis muslin merah.
Hanya dalam beberapa gerakan, gadis itu telah tewas di tangan Elcander.
Penelope sangat menyayangkan kebodohan gadis itu. Harusnya ia tak mencoba membunuh Elcander di siang hari seperti ini. Untuk Penelope yang pernah menyerang pada malam hari, ia tahu betul bagaimana kesiagaan seorang Elcander.
Penelope meringis, luka yang ia rasakan tak begitu menyakitkan namun ia harus bersandiwara bahwa saat ini ia menderita kesakitan karena serangan barusan.
"Yang Mulia, ayo kita segera kembali ke paviliun." Asley membantu Penelope berdiri.
Melalui ekor matanya, Elcander melihat Penelope pergi. Meskipun Penelope terluka tapi Elcander tahu bahwa wanita itu menghindar dari serangan tajam gadis muslin merah. Kesiagaan Penelope akan serangan membuat Elcander semakin tertarik untuk mengetahui latar belakang ratu palsu.
"Yang Mulia, kau baik-baik saja?" Elyse meneliti tubuh Elcander. Wanita ini tahu benar waktu yang tepat untuk mencari muka.
"Aku baik-baik saja." Elcander membalas datar.
Dari pintu masuk, Arega melangkah tergesa. Sebelum sampai ke ruangan itu, Arega sempat berpapasan dengan Penelope, ia segera berlarian ketika tahu terjadi penyerangan.
"Paman, cari latar belakang sampah itu!" Elcander segera memberi perintah sebelum Arega mengatakan apapun.
"Baik." Arega menjawab setelah memastikan Elcander tak terluka.
Elcander membalik tubuhnya dan pergi meninggalkan ruangan tanpa menyelesaikan pemilihan 3 gadis untuknya.
Gadis-gadis yang menjadi peserta mengeluh dalam hati mereka. Mengutuk gadis muslin merah yang sudah mengacaukan pemilihan tersebut.
Elcander pergi ke ruang rahasia, di sana ada Rayyan yang sedang berlatih.
"Memberi salam pada Yang Mulia." Rayyan menghentikan latihannya.
Elcander melangkah menuju ke tempat duduk yang ada di ruangan itu.
"Awasi Ratu Penelope! Gunakan mata, telinga dan semua inderamu dengan baik. Ratu Penelope yang ada di istana saat ini adalah ratu palsu."
Rayyan sudah menduga ada yang salah dengan ratu ketika rajanya meminta untuk menyelidiki latar belakang sang ratu.
"Baik, Yang Mulia."
"Dia bukan wanita biasa. Percobaan pembunuhan beberapa hari lalu dilakukan olehnya, dan hari ini dia selamat dari percobaan pembunuhan terarah seorang penyusup. Kau harus berhati-hati karena jika kau lengah maka kau yang akan kehilangan nyawamu sendiri."
Rayyan diam beberapa saat, jika Elcander sudah mengatakan hal seperti barusan maka tugasnya kali ini lebih berbahaya dari menghadapi 10 serigala hutan.
"Aku mengerti, Yang Mulia."
Kali ini Elcander mulai menyelidiki Penelope. Ia yakin dengan mengirimkan Rayyan untuk memata-matai Penelope maka ia akan mendapatkan identitas asli wanita itu.
Di dalam paviliunnya, Penelope baru selesai diobati oleh tabib istana. Tangannya meraih lengan yang sudah dibalut. Ia kembali mengingat bagaimana Elcander membunuh gadis muslin merah menggunakan sebilah pedang. Membuat Penelope berpikir untuk lebih berhati-hati jika ia tak ingin berakhir seperti gadis muslin merah yang menyedihkan.
Penelope harus merencanakan penyerangan lebih matang lagi. Jika ia gegabah, maka ia akan kehilangan nyawanya dan juga nyawa orang-orangnya.
Suara langkah kaki terdengar mendekat, pintu terbuka dan sosok Asley masuk mendekat ke Penelope. Pelayan Penelope itu telah kembali dari mengantar tabib keluar dari paviliun.
"Asley, pergilah ke paviliun Cherry. Antarkan teh herbal dan suntikan jarum ini pada kedua tangan Ibu Suri." Penelope mengeluarkan sebuah jarum kecil. Bahkan setelah ia terluka, Penelope masih memiliki pemikiran untuk membuat ibu suri menderita.
"Baik, Yang Mulia." Asley meraih jarum yang Penelope berikan. Ia menyimpan jarum itu baik-baik di dalam saku bajunya.
Seperginya Asley, beberapa selir mendatangi kediaman ratu termasuk Elyse. Entah apa maksud kedatangan mereka, apakah untuk melihat keadaan Penelope atau untuk mengejek wanita itu karena raja tak peduli sama sekali atas apa yang Penelope derita.
4 selir kesayangan raja memberi salam pada Penelope, begitu juga dengan 4 pelayan yang mengikuti mereka. Jangan berpikir salam itu tulus karena masing-masing dari mereka memiliki ambisi tersendiri. Terlebih lagi Elyse yang sangat tidak menyukai Penelope.
"Yang Mulia, bagaimana dengan lengan Anda?" Selir Elizabeth bertanya dengan suara lembutnya yang merdu. Wanita bermata coklat muda ini adalah selir yang paling muda di antara 3 wanita lainnya. Namun ia sendiri yang belum memiliki anak yang bisa menguatkan posisinya. Paras Elizabeth tentu saja menyerupai dewi, tak perlu diragukan lagi, setiap wanita raja memiliki keindahan tersendiri. Elizabeth memiliki tubuh ramping yang indah, kulitnya putih bersih dan terawat, ketika wanita itu tersenyum ia bisa membuat banyak pria jatuh hati.
"Bagaimana bisa gadis itu mencoba mencelakai Yang Mulia dan Raja. Sungguh tindakan yang tak termaafkan." Selir Jacynda nampak marah, namun Penelope tahu bahwa setiap selir memiliki 2 wajah berbeda. Di depan mereka bertingkah perhatian tapi di belakangnya, para selir itu juga yang akan mencemoohnya habis-habisan.
"Benar, gadis itu pantas mati." Selir Cellyn menimpali.
Elyse tersenyum kecut, "Sangat disayangkan dia meleset."
Ketiga selir sontak melihat ke arah Elyse, mereka semua tahu mulut Elyse sangat beracun tapi mereka tak menyangka jika Elyse akan seberani ini. Saat ini ibu suri sedang tidak berdaya, jelas posisi tertinggi ada pada ratu. Itu salah satu alasan mereka merapat ke ratu saat ini. Namun, Elyse, wanita ini, dia sepertinya sangat percaya pada posisinya sebagai kesayangan raja hingga tak bersikap hormat pada ratu.
Penelope tertawa kecil, membuat semua selir merasa bingung, apa yang lucu? Tidakkah harusnya saat ini wanita itu marah?
"Selir Elyse sangat berterus terang. Bagaimana aku menghukum kelancanganmu karena telah menyinggung perasaanku." Penelope bersuara tenang, namun iris birunya terlihat seperti gumpalan es. Membuat para selir merasa kedinginan secara serentak.
"Pelayan!" Penelope memanggil salah satu pelayannya di luar ruangan.
Pelayan masuk dan menghadap Penelope.
"Selir Elyse telah menyinggungku. Tampar dia 5 kali!" Dengan malas Penelope menaikan telunjuknya menuju Elyse.
Elyse mendengus, matanya meremehkan Penelope. Mana ada pelayan yang berani menyentuhnya. Selain ia kesayangan raja, ia juga anak perdana menteri. Menyentuhnya maka hanya akan berakhir dengan nasib sial.
Benar saja, pelayan tak berani menyentuh Elyse. Ia merasa berada di ujung tanduk. Jika ia menyentuh Elyse maka ia akan bernasib buruk namun jika ia tak melakukan tugas dari ratu maka ia telah melawan perintah ratu. Lantas, apa yang harus ia lakukan sekarang?
Penelope meraih satu tangkai buah anggur di atas meja, melihatnya dengan anggun lalu menyantap buah anggur yang berada di posisi paling bawah. Penelope mengunyah pelan anggur itu sembari menunggu pelayannya melakukan perintahnya.
Tak ada gerakan. Sang pelayan sudah berkeringat dingin. Kedua tangannya meremas pakaian yang ia kenakan.
"Sepertinya pelayanku tidak ingin menjalankan perintahku." Penelope menatap pelayannya tenang. Wajah anggunnya tak berkurang sama sekali meski aura dingin terpancar di tubuhnya.
Pelayan tak mampu menjawab. Lidahnya seperti tak berfungsi dengan baik.
Penelope meletakan tangkai anggur yang ia pegang. Ia turun dari tempat duduknya, melangkah menuju ke pelayan yang tak mendengarkan perintahnya.
Plak! Penelope memberikan satu tamparan keras pada pelayan malang itu, "Perintahku nampaknya terlalu berat untukmu." Ia masih menggunakan nada tenang. Sebuah pengendalian diri yang tidak mungkin bisa dimiliki oleh orang yang sedang dilanda emosi.
Para selir menatap Penelope ngeri, manusia macam apa sebenarnya Penelope ini. Bagaimana bisa emosinya tak terganggu sama sekali.
Atensi Penelope berpindah ke Elyse yang masih memasang wajah angkuh. Wanita ini nampaknya tak pernah mau sadar akan posisinya.
Penelope tersenyum pada Elyse, senyuman bak dewi itu tidak bisa diartikan baik untuk Elyse karena semua yang berhubungan dengan Penelope hanya akan berakhir tragis.
Secepat hembusan angin, tangan Penelope melayang ke wajah Elyse. Tidak hanya satu kali namun 5 kali.
"Selir Elyse!" Pelayan Elyse berteriak histeris. Ia hendak membantu Elyse namun di saat yang tepat Asley datang dan menahan pelayan itu.
Darah mengucur dari dua sudut bibir Elyse, wanita itu meraung memegangi wajahnya yang seperti terbakar.
"Berani sekali kau melakukannya padaku, p*****r!" Elyse memaki murka.
Penelope melayangkan kembali tangannya, menambah sakit di wajah Elyse.
"Wanita j*****m, aku akan membunuhmu!" Mata Elyse terlihat seperti kobaran api yang siap membakar Penelope. Ia menyerang Penelope, namun tangan Elyse segera ditangkap oleh Penelope. Dengan satu dorongan dari Penelope, Elyse sudah terjatuh ke lantai. Wanita itu nampak menyedihkan.
Penelope membalik tubuhnya, melangkah kembali ke tempat duduknya dengan anggun.
"Jangan pernah berpikir kau bisa menyentuhku, Selir Elisye!" Penelope menunjukan kekuasaannya. Ia bukan ratu lemah seperti kembarannya.
Elyse semakin mendendam, tatapannya semakin berkobar, "Kau akan membayar semua ini!" Elyse bangkit dari posisi menyedihkannya, "Kau berani melukai selir kesayangan raja maka kau akan mendapatkan harga dari kelancanganmu!" Elyse membalik tubuhnya dan keluar dari ruangan Penelope.
Asley melepaskan pelayan Elyse dan membiarkan wanita itu menyusul majikannya.
"Yang Mulia, Selir Elyse pasti akan mengadu pada raja." Selir Cellyn mencoba membuat suasana memanas. Wanita ini adalah salah satu yang diuntungkan dari pertikaian dua petinggi istana dalam.
Penelope meraih kembali setangkai anggur, menyantapnya tanpa rasa takut sama sekali.
"Asley, aku ingin istirahat." Penelope secara tidak langsung mengusir para selir dari kediamannya.
Wajah para selir mendadak merah, mereka mengepalkan tangan mereka namun memaksa wajah mereka untuk tetap terlihat baik.
"Ah, benar, Yang Mulia harus beristirahat. Kalau begitu kami permisi, semoga lekas sembuh, Yang Mulia." Selir Kate menundukan kepala memberi hormat bersama dengan dua selir lainnya, lalu mereka segera keluar dari ruangan istirahat Penelope.
"Jalang sialan itu, lihat saja apa yang akan terjadi setelah Selir Elyse mengadu pada Yang Mulia Raja." Selir Cellyn menggerutu kesal. Ia tak terima diperlakukan rendah oleh Penelope.
"Kita akan tertawa ketika Yang Mulia Raja menghukumnya." Selir Elizabeth menunjukan wajah aslinya.
Di dalam ruangan istirahatnya, Penelope tersenyum sinis, ia mendengarkan percakapan tiga selir yang sudah menunjukan wajah asli mereka sebelum keluar dari wilayah paviliun ratu.
"Yang Mulia, apa yang akan Anda lakukan sekarang? Selir Elyse pasti sudah memberitahu Yang Mulia Raja." Asley menatap cemas Penelope.
Penelope menyantap satu buah anggur, mengunyahnya perlahan membiarkan Asley menunggu jawaban.
"Semua akan baik-baik saja." Penelope menjawab enteng. Ia tak akan melakukan sesuatu jika ia tak memperkirakannya terlebih dahulu.