Bab 12 Runa dan Aturan Sosial Bangsawan yang Merepotkan

1141 Kata
Selama beberapa menit ocehan Runa membuat kuping Anne memanas, dengan kepala dingin mencoba mencerna cerita yang maju-mundur penuh tanda tanya itu. Perempuan bergaun orange mewah namun sederhana itu memejamkan mata sembari berpikir, telunjuk dan ibu jari kanannya mengelus-elus dagunya secara perlahan. Rambut coklat halusnya bergerak-gerak seiring kepalanya diangguk-anggukan mengikuti irama gumaman dari bibir indahnya. "Jadi katamu, insiden racun itu menjadi rahasia besar keluarga ini?" Anne membuka mata, menatap Runa yang duduk gelisah di seberang meja. Pelayan bertubuh kecil itu hanya mengangguk takut-takut dengan wajah pucat. Anne masih belum puas. Kalau soal itu, sih, dia sudah menduganya jauh-jauh hari. Pelayan pribadinya, Runa, hanya bercerita mengenai saat ia ditemukan tenggelam di danau dekat mansion dengan gelas kaca yang pecah di antara genangan sisa minuman merah beracun di lantai batu pinggir danau, lalu selama berhari-hari dia tak sadarkan diri membuat bangsawan Barnett panik kalang kabut dalam gerak-gerik yang aneh dan mencurigakan. Lebih parah daripada hanya sekedar menghadapi orang yang sedang meregang nyawa, seolah merekalah yang akan kehilangan nyawa sendiri akibat kejadian itu. Walau begitu, kedua orang tuanya dan beberapa pelayan senior sajalah yang tahu pasti apa yang sedang terjadi. Sementara pelayan rendahan macam Runa hanya bisa menutup mulut. Kalau pun mereka bertanya ada gerangan apa yang terjadi, hardikan dan pelototan tajam langsung diarahkan pada mereka. Perintah tutup mulut pun keluar dengan tegas dari kepala pelayan disertai ancaman tersembunyi untuk diasingkan. "Kami sebagai pelayan rendahan tak bisa sembarangan bicara, nona. Itu sebabnya saya tak bisa berkata apa-apa pada nona saat ditanya mengenai tragedi itu. Kepala pelayan mewanti-wanti kami jangan sampai keceplosan dan membuat rumor aneh yang bisa merugikan keluarga Barnett." "Tragedi?" Anne menyipitkan mata, sedikit ngambek dan tidak setuju mendengar istilah berlebihan itu. Runa yang menyadari ketidaksukaan majikannya dengan perkataannya menjadi gelapan panik dan segera meralat kata-katanya, "I-itu karena nona Anne hampir tiada! Apalagi jika bukan tragedi? Apa nona tahu betapa khawatirnya saya saat tahu nona sedang bertarung nyawa? Posisi saya yang hanya pelayan pribadi tak bisa dekat-dekat dengan anda selain melayani anda dengan tugas yang semestinya di hadapan para penghuni mansion," sudut-sudut matanya mulai memanas. "Runa...." "Saya—Saya hanya bisa tahan bersikap sebagai pelayan pribadi yang patuh karena aturan ketat sosial para bangsawan. Sudah lama saya menahannya, akhirnya hari ini saya bisa memberanikan diri mengutarakan perasaan saya pada nona," Runa menengadahkan kepalanya, air matanya luluh di kedua sudut matanya. Anne tak bisa berkata apa-apa melihat adegan dramatis itu. Sepertinya Anne yang asli adalah orang yang sangat baik hati dan ramah, sayang sekali dia harus mengambil posisinya untuk bisa bertahan meski mengambil raganya dengan modal keberuntungan yang ajaib. "Nona!" Runa menggebrak meja dengan suara isak tertahan, "jika nona menikah nanti, saya mohon agar saya ikut dengan nona! Saya ingin melayani nona sampai saya meninggal!" Wajah Anne memucat, seram mendengar kata-kata penuh loyalitas yang seharusnya tidak ditujukan untuknya. "Jangan berkata begitu, Runa! Apa kamu tidak mau menikah dan punya anak? Lagi pula, sepertinya aku masih lama untuk menikah. Calon saja tidak punya. Apalagi kekasih," Tangisan sang pelayan tiba-tiba berhenti, mulutnya terbuka sedikit untuk mengatakan sesuatu tapi diurungkan detik berikutnya. Kepalanya ditolehkan ke kanan, berpikir sesuatu. "Ada apa, Runa?" Anne penasaran. "Eh? Ah! Tidak apa-apa!" kedua tangannya digerak-gerakkan di depan d**a, tersenyum kikuk. "Jika ada yang mengganjal di pikiranmu, katakan saja! Aku tidak sekaku bangsawan lain. Bukankah kita adalah saudari?" bujuk Anne. Perempuan bertubuh kecil itu tersenyum sumringah diikuti ekspresi lega. "Nona Anne, apakah nona benar-benar tak mengingat apa pun?" "Eng... sayangnya begitu." "SEMUANYA?" "Y-ya!"Anne mengerjap-ngerjapkan mata mendengar nada suara Runa yang setengah memekik tertahan. Runa melengos lesu, lalu menatap Anne dengan tatapan berbinar-binar. "Jadi, apakah nona masih mau menganggap saya saudari?" "Ya. Kenapa tidak? Kamu bisa membantuku mempelajari semuanya kembali, bukan?" jawab Anne tanpa berpikir. Terdapat secercah kecerahan di wajah Runa yang berlangsung hanya sesaat, detik berikutnya dia terlihat kusut. "Tapi, bagaimana jika nyonya benar-benar membuat anda harus belajar tata krama lagi? Bisa saja anda berubah setelah itu!" desaknya, tangannya dimainkan melingkar di atas meja, tatapannya sedikit terluka dari balik poninya dengan kepala menunduk. Anne tersenyum ringan. "Mana mungkin. Kalau kamu meragukan hal itu, kenapa tidak menyebut namaku saja, Anne, daripada sebutan nona yang memberi jarak?" Runa terharu mendengar perkataan itu, mulutnya bergetar tak sanggup berkata apa-apa. "Kau baik-baik saja, Runa?" Anne berjalan ke sisinya, menyentuh pundak sang pelayan. "No-NONA ANNE! Sa-saya sungguh tidak tahu diri diperlakukan seperti ini! Ini terlalu berlebihan! Menyebut nama anda secara langsung sungguh tindakan berani dan kurang ajar dari seorang pelayan macam saya!" Runa kembali bersimpuh ke tanah berumput. "Eh? Kenapa kamu begini, sih? Ayo, bangun!" Anne memaksa sang pelayan untuk berdiri, tapi perempuan bertubuh kecil itu enggan bergerak sedikit pun dari tempatnya. "Tidak nona! Saya sudah dianggap sebagai saudari saja sudah merasa bersyukur! Menghabiskan hari-hari penuh warna selama ini bersama nona juga begitu luar biasa! Bagaimana saya begitu serakah sekarang hingga lancang menyebut langsung nama nona dari mulut kotor ini!" Tangan kanan Runa memukul-mukul mulutnya sendiri berkali-kali, Anne yang melihat hal yang tidak masuk akal ini bergegas menghentikannya. "Sudah! Sudah! Kenapa hanya menyebut nama saja reaksimu seperti akan dipenggal saja, sih? Apa sistem kasta di kekaisaran ini sangat ketat?" Runa menghentikan tamparan di mulutnya, "saya masih tidak percaya nona tidak ingat apa-apa!" Anne tertawa aneh, dan mengangguk khidmat. "Maka dari aku ingin akrab kembali denganmu, Runa. Aku tidak tahu seakrab apa kita dulu, namun jika saling memanggil nama lebih mempercepat kedekatan kita, kenapa tidak?" Mata Runa berkaca-kaca, tangisnya kembali nyaris pecah sebelum Anne memberikan isyarat tangan untuk berhenti. "Saya berterima kasih banyak, nona! Anda tahu? Seorang pelayan yang menyebut nama majikannya secara langsung ibarat mendapat penghargaan tertinggi dari kekaisaran! Walau sudah diizinkan, saya takut kelepasan jika bersama yang lain. Jadi, saya akan tetap memanggil nona dengan cara yang formal. Cukup nona mau menganggap saya saudari kembali dan menjalani hari-hari yang menyenangkan!" "Ah... itu terlalu berlebihan! Tapi, terserah kamu saja, Runa. Aku tak mau menyulitkanmu." Anne terbahak singkat. "NONA!" seru Runa serius, matanya melotot tajam kemudian memelas dan melembut, "Saya bersedia membantu nona apa pun itu. Itulah fungsi saudari, bahkan hal-hal terlarang pun seperti buku itu, saya berani mengambil risiko agar nona merasa kembali bersemangat! Katakan saja, jika nona membutuhkan sesuatu, saya akan mengerahkan semua ide dan tenaga saya!" Runa menyentuh lengan kirinya layaknya binaragawan yang sedang memamerkan ototnya, tampang galaknya dibuat-buat sehingga terlihat menggemaskan. Setelah tertawa kecil, Anne bertanya dengan rasa penasaran, "memangnya itu buku apa, sih? Kok, sepertinya begitu rahasia dan menakutkan?" "Nona benar-benar lupa segalanya, ya?!" Runa tiba-tiba saja memerah, seolah asap putih keluar dari kepalanya. "Kenapa kau bersikap malu-malu begitu? Ja-jangan-jangan, itu buku...?" Anne menelan ludah berat, melirik perlahan pada buku meraih di atas meja. Dengan dugaan liarnya, Anne secepat kilat meraih buku itu, membuka halamannya secara acak. Wajahnya ikutan memerah selesai membaca beberapa kalimat. "Tak kusangka ada n****+ erotis di dunia ini...!" bisiknya tertahan lebih kepada dirinya sendiri, jantungnya tiba-tiba berdebar kencang dengan kedua tangan gemetar dingin. Sepertinya dia belum mengenal baik siapa Anne yang asli! 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN