"Hei, apakah kalian telah mendengarkan lagu terbaru Mia? Kemarin aku datang ke konsernya, dan dia bahkan lebih hebat dari yang selama ini aku lihat di televisi. Di akhir konsernya itu, aku benar-benar tidak menyangka dia akan menyanyikan lagu yang bahkan belum dirilis resmi di akun agensinya!"
"Ah ya benar! Aku juga mendengarnya. Lagu yang dia buat selalu bagus dengan lirik yang dalam. Andai saja aku menabung sejak dulu sepertimu, aku mungkin bisa melihatnya secara langsung kemarin."
"Menabunglah mulai sekarang, agar kamu bisa datang ke konser comebacknya nanti."
Mata Mia berkedip kagum saat dia diam-diam melihat sekumpulan gadis sekolah tengah membicarakannya begitu sekolah telah selesai. Sepanjang kariernya, Mia hanya bisa keluar sesekali itu pun dengan dikelilingi bodyguard pilihan Enzo. Ketika dia keluar, orang-orang hanya bisa mengaguminya dari jauh hingga Mia jarang mendengar komentar pujian jujur seperti saat ini. Mia mencoba mendekati mereka untuk mengucapkan terima kasih karena telah menyukainya. Tapi ketika dia ingat orang-orang mungkin akan menimbulkan kerusuhan jika dia membuka penyamarannya saat ini, Mia hanya bisa kembali berjongkok di trotoar lalu menatap murid-murid lain yang perlahan keluar dari lingkungan sekolah.
"Ah, aku ingin mampir ke toko kue yang baru buka itu!"
"Hari ini kita akan ke rumahmu untuk menyelesaikan tugas kan?"
"Sial...... Nilainya jelek sekali di ujian sebelumnya. Jika aku harus meminta tanda tangan ibuku, dia pasti akan memarahiku dan melarangku bermain ponsel untuk beberapa hari."
"Uh....... Aku lelah sekali setelah piket..."
Semua suara ramai yang berada di sekitarnya Mia dengarkan dengan ekspresi serius. Bibirnya sesekali tersenyum, saat Mia mendapati beberapa orang berwajah bahagia saat mereka keluar dari gerbang sekolah dengan teman-teman mereka. Rasanya, Mia juga ingin memakai seragam para anak muda itu dulu.
Sejak kecil, Enzo hanya mengatur homeschooling untuknya. Semua guru, tutor, bahkan orang-orang di agensinya hanya selalu memperlakukannya dengan rasa hormat. Mia tidak pernah memakai seragam, apalagi mengerti apa yang para siswa itu maksud dengan tugas dan dimarahi oleh orang tua karena nilainya buruk. Jika dia lelah, semua orang di sekitarnya akan langsung memintanya beristirahat tanpa melakukan apa pun lagi. Jika dia kesulitan untuk belajar, tutornya akan memintanya santai dan mengulang pelajaran dengan sangat sabar. Melihat perjuangan orang-orang di depannya sekarang, Mia kadang kala juga ingin menjalani kehidupan 'normal' seperti anak-anak itu.
Mia tidak pernah menyalahkan Enzo karena terus mengatur hidupnya agar dilindungi oleh pengaruh Enzo. Enzo melakukan semua itu untuk kebaikannya, Mia bisa mengerti akan hal itu. Tapi jika sesekali Mia penasaran untuk melihat interaksi orang-orang biasa, gadis itu juga tidak bisa menahan sedikit perasaan irinya pada anak-anak seumurannya yang bisa bersekolah dengan bebas. Mereka tidak ditakuti jika mengucapkan kata lelah. Mereka tidak membuat orang khawatir jika sulit menyelesaikan sesuatu. Dan yang lebih penting, mereka bisa pergi kemana pun tanpa khawatir sesuatu terjadi pada mereka.
Mia tidak pernah merasakan semua itu bahkan setelah dia telah bebas sekarang. Mia sudah sadar bahwa posisinya sekarang tidak akan membiarkannya bisa berjalan dengan santai lagi di bawah sinar matahari. Tidak dulu maupun sekarang, Mia lebih memilih hidup dalam kurungan demi membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
Jika dia bertanya pada dirinya sendiri apa dia sebenarnya bisa hidup 'normal' seperti remaja-remaja itu, Mia juga sebenarnya tidak yakin tentang jawabannya sendiri.
Setelah semua, Mia memang hanya tau dunianya dimulai dengan rantai yang mengikat hidupnya. Dan ketika dia diselamatkan oleh keluarga Enzo, dia hanya tahu dunia indah yang dia jalani semuanya diciptakan oleh pria itu.
Dia tidak akan pernah bisa hidup sendiri, dan dia takut untuk sendirian lagi.
Dengan pakaian serba tertutup dengan masker dan kacamata hitam, beberapa siswa menyempatkan diri untuk menatap aneh Mia yang berjongkok di trotoar yang berhadapan langsung dengan sekolah menengah atas yang sedari tadi diamati oleh gadis itu. Sudah ada sejam sejak dia yang berhasil keluar dari apartemen Enzo malah memutuskan untuk melamun disana. Seorang satpam sekolah baru saja hendak menghampirinya, saat titik-titik air hujan mulai turun ke muka bumi.
Guyuran hujan yang tidak seberapa itu nyatanya sukses membuat tubuh Mia kaku seketika. Tubuhnya perlahan bergetar, saat dengan cepat dia bangkit dari posisi jongkoknya.
"HEI, JANGAN KABUR!"
Suara panggilan dua orang satpam yang memanggilnya karena curiga dengan gerak-geriknya tidak lagi Mia hiraukan. Nafasnya mulai memendek, saat kakinya melangkah cepat untuk mencari jalan kembali ke rumahnya saat ini.
"Paman dan Bibi ingin menebus kesalahan mereka yang tidak bisa selalu bersamamu dengan jalan-jalan kali ini Mia. Um, bagaimana jika kalian pergi ke kebun binatang? Kamu selalu ingin melihat hewan-hewan yang kau lihat di televisi secara langsung bukan?"
"Aku ingin........... Ke kebun binatang....."
"Kebun binatang? Baiklah, Bibi akan meminta Paman untuk bersiap. Kita akan ke kebun binatang oke?"
Tubuhnya semakin gemetar tidak terkendali saat ingatan masa lalu mulai memenuhi pikirannya. Mia mulai kehilangan arah, saat kakinya tanpa peduli mulai menyebrangi jalanan kota yang tengah ramai dilalui oleh kendaraan.
Ckit
Mia terdiam saat sebuah mobil mewah tiba-tiba saja berhenti dengan paksa tepat di samping tubuhnya. Gadis itu tidak sadar sama sekali, bahwa dia baru saja menyebrangi jalan saat tanda menyebrang masih lah berwarna merah.
Tindakannya itu telah menarik perhatian beberapa pejalan kaki yang tengah lewat. Dengan tangan bergetar Mia mencoba menahan atribut penyamarannya, sebelum malah bergerak menghampiri mobil mewah tersebut dengan tergesa-gesa. Mia baru saja hendak mengetuk kaca mobil tersebut, saat seorang pria berpakaian rapi keluar telah terlebih dahulu keluar dari mobil tersebut dengan payung di salah satu tangannya.
"Kamu gila ya?! Kenapa kamu tidak juga menyingkir? Kamu menghalangi jalan kami dasar aneh!"
Dengan segenap harapan, Mia malah menatap pria yang tengah marah padanya tersebut dengan wajah memohon. Wajahnya merah, saat dia memegang tangan pria tersebut dengan harapan besar.
"To-tolong bawa aku pulang Tuan..... A, alamatku ada di kartu nama ini. Ru, rumahku ada di lantai teratas...... Seseorang pasti akan menjemput saat kita telah tiba di lantai atas, aku..... Aku harus kembali....... Akan jadi masalah besar jika seseorang sampai melihat keadaanku saat ini......."
"Apa yang- Hei, kamu baik-baik saja?!"
Pria asing tersebut berubah panik saat tubuh Mia tiba-tiba malah oleng ke arahnya. Ketika dia lihat baik-baik, ternyata selama ini tubuh gadis itu bergetar hebat dengan keringat dingin bercampur air hujan yang membasahi tubuhnya. Gigi kelinci yang mengintip dari bibirnya yang gemetar terdengar beradu keras dengan gigi lainnya. Mata Mia mulai tidak fokus, saat serangan paniknya hanya membuat pikirannya berubah semakin kacau.
"Tuan...... Tolong bawa aku masuk...... A, aku seorang penyanyi....... Akan buruk jika seseorang melihat wajahku saat ini......"
"Ya Tuhan!"
Baru saja Mia selesai berucap, tubuhnya malah semakin lemas hingga jatuh menimpa pria asing itu sampai payung yang ada di tangannya jatuh ke tanah begitu saja. Pria itu tidak bisa percaya bahwa gadis aneh yang menahan mobil bosnya itu akan pingsan begitu saja di depannya. Orang-orang kini mulai menatapnya sambil berbisik satu sama lain. Beberapa bahkan mulai mengeluarkan ponsel mereka, belum lagi suara klakson mobil di belakang mereka membuat pria itu tidak bisa memilih hal lain selain mengetuk jendela penumpang tempat bosnya menunggu dengan tenang sedari tadi.
"Bos, anak ini pingsan! Apa kita harus mengantarnya kembali seperti permintaannya Bos? Sepertinya meninggalkannya begitu saja hanya akan menambah masalah kita saat ini Bos."
Di dalam mobil yang tenang, duduk seorang pria tampan yang kini menatap orang kepercayaannya itu dengan tatapan tajam. Dalam sekejap tatapannya beralih pada gadis yang pingsan dan tengah ditahan oleh orang kepercayaannya tersebut. Pria itu berdecak, saat suara teriakan tidak sabar pengguna jalan lain mulai terdengar dari arah belakang mobilnya.
"Bawa dia masuk. Kita akan membawanya ke alamat yang dia berikan. Kamu hanya punya waktu sejam untuk mengantarnya kembali Leon."
Dengan jengkel, pria itu akhirnya memutuskan untuk menolong Mia daripada membuat masalah di perjalanan pulangnya. Mendengar jawaban bosnya, pria bernama Leon itu mengangguk dan menyelesaikan semuanya dengan cepat. Leon menempatkan gadis pingsan itu di bangku depan saat dia ingat bosnya itu tidak akan suka jika baju basah gadis itu sampai mengotori kursi belakang mobilnya.
Mobil melaju cepat setelahnya, membelah hujan deras yang turun membasahi kota padat tersebut.
*****
"Ya Tuhan........ Aku benar-benar tidak menyangka dia adalah penyanyi terkenal itu..... "
Di dalam mobil, Leon bergumam tidak percaya saat wajah gadis aneh itu terpapar setelah dia membuka kacamata beserta masker yang menutupi wajah muda tersebut. Leon adalah pria yang senang melihat televisi dan media sosial ketika dia memiliki waktu senggang, sehingga wajah Mia jelas memiliki bekas tersendiri di ingatannya.
"Ya ampun Bos, aku tidak menyangka akan ada saat dimana aku akan mengantar gadis luar biasa ini dengan kedua tanganku sendiri. Aku jarang memuji seorang penyanyi, tapi suaranya memang nyaman di telinga banyak orang Bos. Aku bahkan mengoleksi beberapa albumnya, dan hampir semua lagu itu dibuat sendiri olehnya loh. Walaupun jelas merupakan hal aneh bintang besar sepertinya sampai berkeliaran sendirian di jalan seperti tadi, tapi aku bisa menganggap pertemuan ini sebagai keberuntungan sekali seumur hidup. Aku kini tidak harus datang ke konsernya untuk melihat gadis ini secara langsung Bos."
Victor, pria yang duduk di bangku belakang sedikit mengangkat alisnya atas perilaku tidak biasa yang ditunjukan oleh Leon. Leon adalah pria yang cerdas, dia tidak akan memuji orang sembarangan hanya karena wajah gadis itu sedikit imut dan enak untuk dipandang. Victor yang sedikit penasaran memajukan tubuhnya, menatapi wajah gadis pingsan itu tanpa membalas ucapan Leon sedikit pun.
"Sekarang mari kita lihat alamatnya. Jalan XX........ Um..... Bos?"
Victor baru mengalihkan pandangannya dari Mia saat Leon tiba-tiba memanggilnya dengan nada ragu-ragu. Lelaki dewasa itu berkali-kali membaca satu per satu kata yang tertera di kartu nama yang terlihat mahal tersebut, sebelum dia menatap lama Mia yang tengah pingsan di sebelah kursinya.
"Ada apa?"
Victor berkata dengan tidak sabar saat Leon malah menatap Mia seperti dia baru saja kehabisan kata-kata. Leon baru sadar kembali saat Victor bertanya padanya dengan nada jengkel. Pria itu menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal, sebelum berucap dengan hati-hati untuk menjawab pertanyaan Verron.
"Dia....... Gadis ini sepertinya memiliki hubungan khusus dengan Enzo, Bos. Kartu nama ini milik Enzo, dan alamat tempatnya tinggal adalah wilayah apartemen khusus yang dimiliki oleh pria itu. Aku tidak pernah tahu bahwa Enzo senang menyimpan seorang penyanyi sebagai kekasihnya seperti ini. Tapi sampai bisa memiliki kartu nama khusus milik pria itu, gadis ini sepertinya sedikit disayangi oleh pria tempramental tersebut."
Alis Victor menyatu tajam saat Leon telah selesai dengan kalimatnya. Tubuhnya kembali mundur, sementara jari-jarinya mengetuk pahanya dengan gerakan tidak sabar saat Victor berusaha memikirkan sesuatu.
"Sekarang bagaimana Bos?" Tanya Leon tidak enak. Sejak dulu, kelompok mereka dengan kelompok Enzo memang tidak memiliki hubungan yang baik. Walaupun tidak sampai titik dimana mereka akan saling bunuh jika kebetulan berada di tempat yang sama, keduanya jelas tidak akan suka jika wilayah mereka didatangi oleh salah satu pihak. Sekarang memiliki seorang gadis yang kemungkinan besar memiliki hubungan langsung dengan Enzo, yang sepertinya menspesialkan Mia, Leon sendiri bahkan tidak ingin lagi mengantar gadis itu pulang ke alamat yang diberikan sekalipun Mia adalah idolanya.
"Kita belum bisa memastikan dia itu terkait dengan kelompok Enzo atau bukan hanya dengan satu kartu nama, Leon. Tidak ada melibatkan orang di luar anggota dalam urusan organisasi sebelum kita benar-benar yakin. Apa kamu sudah terlalu bodoh sampai lupa akan peraturan itu?"
Leon mendadak terdiam saat Victor terlihat seperti bisa membaca pikirannya dan langsung memberi tahu keputusannya sendiri dengan nada dingin kepadanya. Leon tahu pasti apa yang telah terjadi pada Victor sampai pria itu benci melibatkan orang luar dalam masalah mereka. Leon ada di sana saat itu, melihat bagaimana Victor hancur karena masalah mereka telah melibatkan adik kesayangan pria tersebut.
Di satu sisi jika mereka bisa menggunakan Mia demi keuntungan organisasi mereka sendiri saat ini. Mereka mungkin bisa membuat pria seperti Enzo berhutang budi pada mereka karena peristiwa tidak terduga ini. Namun di sisi lain.........
Yah, Leon juga sebenarnya tidak tega melihat seseorang yang kemungkinan besar tidak bersalah ini kembali digunakan demi kepentingan mereka.
"Maafkan aku Bos. Aku tidak berpikir dengan jernih sebelumnya."
Setelah Leon menyadari kesalahannya, pria itu segera meminta maaf dengan tulus pada Victor. Pria itu membalasnya dengan anggukan kecil, setidaknya dia juga tahu sifat sebenarnya dari orang kepercayaannya tersebut.
"Kita hanya akan mengantarnya, lalu kembali tanpa melakukan konfrontasi apa pun setelah itu. Aku yakin Enzo tidak akan menolak jika kita datang hanya untuk mengembalikan kenalannya. Karena orang bodoh tidak akan pernah bisa mengembangkan organisasinya sampai sejauh itu," ujar Victor memberitahu.
Leon mengangguk sebagai balasan. Enzo mungkin dikenal sebagai pribadi yang kejam. Tapi pria itu juga dikenal sebagai pribadi yang adil dan masuk akal dalam membuat keputusan. Jika niat mereka hanya ingin menolong seseorang, Enzo tidak mungkin bertindak bodoh dan menyerang bosnya dalam situasi apa pun juga.
Sekarang Leon hanya bisa berharap, mereka bisa mengembalikan gadis ini ke rumahnya tanpa masalah apa pun.
To be continued