Pertemuan kedua

2147 Kata
Rayana sudah selesai bersiap-siap. Hari ini, ia akan mendatangi rumah Mila untuk memenuhi undangan Mila kemarin. Dirinya tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan matanya saat ini. Dimana dirinya memang tengah membutuhkan pekerjaan ini. Apalagi anak didiknya yang tengah dibimbingnya saat ini sudah selesai masa bimbingannya. “Semoga hari ini berjalan dengan lancar. Semoga Tante Mila gak akan berubah untuk memintaku untuk memberi les privat untuk anaknya.” Rayana lalu melangkah keluar dari kamarnya, ia melihat ibunya yang tengah duduk di ruang tengah sambil menatap televisi dengan ukuran 21 in. Rayana tersenyum saat melihat wajah sang ibu yang tengah tersenyum melihat acara televisi yang tengah ditontonnya. “Bu, aku pergi dulu ya. Doakan semoga semuanya berjalan lancar dan aku bisa kembali mengajar les privat lagi,” ucapnya lalu mencium punggung tangan ibunya. Rayana adalah tulang punggung keluarganya. Ia harus menghidupi dirinya sendiri dan ibunya yang sudah senja, karena ibu Rayana melahirkan Rayana saat usianya 32 tahun. Sekarang usia Rayana sudah 24 tahun. “Kamu hati-hati ya. Ibu akan selalu mendoakan yang terbaik buat kamu,” ucap Lastri sambil mengusap lengan Rayana. Rayana menganggukkan kepalanya. “Ibu mau dibelikan apa saat aku pulang nanti?” “Apa aja, terserah kamu aja. Bagi Ibu, yang penting kamu pulang dengan selamat,” ucap Lastri dengan senyuman di wajahnya. “Kalau begitu aku pergi dulu ya, Bu,” pamit Rayana lagi. Setelah mendapat anggukkan kepala dari ibunya, Rayana melangkah keluar dari ruangan itu menuju pintu depan rumahnya. Rayana tinggal di sebuah rumah kontrakan. Rumah itu tidak terlalu besar, hanya ada dua kamar, satu kamar mandi, ruang tengah, ruang tamu, dan dapur. Tapi, Rayana tetap bersyukur, karena ia masih mempunyai tempat untuk berteduh. Dulu, kehidupan Rayana tidak seperti sekarang ini. Ayahnya berkerja di sebuah perusahaan besar. Gaji ayahnya cukup untuk membiayai kehidupan mereka sehari-hari. Bahkan Rayana bisa melanjutkan sekolahnya sampai perguruan tinggi. Tapi, setelah ayahnya meninggal dunia dua tahun yang lalu akibat serangan jantung, hidup Rayana dan ibunya mulai berubah. Tabungan semakin menipis, bahkan mereka terpaksa harus menjual rumah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan sisanya Rayana tabung. Beruntung Rayana mengambil jurusan pendidikan, sehingga ia bisa mendapat penghasilan dari mengajar les privat. Dan itu sudah Rayana jalani selama satu tahun ini. Taksi yang Rayana tumpangi berhenti di depan pintu gerbang rumah dengan tinggi dua lantai. Setelah membayar ongkos taksi, Rayana membuka pintu taksi dan melangkah keluar dari taksi. Rayana melihat seorang penjaga keamanan yang tengah duduk didepan pos penjagaan. “Selamat siang, Pak,” sapanya. Pria bertubuh kekar itu beranjak dari duduknya, melangkah menuju pintu gerbang. “Maaf, anda mencari siapa ya?” tanya pria itu. “Apa benar ini rumah Ibu Mila?” “Benar. Ada yang bisa saya bantu?” “Apa Ibu Mila-nya ada di rumah? Saya sudah ada janji temu dengan beliau.” Pria itu mengangguk. Ia lalu membuka pintu gerbang dan mempersilahkan Rayana untuk masuk. “Terima kasih, Pak,” ucap Rayana lalu melangkah masuk melewati pintu gerbang. Rayana lalu melangkah menuju pintu utama. Ia sangat kagum saat melihat keindahan taman yang ada di samping rumah itu. Bahkan ada kolam air mancur di tengah-tengah halaman rumah itu. Rumah ini seperti istana. Sangat indah. Rayana menghela nafas. “Meskipun aku gak punya rumah sebagus ini, tapi aku bersyukur masih mempunyai tempat untuk berteduh, meskipun masih ngontrak. Tapi, aku yakin, suatu saat nanti, aku bisa membelikan ibu rumah.” Rayana lalu menekan bel yang ada di dekat pintu. Tak berselang lama, pintu berukuran besar itu mulai terbuka dengan perlahan. Menampakan sesosok wanita paruh baya. “Maaf, Non mencari siapa ya?” tanya wanita paruh baya itu, yang ternyata Bi Surti—asisten rumah tangga keluarga Randy. “Maaf, Bi. Tante Mila-nya ada?” “Maaf dengan siapa?” “Saya Rayana, Bi.” Wanita paruh baya itu mempersilahkan Rayana untuk masuk, lalu mempersilahkannya untuk duduk. “Silahkan tunggu sebentar ya, Bibi panggilkan Nyonya dulu,” pamitnya lalu melangkah masuk kedalam. Randy yang habis dari dapur untuk mengambil minum, tak sengaja berpapasan dengan Bi Surti. “Siapa, Bi yang datang?” tanyanya penasaran. “Tamunya Nyonya, Den. Non Rayana.” Randy mengernyitkan dahinya. “Rayana siapa ya, Bi? Kok aku baru tau kalau Mama punya teman namanya Rayana?” “Bibi juga gak tau, Den. Dia masih muda. Mungkin kenalan Nyonya. Bibi mau panggil Nyonya dulu ya, Den,” pamit wanita paruh baya itu lalu melangkah menuju teras belakang rumah. Randy yang merasa penasaran, akhirnya memutuskan untuk melihat siapa tamu yang ingin bertemu dengan mamanya. Gue penasaran, siapa Rayana itu? mana tadi Bibi bilang dia masih muda. Gak mungkin ‘kan kalau dia temannya Mama. Randy menatap gadis yang duduk di sofa ruang tamunya yang saat ini tengah memindai setiap sudut ruang tamunya. Randy mengernyitkan dahinya. Tunggu ... tunggu. Kenapa gue merasa wajahnya gak asing ya? apa gue pernah bertemu dengannya? Kedua mata Randy seketika membulat, saat ia mengingat tentang siapa gadis itu. Astaga! Dia kan cewek yang waktu itu! dia yang .... Randy langsung membungkam mulutnya. 'Untuk apa dia datang ke rumah gue? Darimana dia tau alamat rumah gue? Bisa mati gue, kalau dia sampai mengadu ke Mama tentang apa yang waktu itu gue lakuin sama Riska!’ gumamnya dalam hati. Randy langsung bergegas menghampiri Ranaya. “Lo ikut gue!” serunya sambil menarik tangan Rayana. Apa yang Randy lakukan, tentu saja membuat Rayana terkejut. Dengan tiba-tiba, tanpa permisi, tangannya langsung ditarik dengan paksa oleh Randy. Randy mendorong Rayana sampai tubuh itu menempel di dinding. “Mau apa lo ke rumah gue? Lo tau dari mana alamat rumah gue!” Randy bahkan mencengkram lengan kanan Rayana. “Kenapa lo diam, hah!” serunya saat melihat Rayana yang tetap diam dan tak menjawab pertanyaan. “Ke-kenapa kamu ada disini?” justru pertanyaan yang keluar dari mulut Rayana. “Ini rumah gue. Justru gue yang harus tanya sama lo, kenapa lo ada di rumah gue, hah! Apa lo diam-diam ngikutin gue malam itu, hah!” Kedua mata Rayana membulat dengan sempurna. Ia tak menyangka, kalau rumah yang ia datangi adalah rumah pemuda yang ia temui malam itu. Jadi, dia ini yang akan aku kasih bimbingan belajar? Astaga! Sekarang apa yang harus aku lakukan? Randy semakin mengeratkan cengkraman tangannya pada lengan Rayana, hingga membuat Rayana meringis menahan sakit. “A-aku kesini karena Tante Mila yang memintaku untuk datang kesini,” ucap Rayana dengan suara gemetar, karena rasa takutnya. Tatapan mata Randy begitu tajam, hingga membuat tubuh Rayana gemetar. Randy mengernyitkan dahinya. “Lo kenal nyokap gue?” Rayana menganggukkan kepalanya. Randy melepaskan cengkraman tangannya pada lengan Rayana, saat mendengar suara mamanya. “Gue peringatin sama lo ya! jangan sampai lo bicara macam-macam sama nyokap gue! Kalau lo sampai membicarakan kejadian malam itu, gue akan bikin perhitungan sama lo! Ingat itu!” ancam Randy lalu melangkah pergi meninggalkan Rayana. Mila melihat Randy yang tengah melangkah ke arahnya. “Sayang, apa kamu tadi melihat seorang gadis yang tadi duduk di ....” Mila belum sempat meneruskan ucapannya, ia melihat Rayana dari arah belakang Randy. “Tante pikir kamu sudah pulang.” Mila langsung memeluk Rayana. Rayana menatap ke arah Randy. Begitupun dengan Randy. Bagaimana Mama bisa kenal sama itu cewek? Mila lalu melepaskan pelukannya, lalu menatap Randy. “O ya, Yana, kenalkan ini Randy, anak Tante. Dia yang akan kamu kasih bimbingan belajar,” ucapnya memperkenalkan Randy pada Rayana. Kedua mata Randy membulat dengan sempurna. “Bimbingan belajar? Apa maksud, Mama?” tanyanya terkejut. “Jadi gini, Sayang. Kamu ingat saat Mama menelpon kamu kemarin? Itu Mama pinjam ponselnya Yana. Ternyata Yana ini seorang guru privat. Jadi, Mama secara khusus minta Yana untuk membantu kamu dalam belajar.” “Hah! Belajar! Sama dia!” Randy mengarahkan jari telunjuknya ke arah Rayana. Mila mengernyitkan dahinya. “Sama dia? Kamu sudah kenal sama Yana?” tanyanya penasaran. Randy menelan ludah. ‘Sialan! Gue malah keceplosan lagi!’ umpatnya dalam hati. “Em ... aku gak kenal sama dia, Ma. Tapi kenapa Mama meminta dia untuk memberikan bimbingan belajar sama aku? aku bisa kok belajar sendiri. Aku juga bukan anak kecil lagi, Ma,” protes Randy. Mila mengusap lengan Randy. “Sayang ... dengerin Mama. Mama tau kamu sudah besar, tapi selama ini kamu gak mau fokus sama sekolah kamu. Mama hanya gak ingin sampai kamu tinggal kelas lagi tahun ini. Apa kamu gak malu sama teman-teman kamu yang sekarang menjadi kakak kelas kamu?” Randy melirik ke arah Rayana. Bisa-bisanya mamanya berbicara seperti itu di depan Rayana. Bikin malu aja. “Tapi, Ma ....” “Gak ada tapi-tapi. Pokoknya mulai hari ini, Yana akan membantu belajar kamu. Mama melakukan semua ini juga demi kebaikan kamu.” Mila lalu mengajak Rayana untuk duduk di sofa ruang tamu. Bahkan di meja itu sudah tersedia minuman dan camilan yang disiapkan oleh Bi Surti. “Apa kamu bisa memulainya sekarang? Lebih cepat lebih baik.” Rayana menganggukkan kepalanya. “Bisa, Tan.” Padahal sebenarnya Rayana masih ragu dengan keputusannya untuk menerima tawaran Mila. Tapi, ia bingung saat ingin menolak tawaran itu. “Kalau begitu kamu bisa memulainya sekarang, Tante tinggal dulu. Tante lupa, kalau hari ini Tante ada janji sama teman Tante.” Mila menatap Randy yang masih bergeming ditempat semula. “Sayang, ambil buku pelajaran kamu. Kamu bisa bertanya sama Yana, tentang mata pelajaran yang gak kamu mengerti.” Randy mendengus kesal. ‘Mimpi apa gue semalem, sampe gue harus ketemu cewek itu lagi!’ umpatnya dalam hati. “Ran! Kenapa kamu malah diam?” “Iya, Ma. Aku ambil buku pelajarannya.” Randy menatap tajam ke arah Rayana. Rayana memilih untuk menundukkan wajahnya. Mila menggelengkan kepalanya. “Kamu gak usah takut, Randy memang keras orangnya. Tapi dia sebenarnya anak yang baik. Dia hanya kesepian, karena Tante gak ada waktu untuk menemaninya selama ini. Pekerjaan yang menuntut Tante untuk selalu meninggalkan Randy sendirian,” ucapnya sambil menepiskan senyumannya. Rayana hanya mengangguk sambil menepiskan senyumannya. Apa yang Randy alami, dulu juga pernah ia alami. Dirinya juga tak bisa menghabiskan waktu bersama dengan ayahnya, karena ayahnya selalu sibuk bekerja. Tapi, ia beruntung, masih ada ibu yang selalu ada bersamanya. Mila meninggalkan Rayana saat Randy datang. Kini di ruang tamu itu hanya ada Randy dan Rayana. Ingin tau apa yang dirasakan Rayana saat ini? Tubuhnya gemetar. Keringat dingin bahkan mengalir di kedua telapak tangannya. Apalagi saat kedua mata elang Randy menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Jantung Rayana bahkan semakin bertalu. Bukan karena ia terpesona dengan ketampanan pemuda yang saat ini duduk di depannya dan sedang menatapnya. Tapi, jantungnya berdetak dengan sangat cepat, karena rasa takut yang saat ini menderanya. Randy melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Kenapa lo menerima tawaran nyokap gue untuk memberikan les privat sama gue? Apa lo butuh duit?” “Aku hanya melakukan tugas aku, karena memberikan les privat adalah pekerjaan aku.” Rayana bahkan tak berani menatap kedua mata Randy. “Tapi gue gak butuh bimbingan belajar dari lo.” Rayana akhirnya memberanikan diri untuk menatap kedua mata Randy. “Benarkah? Kalau kamu sudah merasa pandai, kenapa kamu sampai tinggal kelas tahun ini?” sindirnya. Randy mengepalkan kedua tangannya. ‘Sialan nih cewek!’ umpatnya dalam hati. “Lebih baik sekarang lo pulang. Gue lagi gak mood untuk belajar. Apalagi harus diajari sama lo!” Rayana tetap duduk di tempatnya. Ia lalu mengambil buku paket matematika yang Randy letakkan diatas meja. “Kita mulai belajar pelajaran matematika. Aku yakin, kamu gak tau apa-apa soal rumus matematika.” Randy mengambil paksa buku paket itu dari tangan Rayana. “Lo gak berhak buat ngatur gue! Lebih baik sekarang lo keluar dari rumah gue!” Rayana mengambil nafas, lalu membuangnya secara perlahan. Ia melakukan itu untuk meredam amarahnya karena sikap keras kepala bocah tengil yang saat ini duduk di depannya sambil melipat kedua tangannya didepan dadanya. “Ok, hari ini anggap saja sebagai perkenalan. Besok aku akan datang kesini lagi.” Randy menyunggingkan senyumannya. “Lo gak perlu datang kesini lagi. Gue gak butuh bimbingan belajar dari lo!” serunya sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Rayana. “Aku gak akan datang ke rumah ini lagi, kalau mama kamu yang memintanya langsung sama aku. Tapi kalau gak, aku akan tetap datang kesini, meskipun kamu menolak,” ucap Rayana lalu mengambil tas selempang nya dan memakainya kembali. Rayana beranjak dari duduknya. “Kalau kamu memang gak ingin mendapatkan bimbingan belajar dari aku, maka tunjukkan sama mama kamu, kalau kamu sudah pandai dan gak butuh bantuan dari aku,” ucapnya dengan sinis. Rayana yang ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba menghentikan gerak kakinya. “O ya, jangan lupa besok sore persiapkan diri kamu. Aku gak akan setengah-tengah dalam memberikan bimbingan belajar sama anak didik ku. Tak terkecuali kamu,” ucapnya lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan itu. Randy mengepalkan kedua tangannya. “Sialan itu cewek! Bisa-bisanya dia ngancem gue kayak gini!” geramnya. Gue akan buat dia menyesal, karena sudah berani nantang gue secara terang-terangan. Gue ingin lihat, berapa lama dia akan betah memberikan bimbingan belajar sama gue. Gue akan bikin dia menyerah dengan sendirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN