<~Sepuluh~>

1142 Kata
**author POV** . . . . Keempat orang itu kini duduk di taman yang berada di belakang gedung Diler mobil. Hening, sudah lima belas menit. Dan belum ada suara yang terucap. Yogi duduk dengan tenang; Reya sesekali menatap kedua kakaknya yang sejak tadi menatap Yogi dengan tatapan curiga. Mas Jun melirik Reya, ia mencoba mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam otaknya. Yogi memilih diam ia merasa itu adalah tindakan yang tepat. Tak mungkin ia mendahului pembicaraan, setelah tadi memperkenalkan diri. "Mas ...." Reya buka suara. Terlalu lama hening menurutnya dan ini sama sekali bukan situasi yang menyenangkan. Mas Jun bergerak, merubah posisi, sedikit mengarahkan tubuh ke depan, masih dengan menatap Yogi. "Sebenarnya, saya enggak tau ada apa ini. Cuma—" Jun terhenti menatap Reya yang menunduk. "Ada yang aneh aja. Kenapa tiba-tiba adik saya bawa Anda. Dan Anda memperkenalkan diri sebagai pacar adik saya?". Yogi santai, tersenyum kemudian. "Kami memang sempat bertengkar kemarin," ucapannya terhenti lalu menggenggam tangan Reya. "Adik Mas Jun ini keras kepala. Enggak mau nikah katanya. Dan enggak percaya kalau saya sungguh-sungguh." Bumi diam melirik Reya sesekali, lalu Yogi kemudian menghela napas. "Kamu bener pacaran sama dia Rein?" Entah pertanyaan ke berapa ini. Yang kini, Reina jawab dengan anggukan saja. "Saya terima perkenalan diri Anda—"Jun terhenti melirik sang adik yang tak berekspresi. "Sebagai bos Reina. Permisi." Jun berdiri kemudian berjalan diikuti Bumi yang menggandeng tangan Reina, mengajak adik sepupunya pulang bersama. "Pak saya pulang." Reina bergegas. Takut, karena Bumi tatapan sang kakak sepupu yang dingin. Meski ia tau itu tatapan untuk Yogi. Ketiganya berjalan dalam diam. Sesekali Bumi melirik, Reina menatap Jun dengan takut. Pria itu lalu membelai rambut Reina, meletakan tangannya di sana. "Mas Jun gitu karena sayang sama kamu." Reina mengangguk. Ia mengerti sungguh, yang ia sedih karena harus berbohong. Namun semua sudah berjalan tak mungkin ia mundur. Melangkah di belakang Jun. Reina dan Bumi kemudian menuju parkiran mobil. Mereka pulang. Sementara Yogi duduk dalam diam. Ia takut juga rencananya gagal karena Jun yang seolah tau ia bohongi. Pria itu mengambil ponsel miliknya. Menghubungi sang kekasihnya, Disha. Ia melakukan panggilan video, menunggu gadis pujaan menerima panggilan. Panggilan diterima, gadis cantik itu kini mengenakan t-shirt abu-abu, dengan rambut yang sengaja ia urai. Tersenyum dengan bibir merah mudanya yang tipis. "Assalamualaikum, mas?" "Waalaikumsalam, udah tidur kamu?" Disha menggeleng, seraya merapikan rambutnya. Pujaan hati seorang Yogi benar-benar sempurna, dengan mata besar dan tatapan yang satu, hidungnya bertepi, semua yang ada dalam diri Disha sempurna. "Aku nunggu kamu telepon aku. Kangen banget aku sama kamu. Udah berapa bulan kamu enggak datang ke sini?" Yogi mengangguk, biasanya sebulan dua atau tiga kali ia sengaja datang ke Australia sekedar untuk bertemu dengan Disha. Bahkan usaha gigihnya untuk mendapatkan rekanan di negara kangguru itu, demi bisa bertemu Disha. Selain alasannya untuk urusan bisnis. Ia lakukan agar sang ibu tak curiga. "Iya, udah lama. Nanti kalau mami sehat, Mas pasti ke sana." "Kalau Mas nikah, bisa sering-sering ke sini kan?" "Hmm?" "Biar Reina temani mami, itung-itung kita temu bayar tiga bulan ini Mas enggak ke sini." Disha menatap penuh harap, ia bahkan mencebik agar Yogi menyetujui idenya. Dan bagai kerbau dicucuk hidungnya, Yogi mengangguk. Ia setuju dengan apa yang diminta sang kekasih. "Iya, Reina dekat sama mami kok " "Yess." Si pucat yang tegas pada karyawan bisa dibuat termehek-mehek dengan senyuman manis seorang gadis. Ia tersenyum membuat kedua matanya melengkung layaknya bulan sabit. "Kamu emang kangen banget sama Mas?" Disha melirik seduktif. "Emang Mas enggak kangen? Hmm? Hmm?" Yogi malu sendiri. Ia menahan senyumannya. Ya begitulah hubungan keduanya berjalan lebih jauh dari semestinya. "Kangen lah, banget malah." Keduanya larut dalam percakapan dua insan yang tengah jatuh cinta. Romansa hati yang berbunga antara Yogi dan Disha. Hingga seluruh cara seolah menjadi benar bagi keduanya. Lalu apakah pernikahan kontrak ini adalah cara yang aman dan benar? Entahlah .... Lalu saat ini Reina, Jun dan Bumi telah tiba di rumah. Jun berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Ia lalu duduk di ruang tengah, tatapannya terus menatap sang adik yang tengah berjalan pelan. Reina lalu duduk berhadapan dengan sang kakak. Sementara Bumi memilih tak ikut campur. Ia duduk di tangga memerhatikan keduanya. Seperti biasanya, ia tak ingin terlalu mencampuri urusan orang lain. Pula, Jun bukan orang yang bisa di nasihati jika marah. Juga alasan lainnya. "Jujur sama Mas, ada apa sama kamu dan bos kamu itu?" "Aku pacaran Mas. Aku suka sama dia." Reina menunduk, sementara Jun sampai menundukkan kepala membaca reaksi Reina. "Gini ya Dek. Kamu beberapa hari kemarin juga masih bilang sama Mas enggak mau nikah. Enggak ada tanda-tanda kamu lagi menjalin hubungan sama cowok. Dan Pak Yogi-mu itu juga terlalu tenang. Enggak ada beban." "Ya, dia punya semua Mas. Muka ganteng, bos, anak tunggal, semua punya. Mana ada alasan buat enggak kepedean. Lah aku? Aku penuh dengan keburikan—" Reina terhenti karena Jun melempar dengan bantal sofa. Jun jelas marah. Reina selalu saja tak percaya diri. "Mas cuma takut kamu dimanfaatkan. Bosmu belum nikah. Kalau dia mau nikah ya kemungkinannya satu dia warga asing yang pingin tinggal di Indonesia. Atau dua, dia dikejar-kejar orang tua untuk nikah, punya keturunan. Tapi dia enggak ada hasrat menikah dan cuma manfaatin kamu biar orang tuanya diam." Reina tau Mas Jun sulit dibohongi. Tentu saja, sang kakak selalu menganggap Reina adalah segala untuknya. Sehingga ia begitu memahami sang adik. Jun pemerhati yang handal. Reina terus berpikir selama mas Jun terus mencecar. "Aku yang ngejar dia Mas. Aku pikir aku enggak ada harapan." "Reina ... Mas Jun cuma takut kamu disakiti. Biarkan tunggu sebentar lagi jangan terburu-buru. Mas tau ada laki-laki yang tepat dan sayang sama kamu." Jun melirik Bumi yang hanya menghela napas. "Siapa? Siapa yang sayang sama aku? Cuma Mas Jun sama Mas Bumi." "Perempuan itu, harus menemukan pria yang mencintai dan menyayangi sepenuh hati, untuk bahagia melangkah menuju pelaminan."Jun tekankan itu ia ingin yang terbaik untuk sang adik Bumi berjalan mendekat. "Reina laper lho, kamu marahi terus. Kasihan belum makan malam dia." Reina mengangguk. "Aku masak ya Mas?" Jun mendekati Reina. "Mas belum restui kalian berdua. Masih banyak hal yang akan mas cari tahu." Jun mencoba tersenyum. Lalu mengacak pucuk kepala sang adik. Reina mengangguk saja. Melawan Jun kali ini bisa membawa masalah untuknya. Ia melangkah ke kamar untuk segera berganti pakaian. Dan akan memasak makan malam untuk ke dua orang yang tengah penasaran dengan Yogi. Jun menatap Bumi. "Gimana?" "Apa?" "Lo tau kan Mas arah pertanyaan gue?" Bumi tersenyum lalu menunduk. "Ayo lah, ke dapur. Biar gue yang masak. Bilang Reina mandi aja dulu. Enggak usah buru-buru." "Ketakutan pria menyatakan cinta itu selalu jadi sumber kehilangan terbesar. Percaya kan apa yang gue bilang?" "Bilang Reina mandi dulu. Biar capeknya ilang." Bumi melangkah ke dapur. Bersiap memasak makan malam untuk kedua sepupunya. *** . . . . . . hayo kira-kira apa nih maksud pembicaraan Jun dan Bumi? menurut kalian Disha itu Gimana?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN