2. Mata Itu

1547 Kata
Rossa dan Winny telah tiba di depan kelas satu, Winny memberikan kode pada Rossa agar wanita itu segera masuk. Rossa yang mengerti kode itu pun hanya bisa menggeleng pelan kemudian masuk, terkadang Rossa merasa heran dengan Winny. Mengapa wanita itu selalu saja melibatkan dirinya pada masalah seperti ini? Padahal seharusnya yang biasanya menenangkan siswa nakal ataupun yang bertengkar adalah Winny. Namun, Winny seakan selalu menyuruhnya, wanita itu berkata kalau Rossa seperti memiliki aura ketenangan hingga bisa membuat anak-anak yang gaduh menjadi tenang. Rossa hanya tertawa waktu itu, menurutnya perkataan Winny begitu aneh. Bukankan memang seharusnya seorang guru harus seperti itu? Benar saja, ketika Rossa memasuki kelas anak-anak itu melakukan hal-hal yang berisik. Ada yang main lari-larian layaknya tempat ini adalah taman, ada yang duduk di atas meja. Namun hal yang menjadi perhatiannya adalah seorang anak yang duduk tepat di atas meja guru, itu sangat tidak sopan menurutnya. Menghela napas sejenak, Rossa pun akhirnya menghampiri anak itu. Matanya memandang tatapan polos itu dengan lembut, yang selalu ada dipikiran Rossa adalah bahwa anak-anak menyukai kelembutan dan tidak menyukai kekerasan. Hal itulah yang selalu tertanam di hati dan pikiran Rossa, masalah seperti ini bukanlah hal yang baru lagi baginya. Sudah banyak anak-anak berbagai sifat yang ia tangani, dan baginya hal seperti ini bukanlah hal yang parah karena dulu pun ada yang lebih parah. "Hai, Cantik. Nama kamu siapa?" tanya Rossa dengan suara lembutnya, ia sedikit menunduk agar wajahnya bisa sejajar dengan anak itu. "Nama aku Serrine," jawabnya dan hal itu membuat Rossa tersenyum. Jika anak itu sudah mau berbicara dengannya, itu berarti sangat mudah meminta anak itu untuk turun. Sejenak Rossa tertegun ketika melihat mata anak itu, mata itu seakan mengingatkannya pada ... Rossa menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh kembali mengingat hal yang sudah membuatnya terluka, ia kembali tersadar kemudian kini menatap Serrine. Mungkin hanya kebetulan, pikirnya. "Serrine Cantik, turun yuk! gabung sama teman-temannya." Rossa kembali berucap dengan suara lembutnya, tetapi anak yang bernama Serrine itu menggeleng. "Enggak mau! Serrine nyaman duduk di sini, Serrine itu seorang putri jadi Serrine harus duduk di tempat paling berbeda dari yang lain," ucap anak itu sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Serrine putri? Benarkah? Waah, Serrine ini memang cantik seperti putri. Tapi memangnya Putri Serrine tidak ingin bermain bersama putri-putri yang lainnya? Di sana sudah banyak putri yang ingin bermain dengan Putri Serrine," ucap Rossa sambil menunjuk anak-anak perempuan lainnya yang kini sudah duduk dengan tenang. "Enggak! Seorang putri enggak bisa main sama mereka, seorang putri hanya bermain sendiri!" Rossa menghela napas, sebenarnya apa yang terjadi pada anak ini? Ia yakin sekali kalau anak ini terkena princess syndrom. "Kalau Serrine putrinya, Bu guru berarti ratunya. Ya, kan?" Dengan polos Serrine mengangguk dan itu benar-benar Rossa mengulum senyumnya. "Nah sebagai seorang putri, seharusnya Serrine menurut pada Bu guru karena Bu guru adalah ratu." Mendengar itu, Serrine terdiam. Anak itu seperti berpikir kemudian mengangguk beberapa kali, Rossa menjadi tersenyum lega melihatnya. "Serrine mau turun, tapi Serrine mau turunnya digendong sama ratu!" pinta Serrine membuat Rossa sedikit terkejut. "Sini Ratu bantu turun," ucap Rossa kemudian menggendong Serrine untuk membawanya turun dan mengajaknya agar bergabung dengan anak-anak lain. "Kalian semua duduk tenang di sini dulu, ya? Sebentar lagi Bu guru akan masuk lagi," ucap Rossa pada anak-anak yang sudah duduk tenang sambil menatapnya. "Siap, Bu guru!" Rossa tersenyum mendengarnya kemudian ia mengajak Winny keluar. "Tuh, kan apa yang gue bilang. Lo tuh emang punya bakat terpendam membuat anak-anak nurut sama lo," ucap Winny ketika mereka berjalan berdampingan menuju ruang guru. "Lo bisa aja bilang begitu, padahal gue yakin semua guru pun pasti begitu." Rossa berucap merendah dan hal itu membuat Winny berdecak. "Lo itu kayak punya aura berbeda daripada guru-guru lain, percaya deh sama gue." Winny tak gentar mengatakan apa yang ada di kepalanya, meskipun yang ia dapatkan berupa gelengan. "Ngaco aja kalau ngomong, udah ah gue mau ambil barang-barang gue dulu. Bentar lagi gue mau masuk kelas satu, lo juga 'kan?" tanya Rossa ketika mereka sudah berada di ruang guru. Ruang guru nampak sepi karena mungkin semua guru sudah masuk ke dalam kelas untuk mengajar, hanya tinggal ia dan Winny saja karena ada insiden menenangkan anak tadi. Rossa mengambil beberapa buku serta ada satu barang yang wajib ia bawa di awal biasanya ia kembali mengajar. "Gue duluan, ya, Win!" teriak Rossa ketika Winny masih sibuk mencari sesuatu. "Iya, duluan aja!" Setelah mendapatkan persetujuan akhirnya Rossa keluar dari ruang guru untuk kembali ke kelas satu. "Selamat pagi anak-anak!" sapa Rossa pada mereka, Rossa beruntung karena anak-anak didiknya di kelas satu ini sudah duduk anteng. "Pagi, Bu guru!" Mereka balas menyapa tak kalah cerianya. "Ada yang udah kenal sama Ibu belum?" tanya Rossa pada anak-anak. "Belum!" Kompak mereka menjawab. "Ibu guru ada tebak-tebakan, kalau ada yang bisa jawab nanti ibu guru kasih cokelat. Kalian mau!?" "Mauuu!" Rossa tersenyum mendengar antuasias itu. "Kita akan main tebak-tebakan huruf alfabet yang akan membentuk nama Ibu, nama Ibu mudah kok cuma tiga kata." Rossa berjalan mondar-mandir sambil berpikir. "Huruf awal nama Ibu, dia itu bulat seperti telur. Ketika kita akan menyebutkan hurufnya maka mulut kita akan ikut membulat juga, kira-kira huruf apakah itu?" tanya Rossa membuat anak-anak berpikir keras, Rossa tersenyum melihatnya sepertinya anak-anak itu begitu tak sabar menjawab supaya bisa mendapatkan hadiah coklat. Ya anak-anak memang menyukai coklat, tak hanya anak-anak sebenarnya karena Rossa pun begitu suka dengan coklat. "Saya tahu, Bu!" teriak salah seorang anak laki-laki yang pipinya sedikit bulat dan itu memberikan kesan imut di wajahnya. "Iya, namanya siapa, Sayang?" tanya Rossa sambil berjalan mendekat ke arah anak itu. "Namaku Tomi, Bu. Tomi tau jawabannya," ucap anak bernama Tomi itu. "Coba beritahu Ibu apa jawabannya?" pinta Rossa sambil tersenyum. "Huruf O!" teriaknya. "Benar! Satu coklat untuk Tomi!" Rossa memberikan satu buah coklat pada Tomi hingga anak itu memekik senang. "Makasih, Bu!" pekiknya senang. "Sama-sama, eh coklatnya di makan nanti, ya, saat istirahat." Rossa menegur Tomi yang akan membuka bungkus coklat itu, Tomi menyengir kemudian menyimpan coklat itu di dalam laci mejanya. "Iya, Bu ...." Rossa hanya menggeleng kemudian kembali ke depan anak-anak, di tatapnya anak-anak itu dengan senyuman. "Nama Ibu diawali huruf O dan hanya tiga kata, ada yang tahu? Kalau tahu nama Ibu, maka satu kotak coklat ini akan Ibu berikan pada anak yang bisa menjawab. Ada yang tahu!?" Anak-anak itu saling pandang. "Saya tahu, Bu!" teriak salah seorang anak perempuan. "Iya? Namanya siapa, Sayang?" Rossa mendekat. "Cici, Bu guru!" "Nah, Cici Sayang tau jawabannya? Siapa nama Bu guru?" tanya Rossa lembut. "Emm ... pasti Ori, kan Bu!?" Jawaban Cici dibalas gelak tawa dari semua anak. "Hahahaha, mirip barang, ya!" "Hahahaha ...." Cici cemberut mendengar tawa dan ledekan teman-temannya, sedangkan Rossa menahan tawanya. Tidak mungkin ia tertawa karena hal itu pasti akan membuat Cici semakin kesal. "Jawabannya kurang tepat, Sayang. Tapi enggak apa-apa, untuk coba-coba, ya? Jangan patah semangat. Nah sekarang kita lanjutkan tebak-tebakannya, ya!" Mereka mengangguk dengan semangat. "Tebak-tebakan untuk huruf kedua nama Ibu, ya. Hurufnya itu mirip seperti telur yang di belah dua, dan huruf alfabet ketiga. Ada yang tahu jawabannya?" Semua anak terlihat mengangkat tangannya sehingga Rossa bingung ingin menunjuk siapa. "Waah semua mengangkat tangan, sepertinya semua pada tahu, ya huruf apa itu. Bu guru jadi bingung mau menunjuk siapa," ucap Rossa. "Tomi aja, Bu!" "Cici aja, Bu! Cici 'kan tadi salah jawabnya!" "Enggak, Bu! Biar Vira aja!" "Mila, Bu!" "Eits ... mohon tenang, ya, anak-anak ibu yang cantik dan ganteng. Karena semua sepertinya bisa menjawab biar Ibu yang akan menunjuk," ucap Rossa sambil meneliti anak-anak seraya berpikir siapa yang akan ia tunjuk untuk menjawab "Mila, ayo dijawab." Anak yang bernama Mila itu memekik kesenangan karena ia yang ditunjuk oleh gurunya. "Jawabannya huruf C, Bu!" jawabnya dengan yakin. "Benar apa tidak, ya?" Sebenarnya jawabannya memang itu hanya saja Rossa ingin sedikit bercanda saja. "Salah, ya, Bu?" tanyanya polos membuat Rossa tertawa. "Jawabannya, benar! Satu coklat untuk Mila!" "Horee!" Mila memekik senang sambil menerima coklat pemberian Rossa. "Nah tinggal satu huruf lagi, masih semangat untuk menjawab!?" "Semangat!" balas mereka kompak. "Huruf terakhir, ya, hurufnya itu sangat amat mudah. Huruf alfabet yang mirip sekali dengan penyangga rumah, dan di atas huruf itu ada garis di tengahnya. Huruf itu adalah huruf paling awal dari semua alfabet, ada yang tau jawabannya?" Mereka kompak mengangkat tangannya hingga membuat Rossa kembali bingung. "Wah ... wah ... pada tau semua ya jawabannya, yang Ibu guru tunjuk kali ini siapa, ya? Serrine! Ayo dijawab, Sayang!" Serrine yang ditunjuk pun merasa sangat senang. Sejenak Rossa terpana melihatnya, senyum dan mata itu mengapa mirip sekali dengan ... "Bu guru!" Rossa tersentak. "Ah, iya, Sayang? Apa jawabannya?" tanya Rossa sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. "Jawabannya huruf A, Bu!" teriak Serrine. "Benar! Satu coklat untuk Serrine!" Rossa memberikan satu buah coklat pada Serrine hingga membuat anak itu tersenyum kesenangan. "Hore, makasih, Bu guru!" Tanpa sadar Rossa mengusap puncak kepala anak itu. "Baiklah, nah semua tebak-tebakannya sudah terjawab, kan. Jadi ada yang tau nama Ibu siapa?" tanya Rossa lagi. "Bu Oca!" Dengan kompak mereka menjawab hingga membuat Rossa tertawa. "Benar sekali! Karena semuanya bisa menjawab, maka akan Ibu beri lagi masing-masing satu coklat." Semua anak-anak memekik kesenangan karena mereka mendapatkan coklat dari bu guru cantiknya.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN