Anak.

1065 Kata
“A-apa maksudmu, Lisa? Jangan membuat pertanyaan yang ambigu!” tegas Miranda dengan wajah tidak Sukanya. Melihat ekspresi Miranda dan mendengar jawaban sahabatnya itu, membuat Lisa tertawa terbahak-bahak. Ia tidak menyangka bahwa Miranda akan merespon dengan sangat serius pertanyaannya itu. Padahal, jelas-jelas Lisa hanya bercanda dan tahu pasti bahwa Roy tidak memiliki rahasia apapun di belakangnya. Jika memang pun Miranda mengetahui hal penting tentang Roy, Lisa sangat yakin bahwa sahabatnya itu pasti akan memberitahukan padanya tanpa ia meminta dan bertanya seperti itu. Sebesar itu kepercayaan Lisa pada Miranda selama ini. Bahkan ia sangat yakin bahwa Miranda akan selalu menjadi sahabat terbaiknya dan setia dalam segala keadaan. “Kenapa kau malah tertawa?” tanya Miranda tidak suka dengan sikap Lisa. Menurutnya, sekarang Lisa semakin menjadi-jadi dan semena-mena padanya. Bahkan Lisa sudah tidak lagi menghargai perasaannya. Jika berbicara, Lisa tidak pernah memikirkan perasaan Miranda apakah akan terluka atau tidak. Memang, antara mereka sudah biasa bicara terbuka dan blak-blakkan. Namun, sejauh ini itu tidak berlaku pada masalah-masalah internal yang sangat spesifik atau mendetail. “Maaf, Sayang. Kau terlalu lucu dan sensitive. Apakah sekarang jadwal tamu bulananmu datang?” tanya Lisa yang terlihat susah menghentikan tawanya. “Sepertinya perasaanku memang sangat sensitive akhir-akhir ini. bagaimana jika ternyata aku hamil? Sepertinya, tamu bulananku belum datang-datang juga,” ungkap Miranda dan saat ini mendadak wajah Lisa yang terlihat kaget dan pucat. “Bagaimana bisa kau hamil, Mir?” tanya Lisa tak percaya. “Tentu saja karena aku bercocok tanam. Memangnya kau pikir aku bisa hamil sendiri tanpa ada yang membuahi?” jawab Miranda kesal karena pertanyaan Lisa terlalu konyol. “Maksudku, bagaimana bisa kau sampai hamil begitu? Apa kau tidak menyuruh pasanganmu memakai balon karet yang menyebalkan itu? Atau kau tidak melakukan suntik pencegah kehamilan seperti biasa? Siapa ayah anak itu, Mir?” “Banyak sekali pertanyaanmu, Lisa? Yang mana harus kujawab terlebih dahulu?” “Siapa ayahnya?” tanya Lisa tak ingin lebih lama berkelit-kelit. “Mungkin saja … hmm … apa mungkin Roy?” tanya Miranda dengan ragu-ragu dan ekspresi yang sangat serius di depan Lisa. Mendengar jawaban Miranda, tenggorokan Lisa tercekat. Napasnya seakan ingin berhenti berhembus. Detak jantungnya berpacu dengan irama nadi yang kini mengalirkan darah dlam tubuhnya. Terasa hangat dan seakan menyatu dengan cepat membuat tubuh Lisa terasa panas dingin. Seperti itu lah rasanya saat ia mendengar pertanyaan Miranda itu. Bagaimana jika memang suaminya sudah menghamili wanita lain? Mungkin, suaminya tidak pernah salah selama ini. Mungkin saja yang salah memang dirinya karena tidak memiliki rahim subur, tidak sehat, atau alasan lainnya. Lisa yakin bahwa Roy adalah lelaki yang sehat dan sangat subur. Calon anak yang ia semprotkan terus ke dalam rahim Lisa adalah bibit bibit unggul dan berkualitas tinggi seperti pemiliknya. Jadi, Lisa memikirkan hal itu sekarang. Melihat ekspresi serius Lisa saat ini, justru membuat Miranda tidak tega untuk meneruskan sandiwara dan candaannya. Terlebih lagi bahwa Lisa sedang mengalami masalah berat dengan suaminya itu. Miranda takut menambah beban pikiran dan mental pada Lisa saat ini. namun, tentu hal itu tidak menutup kemungkinan benar-benar terjadi di kemudian hari. Mengingat betapa besar usaha Miranda dalam menggapai tubuh Roy untuk bisa naik ke atas ranjang bersamanya. Miranda tertawa terbahak bahak melihat Lisa begitu serius mendengar pengakuan palsu darinya. Namun, meski Lisa tahu bahwa Miranda hanya bercanda saja. Perkataan Miranda masih melekat di dalam hatinya. “Aku tahu kau hanya bercanda, Mir. Tapi …,” ucapnya terputus dengan wajah ketidakberdayaan. “Tapi apa?” tanya Miranda penasaran. “Tapi, bagaimana kalau hal itu memang benar dan terjadi pada wanita lain? Bagaimana jika Roy memang tidur dan menghamili wanita lain di belakangku, Mir?” tanya Lisa dengan raut wajah takut. “Apa-apaan kau ini? Bukannya tadi kau sangat yakin bahwa suamimu itu bahkan tidak akan melirik wanita lain selain dirimu seorang? Lalu, tiba-tiba sekarang kau meragukan kesetiaannya? Sungguh konyol!” tanya Miranda bertubi-tubi dan berdecak kesal pada Lisa. Miranda masih mencoba untuk bersikap seolah ia adalah sahabat yang baik dan perhatian pada Lisa. Saat ini, tidak ada yang dibutuhkan Lisa selain support dan tentu saja sedikit pujian serta pembelaan. Bagi Miranda, masih terlalu dini jika Lisa mengetahui semuanya sekarang. Lagi pula, Miranda baru sekali bercinta dengan Roy dan Roy tampaknya belum seratus persen terjerat oleh pesonanya. Jadi, Miranda masih butuh banyak waktu untuk bisa membuat Roy benar-benar berada di dalam pelukannya dan bahkan membuat Roy memilih dirinya. Jika saja saat ini semua sudah terbongkar, bukan tidak mungkin jika Roy mengaku salah pada Lisa dan meminta maaf. Kemudian Lisa memaafkan kekhilafan Roy, mereka bisa hidup bahagia seperti dulu sementara Miranda terdepak jauh dari kehidupan keduanya. Lelakinya tidak ia dapatkan, sahabat ia hilangkan. Belum lagi sanksi sosial yang harus ia terima. Predikat seorang janda yang gatal dan perebut suami orang akan melekat dengan jelas di tubuhnya. Akan membuat Miranda susah untuk melanjutkan hidupnya di kemudian hari. Miranda masih melihat Lisa diam dan ragu setelah mendengar pertanyaan yang ia lontarkan. Dengan cepat Miranda mendekat dan memeluk tubuh Lisa dengan erat, seperti sedang mentransfer energi untuk Lisa agar bisa terus kuat dan bersemangat dalam menjalani kehidupannya. “Percayalah padaku! Roy mu itu tidak akan pernah berpaling darimu. Apa yang kurang darimu? Kau cantik, kau cerdas, kau wanita karier, kau bisa menjadi istri yang baik dan melayani suami dengan maksimal.” Miranda memuji Lisa dengan santai. “Ada, Mir. Aku ada kekurangan yang membuat Roy mungkin saja mencarinya pada diri wanita lain,” ucap Lisa dengan sedikit sedih. Nada bicaranya terdengar bergetar dan ia mengurai pelukan dari Miranda. “Apa?” “Anak!” Miranda diam. Begitu pun dengan Lisa. Keduanya saling diam dan berpacu dalam kebisuan, seolah memberi ruang dan waktu untuk saling merenungkan jawaban yang baru saja terlontar dari mulut Lisa. “Apakah adanya seorang anak menjamin bahwa kehidupan kalian akan bahagia nantinya?” tanya Miranda kemudian membuat Lisa bahkan tak sanggup berkata-kata. “Aku yakin hanya itu lah yang mampu membuat Roy merasa bahagia dan utuh sebagai seorang pria. Anak lah yang selama ini dia nantikan hadir dalam tahun-tahun pernikahan kami. Meski memang tidak pernah ia lontarkan dari bibirnya padaku.” Lisa berkata dengan suara parau. Seolah ia baru saja mengerti bagaimana perasaan Roy yang paling dalam. “Lalu, jika memang hanya karena ingin memiliki seorang anak alasan Roy meniduri seorang wanita, tanpa ada rasa cinta untuknya, apa kau akan bisa menerimanya kembali sebagai suamimu dan menerima anak itu sebagai anakmu juga?” tanya Miranda membuat d**a Lisa terasa sesak hanya dengan membayangkannya saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN