“Nii-chan ingin minum teh apa? Yuri memiliki Sencha, Gyokuro, dan Matcha,” tanya Yuri pada Sean yang hanya menatapnya datar.
“Gyokuro,” jawab Sean yang dibalas anggukan mantap dari Yuri.
“Baiklah, kalau begitu akan Yuri buatkan sekarang juga,” ujar Yuri yang langsung meracik teh buatannya sendiri itu.
“Tunggu sebentar, Nii-chan tahu ini teh apa?” Tanya Yuri dengan alis berkerut heran. Ia baru sadar, bahwa Sean menjawabnya dengan gamblang tadi, bukankah ini teh khas yang jarang orang lain ketahui?
“Hm,” jawab Sean.
“Tahu darimana?”
“Internet.”
“Internet? Ponsel ya?” tanya Yuri yang memang tidak paham dengan itu semua. Karena Yuri sendiri, tidak pernah mempunyai benda itu sama sekali.
“Hm,”
“Begitu..., Nah Nii-chan, tehnya sudah jadi, silahkan diminum,” ujar Yuri sembari menuangkan teh yang telah diracik nya di teko ke dalam cangkir.
“...” Sean tidak membalas perkataan Yuri barusan. Kini, ia tengah menyeruput secangkir teh Gyokuro buatan Yuri.
‘Ini..., seperti buatan mama, bagaimana bisa?’ tanya Sean dalam hati. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Yuri dapat membuat teh dengan cita rasa yang sama seperti buatan mamanya.
“Kenapa Nii-chan diam saja? Apa tidak enak?” tanya Yuri melihat sang ‘kakak' yang hanya terdiam memandangnya dengan pandangan tak terbaca.
“...” Sean, Lagi-lagi tak menjawab yang membuat Yuri pun memutuskan untuk mengguncang lengan kokoh tersebut.
“Apa?” tanya Sean yang baru saja tersadar dari lamunannya.
“Nii-chan sejak tadi hanya diam, apa teh nya tidak enak? Kalau iya, Yuri bisa membuatnya lagi yang baru,” jawab dan tanya Yuri pada Sean.
“Tidak,” jawab Sean yang tentu membuat Yuri bingung.
“Maksudnya tidak enak? Baiklah, kemarikan cangkirnya, Yuri akan menuangnya dengan yang baru,” ujar Yuri sembari meminta kembali cangkir yang tengah dipegang oleh Sean.
“Enak,” balas Sean sambil menjauhkan sedikit cangkir yang tengah dipegangnya dari jangkauan Yuri.
“Akan tetapi Nii-chan tadi bilang tidak,” ujar Yuri lagi dengan dahinya yang berkerut heran.
“Sudah. Diam,” balas Sean yang mulai pusing dengan pertanyaan-pertanyaan tidak bermutu Yuri.
“B-baiklah,” ujar Yuri menurut.
Hening, pada akhirnya Sean dapat tenang menikmati teh Gyokuro buatan Yuri tanpa harus mendengar ocehan-ocehan yang membuat kepalanya berdenyut ketika mendengarnya.
Setelah teh tersebut habis, Sean pun menaruh cangkir tersebut di atas meja yang menimbulkan sedikit suara dentingan. Tentu, suara tersebut membuat Yuri mendongak menatap Sean yang kebetulan juga tengah menatapnya tajam.
“Y-Yuri bereskan terlebih dahulu semuanya ya Nii-chan,” ujar Yuri kikuk lalu bangkit dari posisi duduknya guna membereskan semua yang kini berada di ats meja.
Setelah selesai membereskan semuanya, Yuri pun kembali duduk di hadapan Sean yang tampak terdiam seperti patung. Entah bagaimana bisa, Tiba-tiba saja terlintas dipikiran Yuri bahwa ia melupakan pekerjaannya.
“Nii-chan, bolehkah aku bertanya jam berapa ini?” tanya Yuri pada Sean dengan raut wajah gusar.
“Dua belas,” jawab Sean yang membuat Yuri sontak kaget.
“Karena cuaca yang seperti ini, Yuri benar-benar tidak mengetahui jam,” gumam Yuri dengan keningnya yang berkerut.
“Nii-chan, Yuri ingin pergi sebentar. Nii-chan ingin menunggu?” tanya Yuri lagi pada Sean.
“...” tak ada jawaban yang keluar dari mulut Sean, Yuri pun segera bangkit dari duduknya dan berniat untuk pergi keluar rumah.
“Yuri pergi dulu ya Nii-chan,” seru Yuri sebelum pada akhirnya berlari keluar rumahnya menuju tempat bekerja.
‘Mau kemana dia?’ tanya Sean dalam hati.
***
Kaki mungil Yuri, tengah berlari sekuat tenaga agar bisa sampai dengan cepat ke tempat ia bekerja. Sebenarnya, ia sudah harus berada di cafe pada pukul 11.30 untuk bersiap di sana.
Sesampainya di cafe, ia langsung dihadapkan oleh partner kerjanya yang tampak kesal karena Yuri terlambat. Jika sudah begini, Yuri yakin partnernya ini akan mengadu pada sang atasan.
“Darimana saja kamu huh?! Mengapa terlambat? Malas? Ingin menerima gaji buta?” tanya lelaki tersebut pada Yuri dengan wajah kesalnya.
“T-tidak Rico, maafkan Yuri,” jawab Yuri dengan kepala tertunduk.
“Maaf?! Sudah berapa kali kamu terlambat hah?! Ini tidak terjadi sekali Yuri, namun sudah berkali-kali. Kamu ini memang dasar pemalas!” ujar Rico dengan tangannya yang hendak melayang ke wajah mulus Yuri. Namun sebelum hal itu terjadi, sebuah tangan kokoh menahan lengannya dengan erat dan kasar. Sontak, Rico yang tak terima pun menoleh ke arah orang yang sudah menahannya itu. Sedangkan Yuri, ia hanya bisa merengut karena tahu bahwa dirinya akan mendapat pukulan atau tamparan dari partnernya itu seperti biasa.
“Siapa kamu hah?! Jangan ikut campur!” tanya Rico membentak pria yang tengah mencengkram lengannya kuat-kuat tersebut.
“Cih, sampah!” umpat pria tersebut yang sontak membuat Rico terbelalak. Begitupula dengan Yuri yang langsung menoleh ke arah si pembicara.
“Nii-chan?!” kaget Yuri saat mengetahui bahwa lagi-lagi Sean yang telah menyelamatkannya.
“Apa kau bilang? Aku sampah? Beraninya kau!” marah Rico yang hendak menghajar Sean dengan telak sebelum pada akhirnya seseorang menghentikannya.
“Rico, ada apa ini?” tanya seorang wanita dengan baju casual nya.
“M-maaf kak Sonya, saya hanya sedang memberi peringatan pada Yuri agar dia tidak terlambat bekerja lagi,” jawab Rico berusaha membela diri.
“Sudah-sudah! Selesaikan masalah kalian berdua di dalam. Apa kalian tidak malu dilihat oleh orang-orang?” tanya Sonya, yang menjabat sebagai sekretaris sang atasan.
“B-baik kak, Yuri! Cepat ikut aku!” balas dan ujar Rico lalu menarik lengan Yuri dengan kasar masuk ke dalam cafe.
“Ah, apa anda ingin mampir terlebih dahulu? Maaf atas keributan karyawan kami tadi,” ujar Sonya pada Sean yang hanya ditanggapi oleh delikan malas pria tersebut.
“Ck,” decak Sean yang langsung melangkahkan kakinya meninggalkan wanita yang tertegun itu.
“Tampan tapi sombong, cih!” gumam Sonya kesal lalu kembali masuk ke dalam cafe untuk mengecek serta memastikan sesuatu.
***
Saat ini, Yuri tengah berjalan menuju arah rumahnya. Ya, pekerjaan di cafe, baru saja usai. Yuri pulang, hanya untuk mengganti bajunya yang terasa sangat lengket. Setelah itu, barulah ia langsung menuju tempat kerja berikutnya.
“Yuri pulang!” seru Yuri seperti biasa.
“Hm,”
Tunggu, apa Yuri tidak salah dengar? Ada yang menyahuti seruan nya tadi? Tapi siapa? Di rumah tentu tidak pernah ada orang yang masuk kecuali—
“Nii-chan?!” kaget Yuri saat menoleh dan mendapati sosok Sean yang tengah menyandarkan tubuhnya di dinding sembari duduk di atas tikar milik Yuri.
“...” Sean tidak bersuara, namun sebelah alisnya terangkat yang bermaksud ingin berkata ‘Apa?’.
“Nii-chan kenapa ada di rumah Yuri?” tanya Yuri dengan dahi mengerut heran.
“Baiklah,” balas Sean yang langsung bangkit dari duduknya.
“Eh? Nii-chan mau kemana?” tanya Yuri lagi bingung akan Sean yang tiba-tiba berdiri setelah ia berucap tadi.
~~ Bersambung ~~