Aku menghembuskan nafas sebelum memutuskan apa yang aku pilih, aku membuka kaca melihat penampilanku memastikan apa yang aku rasakan dan pilih. Seketika kaca mobilku diketuk orang dari luar membuatku terkejut dan lebih terkejutnya lagi adalah keberadaan Bima diluar secara perlahan aku membuka kaca mobil
"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Bima dengan tatapan tajam "apa tidak kurang dengan pegawai itu sehingga kamu harus bersama pria tua itu?" dengan suara pelan dan penuh emosi
Nyaliku langsung hilang melihat kemarahan Bima, sosok yang menjagaku selama ini selain Devan dan papa walaupun menjaga dalam arti lain dimana kami mencari kenikmatan bersama di atas ranjang
"Pindah" perintah Bima dengan segera aku mengikutinya pindah di kursi penumpang dengan cepat Bima masuk ke dalam mobil
"Mau kemana?" tanyaku ketika kami meninggalkan area kos itu
"Jangan sekali-sekali berhubungan dengan pria itu" ucap Bima tanpa menatapku "kamu butuh p***s kan? aku juga butuh vaginamu jadi kita saling memuaskan"
Aku menatap arah perjalanan kami dimana Bima mengarahkan mobil menuju hotel terdekat, aku mengira Bima akan mengajak ke apartemen tapi ternyata tidak dan aku meyakini jika dia sudah merindukan vaginaku. Bima menyerahkan kunci ke petugas hotel dengan tangan memegang pergelangan tanganku tanpa melepasnya sepanjang kami berjalan sampai kedalam kamar. Dilemparnya aku ke ranjang hingga membuatku hampir jatuh, aku menatap Bima dengan takut karena ini berarti Bima waktunya menghukumku dan aku belum siap atas semuanya. Terlihat dimatanya jika dia sedang emosi dan aku tidak pernah melihat ini sebelumnya yang berarti apa yang aku lakukan telah membuatnya marah besar
"Buka semua pakaianmu jalang" ucap Bima dengan teriak
Aku membukanya dengan perlahan hingga tidak menyisakan satu helaipun, Bima mendekatiku perlahan dijepitnya kedua pipiku didorong ke ranjang membuatku langsung jatuh ke arah ranjang dan menatap Bima dengan sedikit takut.
"Sudah berapa kali aku bilang jangan kesana" ucap Bima masih dengan emosi "kamu belum tahu siapa dia"
"Mantan mertua Tania" jawabku santai "lalu apa pedulimu?" aku mencoba menatapnya tanpa takut karena aku sudah lelah dengan sikap Bima selama ini.
"Kamu bermain dengan pegawai itu aku gak masalah tapi tidak dengan tua bangka itu" Bima menatapku dengan emosi "ahhh" Bima meninju ranjang disampingku
Aku memejamkan mataku tidak berani melihat apa yang dilakukan, namun aku merasakan jika tubuh telanjangku ditutupi selimut dalam sekejap aku membuka mata dan Bima ada disebelahku menutup wajahnya
"Bagaimana kamu tahu aku ada disana?" tanyaku pelan setelah kita lama saling diam tanpa merubah posisi sama sekali "kamu mengikutiku? bukankah kalian ada pertemuan?"
Bima menatapku tajam "aku mengikutimu dengan memasang pelacak pada ponselmu karena aku tahu bagaimana dirimu" aku menatap Bima tidak percaya "kamu belum mengenal tua bangka itu bahkan Wijaya berusaha agar Tania tidak bertemu dengan tua bangka itu"
"Tapi Tania bertemu mantan suaminya aku yang mengantar jemput dengan Tari" ucapku sambil mengingat kejadian waktu itu
"Dengan perjanjian Yudi tidak boleh menyapa Tania ketika melihatnya" jawab Bima "aku tahu hukuman berat yang diterima Yudi tapi itulah yang didapatnya dan Yudi menyetujuinya"
"Lalu Soni?" tanyaku
"Dia membutuhkan pelampiasan atas kegagalan kerjasama penyatuan kedua keluarga dimana istri Yudi tidak bisa menangani perusahaan sedangkan Yudi sendiri tidak tertarik di bisnis" jawab Bima
"Bukannya ada anak selain mereka berdua?" tanyaku
Bima mengangguk "Yudi ada tapi dia lebih memilih keluar dari rumah setelah pernikahan pertama Yudi dan niat Yudi menikahi Tania sedangkan istrinya anak tunggal" Bima menatapku "pria bangka itu sangat kejam jadi jangan kamu bertemu atau menemui dia" membelai pipiku lembut
Aku menikmati sentuhan tangan Bima "sekejam apa?" ucapku dengan nada nyaris tidak terdengar
"b**m" seketika mataku menatap Bima tidak percaya "aku gak tahu pastinya bagaimana tapi dia tidak pernah melakukan pada istrinya hanya pada jalang yang menemaninya"
"Kalau begitu jangan menilai kalau belum pasti itu jadinya gosip" ucapku dengan emosi
"Aku bertemu dengan salah satu jalang tersebut tidak sengaja dia cerita jika tua bangka itu suka melakukan kekerasan ketika seks seperti dicambuk, pentilnya dikasih jepit dan bermain dildo tanpa henti ah satu lagi setelah dia bosan maka kamu diminta live show di depan pria belang dan harus siap digilir" aku menutup mulut setelah mendengar keterangan Bima "sekarang tahu alasan aku tidak mengijinkan ketemu tua bangka bukan? jadi ikuti permintaanku" pinta Bima "kost kamu sudah aku sewa semua dan aku minta pada pemilik jangan buka untuk perempuan hanya pria karena aku tidak mau ada korban lagi"
"Kenapa tidak dilaporkan polisi?" tanyaku penasaran
Bima hanya mengangkat bahu "bagaimana dengan bocah itu?" tanya Bima mengalihkan perhatian "puas?" aku diam "bermainlah sesukamu karena sementara fokus aku bukan kamu melainkan kehamilan anak kedua kami" aku menatap Bima tidak percaya "Wijaya saja sudah punya bocah masa aku kalah" sambil tertawa
Aku menatap Bima dengan berbagai perasaan jadi benarkah aku hanya jalang buat dirinya, siapakah yang harus kupilih. Rasanya hatiku tidak suka jika Bima bahagia dengan keluarga kecilnya dimana seharusnya aku yang disana bukan wanita itu
"Rapikan dirimu kita pulang" ucap Bima "aku rasa bocah itu sedang menunggumu"
"Aku merindukanmu" ucapku sambil menurunkan selimut "apa kamu tidak?"
Bima menatap tubuh telanjangku dapat aku lihat dia menahan hawa nafsunya dimana hal yang tidak pernah Bima lakukan selama ini jika kita bersama namun aku melihat saat ini Bima tampak menahan diri untuk menyentuhku.
"Aku mencintaimu" ucapku mendekati Bima "bukannya bukan penghalang hubungan kita kehamilan itu? bukankah aku jalangmu"
Bima menarik daguku dan menciumnya dengan kasar, dilepasnya baju secara keseluruhan. Bima menatapku dimana terdapat kilatan nafsu didalamnya dengan segera Bima melakukan tanpa henti hingga tengah malam. Kami ingin kembali pulang tapi akhirnya memutuskan tinggal di hotel ini untuk melepaskan kerinduan yang sudah lama tidak kami lakukan selama inim
"Pagi" sapaku ketika melihat Bima membuka mata dan tersenyum kearahnya “kamu selalu ganas” godaku
Bima menarikku mendekat dan memberikan ciuman singkat "kamu selalu bisa menjeratku dan aku tidak bisa melepaskanmu" ucapnya ketika melepaskan ciuman
"Maksudnya?" tanyaku bingung
Bima menghembuskan nafas "Wijaya ingin kita berpisah makanya aku bilang jika istriku hamil" aku menatap tidak percaya perkataan Bima "Wijaya tidak bisa memutuskan diantara kita berdua dan aku memahaminya disamping itu aku gak bisa melepaskanmu karena aku mencintaimu"
Aku memeluk Bima dan baru kali ini aku melihat Bima tampak lemah, menangis dalam pelukanku membuat hatiku juga ikut sakit dibuatnya. Kami berada dalam posisi memeluk cukup lama hingga Bima melepaskan pelukan dan menatapku lembut
"Bersamalah dengan bocah itu jika bisa membuat keluarga kalian bahagia dan terutama kamu" ucap Bima "Rifat orang yang sesuai denganmu jadi jalanlah sama dia" sambil tersenyum menatapku namun aku tahu senyuman ini menyimpan sesuatu yang tidak aku ketahui sama sekali
Aku hanya bisa diam mendengar perkataan Bima apakah memang ini yang aku harapkan, memilih Rifat sesuai permintaan Bima lalu apakah pilihan hatiku sendiri saat ini yang masih tidak tahu ke arah mana.