08 - Godaan.

2356 Kata
  "Queen stop," lirih Auriga dengan mata terpejam. Kedua tangan Auriga menahan kedua tangan Queen yang sejak tadi membelai perut bidangnya dengan gerakan sensual. Deru nafas Auriga semakin memburu dan itu semua karena setiap sentuhan yang Queen lakukan di setiap inci tubuhnya mampu menyulut api gairahnya.    Auriga pikir Queen akan berhenti tapi ternyata dugaan Auriga sangat salah. Queen kembali menggodanya, kali ini tidak menggunakan kedua tangannya yang masih Auriga tahan, tapi Queen menyentuh perut sixpacknya menggunakan lidahnya yang terasa menyapu setiap inci tubuh bagian depannya.   "Eungh...." Tanpa sadar Auriga mendesah saat lidah Queen menyentuh salah satu titik paling sensitif di lehernya.    Desahan yang lolos dari mulut Auriga semakin membuat Queen terpacu untuk melakukan yang lebih dari sekedar belaian. Rasanya Queen ingin sekali membuat tanda kissmark di leher Auriga, tapi Queen takut kalau Auriga marah padanya.    "s**t!" umpat Auriga dalam hati. Padahal Queen baru membelainya, tapi ia sudah merasa begitu tersiksa dan Auriga berharap kalau Queen menghentikan aksinya sekarang juga, cukup sampai di sini saja.     Queen mendongak, melihat Auriga yang sepertinya sangat tersiksa. Queen mengurungkan niatnya untuk menggoda Auriga, merasa kasihan saat melihat betapa tersiksanya Auriga.   Queen mengalungkan kedua tangannya pada leher Auriga, dengan kepala yang kini bersandar manja di bahu kanan Auriga, memeluk Auriga dengan begitu erat.   Wajah Queen menghadap tepat pada ceruk leher Auriga, membuat Auriga bisa merasakan deru nafas hangat Queen yang menerpa ceruk lehernya, membuat bulu kuduk Auriga sontak meremang.    Auriga menoleh, beradu pandang dengan Queen yang menatapnya dengan tatapan menggoda. Lagi-lagi Auriga mengumpat, merutuki godaan yang sejak tadi Queen berikan. Jika saja ia dan Queen sudah sah, maka ia pasti sudah menyerang Queen sejak tadi.    "Kenapa?" tanya Queen dengan tangan kanan yang kini membeli mesra tengkuk Auriga. Queen bukan wanita polos dan ia tahu kalau Auriga merasa benar-benar tersiksa, terlihat jelas dari kedua matanya yang berkabut penuh dengan gairah membara.   "Berhenti untuk menggoda Kakak Queen," jawab Auriga dengan suara serak dan mata yang kembali terpejam.   Queen mendekatkan wajahnya, mengecup mesra sudut bibir Auriga. Auriga pikir kalau Queen hanya mengecup bibirnya, tapi lagi-lagi tebakan Auriga salah. Queen bukan hanya mengecup bibirnya, tapi kini melumat dengan mesra bibirnya.   Auriga membuka matanya dan ia melihat Queen yang memejamkan matanya. Auriga menahan tengkuk Queen saat Queen akan menjauh darinya, mengakhiri ciuman mereka.   Tidak semudah itu, Auriga masih belum puas dan ingin kembali menikmati manis dan lembutnya bibir Queen.   Queen membuka matanya, beradu dengan netra hitam Auriga yang juga sedang menatapnya. Keduanya kembali berciuman dengan pandangan yang saling bertaut.    Perlahan tapi pasti, Auriga membaringkan Queen di sampingnya dan kini ia berada tepat di atas tubuh Queen. Auriga semakin memperdalam ciumannya, membuat Queen kewalahan dan tak bisa mengimbangi ritme ciuman Auriga yang semakin lama semakin cepat.   Auriga melepas bibir Queen dari lumatannya saat ia sadar kalau Queen butuh waktu untuk bernafas. Deru nafas Queen dan Auriga sama-sama memburu dan saling menerpa wajah satu sama lainnya, bahkan bibir keduanya sama-sama membengkak, tentu saja bibir Queen lebih parah.     "Kita harus berhenti, Kakak tidak mau kebablasan lagi seperti sebelumnya." Auriga berniat menjauh dari atas tubuh Queen, tapi Queen malah melingkarkan kedua kakinya pada pinggang Auriga, membuat Auriga tidak bisa menjauhi Queen.   "Queen mau," lirih Queen yang sontak saja membuat kedua mata Auriga membola dengan sempurna.   "Akh!" Teriak Auriga frustasi. "Kamu jangan mau dong, seharusnya kamu menolak."    Queen sontak tertawa, merasa puas saat melihat raut wajah Auriga yang terlihat frustasi dan saat Queen tertawa, Auriga melepas belitan kedua kaki Queen dari pinggangnya, lalu kembali berbaring di samping Queen.   "Eh, Kakak mau kemana?" Queen  menahan tubuh Auriga saat Auriga akan beranjak menuruni tempat tidur.   "Kakak mau ke kamar mandi."    "Ikut," sahut Queen dengan antusias.   "Kamu enggak boleh ikut, diam saja di sini." Auriga kembali mendorong Queen agar Queen kembali tertidur.   "Loh, memangnya kenapa kalau Queen mau ikut?"    "Kakak mau mandi Queen," sahut Auriga dengan ketus dan raut wajah masam.   "Ya sudah, Queen ikut." Queen tentu saja tidak sungguh-sungguh dengan apa yang baru saja ia katakan karena sebenarnya ia hanya ingin menggoda Auriga.    "Tidak boleh!" Tolak Auriga dengan tegas. "Sudah ah, Kakak mau mandi dulu." Dengan lembut. Auriga melepas tangan Queen yang sejak tadi memegang tangannya, lalu berlari menuju kamar mandi. Begitu sampai di kamar mandi, Auriga langsung mengunci pintu kamar mandi, takut kalau Queen masuk.   Sementara Queen tertawa terbahak-bahak. gemas saat melihat wajah merah padam Auriga yang menahan gairah dan juga, meskipun sekilas, tapi Queen bisa melihat kalau celana Auriga mengembung.    Queen memilih untuk bermain game di ponselnya, game yang sudah hampir satu bulan ini ia gandrungi.    15 menit berlalu. Queen sontak menoleh begitu mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka dan keluarlah Auriga dengan handuk yang melilit pinggangnya. Sedangkan tubuh bagian atasnya di biarkan terexpose, membuat siapapun yang melihatnya akan tergoda, termasuk Queen.    Tanpa sadar, Queen meneguk kasar ludahnya, tak menyangka kalau ia akan melihat pemandangan seindah ini. Auriga yang baru saja selesai mandi, jauh terlihat lebih tampan di tambah dengan tetesan air dari rambut basahnya, semakin menambah keseksian Auriga.    Queen segera menuruni tempat tidur, berlari menghampiri Auriga yang saat ini sedang berjalan menuju walk in closet.    "Mau apa?" tanya Auriga dengan tatapan penuh curiga.   "Mau peluk Kakak," jawab Queen dengan senyum manis.    "Peluknya nanti saja kalau Kakak sudah pakai baju. Tubuh Kakak masih basah." Auriga kembali melanjutkan langkahnya dan itu membuat Queen kesal.    "Maunya sekarang." Dan tanpa menunggu persetujuan Auriga, Queen mendekati Auriga, memeluk Auriga dengan erat.   Queen memejamkan matanya, mulai mengendusi leher Auriga yang menguarkan aroma wangi. Auriga terkejut dengan apa yang kini Queen lakukan dan mencoba untuk melepas pelukan kedua tangan Queen dari pinggangnya, tapi Queen malah semakin mengeratkan pelukannya.    "Queen jangan mulai lagi!" Peringat Auriga dengan tegas.    "Tubuh Kakak wangi banget, Queen suka," bisik Queen tepat di ceruk leher Auriga, mengabaikan peringatan yang Auriga berikan.   Auriga sontak berbalik menghadap Queen dan pergerakan Auriga yang secara tiba-tiba tersebut membuat Queen terkejut. Queen bahkan hampir saja terjungkal, untungnya Auriga dengan cepat melingkarkan tangan kananya pada pinggang Queen, lalu mendorong Queen agar semakin merapat pada tubuhnya.   "Kamu mengabaikan peringatakan Kakak Queen," desis tajam Auriga. "Jadi jangan salahkan Kakak kalau Kakak lepas kendali."    Lagi-lagi Queen meneguk ludahnya, kali ini bukan karena ia terpesona tapi karena ia takut dengan ancaman yang baru saja Auriga katakan. Jika di lihat dari raut wajah Auriga dan nada bicara Auriga yang tegas, sepertinya Auriga tidak main-main dengan ancamannya.   "Kak," lirih Queen sambil menahan bahu Auriga.    Auriga menaikan salah satu alisnya, menatap Queen dengan intens. "Apa?"    "Qu-queen mau mandi," jawab Queen terbata. Belum juga Auriga menanggapi ucapan Queen, Queen sudah mendorong tubuh Auriga agar Auriga menyingkir dari hadapannya lalu berlari menuju kamar mandi.   "Dasar," gumam Auriga sambil menggeleng. Auriga kembali melanjutkan langkahnya menuju walk in closet, di iringi dengan senyum yang terus menghiasi wajahnya.    Setelah selesai berpakaian, Auriga lantas menuju sofa dan mulai membuka laptopnya, mengerjakan beberapa tugas yang sebelumnya tidak ia selesaikan.   Sepertinya Auriga terlalu fokus pada pekerjaannya sampai tidak sadar kalau kini Queen sudah berada tepat di sampingnya dengan bathrobe yang menutupi tubuhnya.    "Kak."    "Apa sayang?" tanya Auriga sambil berbalik menghadap Queen.    "Queen kan gak bawa baju Kak, terus Queen pakai apa?"    "Pakai baju Kakak juga boleh," sahut Auriga dengan senyum jahil.    "Ih, Queen serius Kak," sahut Queen dengan nada merajuk.    "Baju untuk kamu sudah Kakak siapkan, buka saja lemari yang berada di bagian kanan."    "Benar ya?"    "Iya, kalau enggak percaya cek aja sendiri atau mau Kakak temani?' Auriga berdiri, tapi kedua tangan Queen menahan bahu Auriga dan mendorong Auriga agar kembali berdiri.    "Enggak usah, Queen bisa sendiri."    Auriga mengangguk dan Queen pun segera menuju walk in closet Auriga yang ternyata sangat luas, meskipun masih lebih luas walk in closet miliknya. Queen memutar tubuhnya, menatap takjub walk in closet Auriga yang ternyata sangat rapi, lebih rapi dari walk in closet miliknya.    Queen segera menuju lemari yang tadi Auriga maksud, membuka lemari tersebut lalu mengambil dress berwarna peach, warna kesukaannya. Sebenarnya ada banyak pilihan warna, mulai dari warna merah, hitam, pink, putih dan warna-warna lainnya.   Queen menunduk untuk mengambil pakaian dalam yang tertata rapi dalam laci, menggeleng saat melihat kalau semua merk pakaian dalm tersebut adalah merk ternama.    "Semua ini baru kan? Bukan bekas orang?" tanya Queen pada dirinya sendiri. Queen menoleh ke kanan dan kiri, menatap setiap pojok ruangan, takut kalau ada kamera CCTV yang terpasang, tapi setelah yakin kalau tidak ada kamera yang terpasang, Queen segera memakai pakaiannya.    "Astaga, kenapa semuanya bisa sangat pas," lirih Queen sesaat setelah selesai berpakaian.     Saat Queen keluar dari walk in closet, ia melihat Auriga yang masih duduk di sofa dan fokus menatap layar laptopnya. Queen menghampiri Auriga, berdiri tepat di belakang punggung Auriga.    "Kak." Queen mengalungkan kedua tangannya pada leher Auriga dengan dagu yang kini bertumpu di ubun-ubun Auriga.   "Apa?" Auriga masih fokus pada layar laptopnya, ia sedang membeli tiket pesawat untuknya dan juga Queen.   "Pakaian yang ada dalam lemari itu punya siapa? Kok banyak sekali?"    "Punya kamu Queen."   Tunggu, apa ia tidak salah dengar? Apa Auriga baru saja mengakatkan kalau semua pakaian dalam lemari tersebut adalh miliknya?    "Punya Queen?" tanya Queen memperjelas.   "Iya, Kakak memang sengaja membelikannya untuk kamu."    "Kok Kakak bisa tahu semua ukuran pakaian Queen dan merk pakaian apa yang Queen suka?" tanya Queen tak percaya.    Auriga mendongak bertepatan dengan Queen yang menunduk. "Tentu saja Kakak tahu, kamu lupa ya kalau sebelumnya kita pernah sama-sama saling melepas pakaian satu sama lainnya."    Malam itu, setelah melakukan hubungan intim, Auriga memang sempat memeriksa semua ukuran pakaian Queen, Mulai dari pakaian dalam dan dress yang Queen kenakan, Auriga mengingatnya dengan jelas.    Blush...   Wajah Queen sontak merona begitu mendengar ucapan Auriga. Rona yang membuat Auriga gemas. Tangan kanan Auriga terulur,memegang leher bagian belakang Queen, mendorong agar wajah Queen semakin menunduk sampai akhirnya bibir mereka menempel.   Awalnya, Auriga bermain dengan penuh kelembutan, tapi saat Queen membalas lumatannya, Auriga pun membalasnya dengan rakus.   "Tok... Tok... Tok...." Suara ketukan pintu yang di sususl suara Denita yang memanggil Auriga dan Queen sontak saja membuat Auriga dan Queen sama-sama terkejut. Tautan bibir keduanya pun terlepas, padahal baru sebentar dan keduanya sama-sama belum puas.    "Kakak keluar duluan ya, kamu keringkan dulu rambut kamu. Hair dryernya ada di laci." Queen hanya bisa mengangguk, memejamkan matanya saat Auriga mengecup mesra keningnya.    Auriga segera keluar dari kamar dan Denita tentu saja bertanya di mana Queen, saat Queen tidak ikut keluar dari kamar bersama Auriga. Auriga menjawab dengan jujur pertanyaan Denita, memberi tahu Denita kalau Queen sedang mengeringkan rambutnya karena Queen baru saja selesai mandi.   Denita langsung memberondong Auriga dengan banyak pertanyaan, salah satunya adalah menanyakan apa Auriga kembali menyentuh Queen atau tidak? Auriga  tentu saja langsung menjelaskan kalau ia sama sekali tidak menyentuh Queen dan saat itulah Denita merasa lega.   Tak berselang lama, Queen bergabung bersama dengan Auriga dan Denita, mulai membicarakan konsep pernikahan apa yang Queen inginkan. Queen memberi tahu Denita, bagaimana pesta pernikahan impiannya, sedangkan Auriga hanya diam, mengamati dan mendengarkan dengan seksama tentang apa saja yang Queen katakan.    Cukup lama Queen dan Denita mengobrol dan saat keduanya asyik berbincang, Auriga pamit undur diri. Auriga akan menyiapkan beberapa keperluan yang nanti akan ia bawa ke Jakarta. Setelah semuanya selesai, Auriga kembali menghampiri Denita dan Queen yang masih mengobrol.     "Bu,  Auriga mau berangkat sekarang ya." Auriga menghampiri Denita, duduk di samping kanan Denita. Tadinya Auriga ingin memilih penerbangan terakhir, tapi setelah ia pikir-pikir, kasihan Queen.    "Memang sudah pesan tiket pesawatnya?"    "Sudah Bu, kebetulan dapat yang sore. Kalau pesan yang malam, kasihan Queen, nanti dia kelelahan."    Perasaan Queen menghangat kala mendengar ucapan Auriga yang ternyata begitu perhatian padanya.    "Iya juga sih, kalau pesan yang penerbangan terakhir memang terlalu malam."    "Makanya Auriga pesan yang agak sorean, biar pas sampai Jakarta Queen punya waktu untuk istirahat."     "Ya sudah kalau begitu hati-hati ya, kalau sudah sampai Jakarta tolong kabarin Ibu." Denita melirik Auriga dan Queen secara bergantian dan keduanya pun dengan kompak mengangguk.     "Iya, nanti Auriga hubungi Ibu kalau Auriga dan Queen sudah sampai." Auriga menyalami Denita begitu pun dengan Queen. Queen sempat pamit untuk mengambil barang-barngnya di kamar, tapi Auriga memberi tahu Queen kalau semua barang Queen sudah berada di mobil. Perasaan Queen semakin menghangat, tak menyangka kalau Auriga sudah merapihkan semua barang-barang miliknya.    Saat Denita, Auriga dan Queen sampai di teras depan, saat itulah mereka bertemu dengan Bara yang baru saja pulang.   "Kakak mau ke Jakarta sekarang?"   "Iya, Kakak sama Queen mau pulang sekarang."   "Oh, ya sudah kalau begitu. Hati-hati ya Kak. "   "Iya. Kamu jaga Ibu ya." Auriga menempuk bahu Bara dengan cukup kuat, membuat Bara meringis kesakitan.   "Iya Kak, Bara pasti akan menjaga Ibu. Kakak juga harus menjaga Queen ya, dia itu sahabat terbaik Bara."   "Kamu tenang saja, Kakak pasti akan menjaga Queen dengan baik," ujar Auriga sambil melirik Queen yang kini sedang berbincang dengan Denita.   Setelah pamit, Auriga dan Queen berangkat menuju bandara. Denita dan Bara tidak mengantar kepergian Auriga dan Queen ke bandara. Auriga melarang Denita dan Bara untuk ikut dengan alasan kalau akan jauh lebih baik jika Denita dan Bara beristirahat mengingat kondisi Denita yang kurang sehat.   Beberapa jam kemudian.   Auriga dan Queen sampai dengan selamat. Sesuai dengan perintah Denita, Auriga pun sudah mengabari Denita jika ia dan Queen sudah sampai Jakarta. Saat dalam perjalanan menuju apartemen Queen, Queen terlelap, membuat Auriga tak tega jika harus membangunkan Queen karena itulah Auriga memilih untuk membawa Queen menuju unit apartemennya.    Apartemen Auriga dan Queen masih berada dalam satu bangunan yang sama, hanya berbeda lantai saja. Tadinya Auriga mau kalau unit apartemennya berdekatan dengan unit milik Queen, tapi unit apartemen di lantai di mana unit apartemen Queen berada sudah penuh dan yang kosong hanya ada di lantai yang berbeda dengan Queen. 3 lantai di bawah unit apartemen Queen.    Dengan penuh kelembutan, Auriga membaringkan Queen di tengah-tengah tempat tidur, lalu melepas jaket dan juga heals yang Queen kenakan sebelum akhirnya menyelimuti tubuh Queen.   Auriga menunduk, mengecup kening Queen. "Selamat tidur Sayang," bisiknya sesaat setelah mengecup kening Queen. Auriga tidak langsung menjauh karena sasaran kecupan selanjutnya adalah setiap jengkal wajah Queen.   Queen merasa terusik dengan setiap sentuhan yang Auriga lalukan, saat itulah Auriga memutuskan untuk berhenti mengecupi wajah Queen, lalu mencoba menangkan Queen agar Queen tidak terbangun dari tidurnya.   Auriga mendesah lega saat melihat Queen yang kembali pulas. Setelah memastikan kalau Queen tidak akan terbangun, Auriga bergegas keluar dari kamarnya. Auriga tidak ikut tidur bersama Queen, karena ia akan pergi ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang masih menumpuk.                                            ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN