031 Obrolan Wanita
''Anu... itu... jadi... ibumu, punya lebih dari satu pasangan?'' tanya Anindira dengan suara sedikit bergetar. dia takut kalau dia membuat kesalahan.
''Ya!'' angguk Zia yakin, ''Lima orang,'' jawab Zia kemudian sambil menunjukan kelima jarinya.
Anindira diam tidak bereaksi, matanya menerawang senada dengan pikirannya yang pergi meninggalkan dirinya.
Perlahan Anindira mulai kembali pada kesadarannya.
‘’Apa sudah sampai separah itu?’’ tanya Anindira di dalam hatinya.
Anindira teringat cerita Hans yang mengatakan jumlah wanita yang sangat sedikit, berbanding sangat jauh dari jumlah para prianya. Anindira jadi ingat Suku Guanches yang pernah di bacanya dari sebuah artikel.
{Suku Guanches adalah penduduk asli Kepulauan Canary di barat laut pesisir Afrika. Pada saat terjadi bencana kelaparan di abad ke-14 dan ke-15, banyak anak perempuan tewas sehingga terjadi ketimpangan jumlah penduduk. Jumlah pria pun lebih banyak dibandingkan pria. Akibatnya, mereka mempraktikkan poliandri sehingga wanita di suku tersebut bisa menikahi maksimal lima pria.
Ada juga sebuah Suku di sebuah pegunungan terkenal, yang berada di pegunungan membuat sebagian lahan pertanian sulit ditanami dan butuh banyak kekuatan fisik. Perempuan akhirnya menikahi banyak suami karena mereka lebih kuat dan bisa membantu mengurus lahan pertanian.}
''Zia!... Apakah di sini wajar jika wanita punya lebih dari satu pasangan?'' tanya Anindira setelah menenangkan diri beberapa saat.
Anindira mulai mencoba mencari informasi, dia menggali lebih dalam sekarang.
''Tentu saja,'' jawab Zia serius masih dengan dahinya yang mengernyit, karena dia merasa ada yang aneh dengan Anindira.
''Kenapa?... Apa harus?'' tanya Anindira lagi, dengan sangat antusias.
''Hm?!'' Zia semakin mengernyitkan dahinya.
Tapi, kali ini alasannya berbeda, Zia sedang berpikir keras untuk menjawab pertanyaan Anindira.
''Aku tidak tahu. Apakah harus, atau tidak... Karena semua wanita seperti itu. Tapi, kata ibu, jika hanya ada seorang pria dalam rumah tangga. Maka wanita akan berada dalam masalah. Karena hanya satu orang pria, tidak bisa menjaga wanita sendirian. Karena itu, ibu selalu mengajarkanku untuk mencari pasangan yang bisa menjamin, dia sangat mampu untuk menjagaku. Dan jatuhkan pilihan pada dua orang pria sekaligus. Karenanya, sebisa mungkin tentukan dua pria yang bisa cocok satu sama lain,'' jawab Zia dengan matanya sedikit berputar-putar, dia mengingat-ingat nasehat ibunya.
''Eh?!... DUA SEKALIGUS?!?!?!'' seru Anindira bertanya, bahkan memekik.
Anindira yang berasal dari kultur berbeda tentu masih terkejut dengan penjelasan Zia, dia masih belum bisa menerima semua itu.
''Memang kau tidak diberi tahu apa pun oleh ibumu?'' tanya Zia, balik menyelidik Anindira.
''Ehh... anu, itu... tidak...'' Anindira ragu-ragu menjawab, dia bingung bagaimana mengemukakan tentang dirinya.
''Mungkin karena kau cantik, keluargamu bersikap santai…'' ujar Zia dengan wajah keki tapi dia tulus tidak membenci Anindira.
''Cantik?!... Siapa?!... Aku?!'' seru Anindira bertanya dengan wajah kembali heran, ''Hahaha...''
Anindira tertawa mendengar kata cantik ditujukan untuknya. Tapi, tentu saja dia senang dibilang cantik. Kecuali orang tuanya dan kakek neneknya. Dia tidak mendengar hal itu dari yang lain bahkan ketiga kakak laki-lakinya.
''Tentu saja kau cantik. Aku mengangumi sejak pertama melihatmu,'' ujar Zia dengan polosnya mnegungkapkan perasaannya, ''Lihat kulitmu bagus. Rambutmu juga tidak lengket sepertiku. Bagaimana bisa seperti itu?!''
Anindira memiliki kulit coklat gelap yang sangat sehat. Tidak kering dan tidak berminyak. Rambutnya berwarna hitam dengan potongan shaggy style cocok, dengan sifatnya yang tomboy dan simpel. Dia tidak suka berambut panjang karena butuh banyak waktu dan usaha untuk mengaturnya. Perawakannya kecil tapi berisi dan sedikit berotot karena dia cukup atletis. Dengan tingginya kurang dari 150cm, membuatnya terkesan imut. Meski begitu, bola mata amber Anindira yang unik membuat aura tegas di sekitarnya semakin kental.
Zia hanya sedikit lebih tinggi dari Anindira. Rambutnya lurus, panjang sebahu dan berwarna karamel. Dia punya paras cantik dengan kulit putih tanpa freckles. Bola matanya hezelnya sangat tajam cocok dengan sikap ketusnya yang tegas hingga lebih memunculkan auranya.
''Zia, kau sangat cantik. Kau hanya perlu merawat dirimu dengan lebih baik, maka aku yakin kau pasti akan jadi gadis menawan.''
Setelah pembicaraan canggung sebelumnya akhirnya pembicaraan mereka beralih ke hal-hal yang biasa dibicarakan kaum hawa.
''Bagaimana caranya?'' tanya Zia antusias dengan mata berbinar-binar, ''Bisakah rambut tidak menggumpal dan saling menempel?''
Anindira kemudian memberitahu bagaimana caranya memanfaatkan buah-buahan dan dedaunan di sekitar sebagaimana pengalaman Anindira dalam perjalanan selama tiga bulan. Di alam yang masih seribu persen alami ini tentu ada banyak bahan organik di manfaatkan dalam kehidupan sehari hari. Berbekal imu yang diajarkan oleh nenek Aninidra yang seorang ahli botani, Anindira secara panjang lebar dan mendetail mengajarkan fungsi dan bagaimana cara penggunaan yang baik dari potensi alam sekitar.
Zia cukup berbeda dengan wanita dunia manusia buas pada umumnya. Sifat Zia dan Anindira mirip satu sama lain. Ekspolorasi adalah hal yang mereka sukai karenanya mereka berdua bisa cepat akrab. Banyaknya pengetahuan baru tapi umum bagi Anindira menjadikannya idola baru bagi Zia.
''Benarkah?!'' seru Zia serius, ''Dengan begitu penampilan kita bisa lebih baik, kau yakin akan hal itu?!''
Mata Zia berbinar ceria. Dia terus terpikat dengan penjabaran Anindira tentang memanfaatkan berbagai flora di alam liar.
''Tentu saja,'' Anindira menjawab dengan wajah bangga dan penuh percaya diri.
Anindira dan Zia menjadi akrab dan cocok satu sama lain dalam waktu singkat. Mereka terus saja mengobrol sampai tiba waktu makan berikutnya.
*****
Enam Klan yang mendiami Desa Hutan Biru adalah tipe Predator. Kebanyakan dari mereka akan mulai berburu sejak dini hari. Beberapa diantranya juga sengaja berburu di malam hari. Karenanya di pagi hari hingga tengah hari, akan ramai yang membersihkan hasil buruan di tepi sungai.
Selama periode musim panas, manusia buas akan memanfaatkan waktu untuk berburu sebanyak mungkin. Karena, hanya pada musim ini mereka bisa menyamak kulit binatang dengan sangat sempurna. Lalu, mereka bisa mengawetkan dagingnya sebagai stok cadangan makanan. Mereka harus mempersiapkan kulit binatang dan daging untuk persiapan musim dingin. Musim di mana mereka banyak membutuhkan kulit binatang sebagai penghangat tubuh. Apalagi jika di dalam sebuah rumah tangga, terdapat wanita dan atau anak-anak. Kemudian kurangnya hewan buruan di musim dingin membuat mereka harus bisa memanfaatkan daging yang telah di awetkan dengan sebaik-baiknya.
Musim dingin sangat ekstrem di dunia ini. Bukan hanya suhunya yang bisa sampai minus empat puluh derajat. Musibah berupa badai juga kerap terjadi. Tentunya kedua kondisi itu akan menyulitkan siapa pun untuk bergerak. Makanya saat musim dingin berburu sangat sulit di lakukan. Situasi akan jadi lebih buruk jika periode musim dingin panjang yang bisa memakan waktu hingga dua tahun terjadi. Saat itu, kemungkinan besar akan banyak memakan korban jiwa. Untuk bertahan hidup saja sangat sulit akan lebih parah saat ada ancaman invasi dari klan-klan perusak yang memanfaatkan saat-saat krusial seperti itu untuk menyerang.
*****