Yogi tertidur pulas di kamar minimalis. Tapi sangat membuatnya nyaman. Jarang-jarang dia bisa tidur di tempat asing. Di kamar kantor saja, ia tak pernah bisa tidur. Padahal disana sangat mewah. Lha ini, kamar sederhana tapi membuatnya terlelap nyenyak.
Kikikan geli terdengar samar di telinga Yogi. Ia juga merasakan ada yang mencakar kecil hidung dan pipinya. Yogi hanya bergumam kecil. Tapi, suara orang terkikik terdengar makin jelas. Yogi merasakan perutnya berat, dan makin lama perutnya terasa anget.
"Papa!" celoteh Nathan yang gencar membangunkan Yogi. Yogi pun kangsung tergagap saat perut yang mulanya anget, berubah jadi panas.
"Kamu ngompol?" pekik Yogi pada Nathan. Nathan hanya cekikikan melihat ekspresi shock orang yang dia anggap Papa.
"Pak Yogi ada apa?" tanya Ilal membuka pintu kamar Yura. Ia panik ketika mendengar suara teriakan Yogi.
"Ah ini. Nathan ngompol. Yura dimana?" tanya Yogi yang berusaha turun dari ranjang.
"Mbak Yura ketiduran di sofa dekat dapur, Pak." jawab Ilal sopan. "Sini, biar Nathan aku yang urus." tambahnya lagi.
"Tidak perlu. Kamu keluar aja. Aku yang akan ngurus Nathan." ujar Yogi. Ilal pun keluar kamar dengan kecewa.
"Ayok, Boy! Kita mandi." ucap Yogi mengangkat tubuh mungil Nathan. Ia mengajak Nathan ke kamar mandi. Mencemplungkan bocah itu di bak mandi yang kering.
Yogi terlebih dahulu membersihkan dirinya sendiri. Karena ia sudah bau pesing karena ompol bocah yang bahkan tak menampilkan raut berdosanya.
"Papa ail!" celoteh Nathan meminta Air.
"Sabar! Papa mau mandi dulu," jawab Yogi. Yogi terkekeh geli ketika menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Papa.
Setelah selesai mandi dan memakai handuk Yura yang berwarna biru muda, ia segera membasuh tubuh Nathan. Nathan tertawa-tawa sendiri ketika tubuhnya diusap kaku oleh Yogi.
"Nih kamu harus inget. Aku udah rela kamu ompolin, udah rela bersihin tubuh kamu. Kalau kamu gak ada di tim ku awas. Kamu harus jadi tim Papa dan mendukung langkah Papa untuk dapatin Mama kamu. Awas kalau kamu berkhianat!" oceh Yogi menepuk kening Nathan dengan pelan.
"Mana ada diluaran sana, Papa tiri yang udah ganteng, baik hati lagi. Ya cuma aku. Kamu harus banyak-banyak bersyukur. Biar Nikmatmu juga makin banyak." ucap Yogi. Ia mengangkat tubuh Nathan yang sudah bersih. Mengeringkan dengan handuk motif mobil-mobilan.
Yogi menurunkan Nathan di kasur. Ia celingak-celinguk mencari keperluan Nathan. Sumpah demi apapun, Yogi tak pernah mengurus bayi. Kehidupan Yogi dari kecil sampai dewasa juga sangat monothon. Pergi kerja, pulang kerja makan, main game, mandi, nonton tv sama Mama Papa nya, dan tidur. Setiap hari itu-itu aja diulang-ulang. Yogi pun, juga tipe anak yang manja. Gak bisa jauh-jauh dari Mamanya.
Yogi menatap sebuah kotak yang bertuliskan 'Baby. Yogi mengambilnya. Isinya bedak, minyak telon dan keperluan lainnya.
"Nih aku bedakin tubuh kamu sampai putih dan glow up." ujar Yogi mendekati Nathan. Pria itu menatap wadah bedak yang ada dua jenis.
"Biasanya kamu pake bedak yang mana, woy?" tanya Yogi menunjukkan dua bedak pada Nathan. Sebenarnya Yogi bodoh atau Oon. Jelas saja bocah seusia Nathan tidak mengerti.
"Dasar, ditanyain bukannya jawab, malah ketawa!" ujar Yogi menciumi pipi Nathan, saat bocah itu tertawa lucu. Nathan sungguh menggemaskan. Badan Nathan sudah tak sepanas tadi. Bermodalkan feeling, Yogi mulai mengoleskan minyak telon pada tubuh Nathan. Yogi melihat dua jenis bedak tadi yang ternyata disamping ada tulisannya 'Wajah dan 'p****t.
"Oh jadi, p****t kamu juga dibedakin?" tanya Yogi heran. Nathan hanya mengemut jari-jari mungilnya karena tak mengerti apa yang dibicarakan Yogi.
"Yaudah Papa bedakin. Kan, Papa dah bilang, kalau Yogi Saputro adalah Papa yang baik hati. Dah tuh, nanti saat Papa nikah sama Mama kamu. Papa akan tetep sayang sama kamu. Kalaupun Papa dan Mama punya anak lagi, Papa gak akan beda-bedain kalian. Baik kan?" oceh Yogi panjang lebar. Ia membedaki sekujur tubuh Nathan. Setelah selesai, ia juga memakaikan Nathan kaos setelan. Walau kesusahan, Yogi pantang menyerah. Anggap aja, dia belajar jadi Papa beneran. Sekarang, boleh Papa papa an, besok akan jadi the real Papa Yogi Saputro.
Setelah semua selesai, Yogi beranjak ke lemari Yura. Mengambil pakaian yang sekiranya bisa dia pakai. Tapi, kenapa semuanya kaos yang ada berukuran kecil? Yogi mengacak acak lemari Yura. Sampai ia menemukan baju warna pink yang menurutnya overzize. Tapi, begitu dia pakai, bajunya tetap aja jadi kecil.
"Dahlah bodo amat. Penting pakai baju. Kalau telanjang, udah pasti si Yura klepek-klepek lihat perut kotak-kotak, gue." ujar Yogi dengan bangga. Yogi menghampiri kembali Nathan. Menggendong Nathan untuk dia bawa keluar. Yogi harus berhati-hati saat jalan. Karena ia hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya. Dibalik handuk pun, Yogi juga tidak memakai apa-apa. Celananya bau pesing karena diompoli Nathan.
Yogi melihat Yura yang tertidur pulas di sofa. Kasihan sekali wanita itu. Ingin rasanya Yogi mendekap Yura dan mengatakan ayo tidur bersama. Yogi menggelengkan kepalanya. Kenapa ujung-ujungnya malah m***m. Yogi benci pikirannya sendiri.
"Ilal, ada makanan gak buat Nathan?" tanya Yogi pada Ilal yang sedang mainan hp disamping Yura yabg tertidur.
"Ada sayur bening, Pak. Di dapur." jawab Ilal sopan. Yogi mengangguk. Sebenarnya, bukan Nathan aja yang lapar. Tapi, dia juga lapar.
Yura bergumam dalam tidurnya. Rasanya, badannya sudah segar kembali. Nyenyak sekali tidur siangnya hari ini. Seolah beban yang sedang dia pikul, hilang entah kenapa. Yura berjalan kearah dapur, ingin mengambil air minum. Tapi, suara krasak krusuk orang berbicara membuat ia mengurungkan niatnya. Ia takut kalau ada penyusup masuk rumahnya.
Teringat sesuatu, Yura berteriak memanggil Nathan. Kemana anaknya saat dia tinggal tidur. Mendengar teriakan Yura, membuat Yogi kaget. Yogi menghampiri asal suara Yura.
"Yura kenapa? Nathan ada disini!" ujar Yogi yang malah ikut panik.
"Aaaaaaaa!!!!" teriak Yura histeris saat melihat penampilan Yogi. Kaos pink dan handuk bir muda. Membuat Yura sangat ngeri melihat Yogi.
"Pak, kenapa cuma pakai handuk?" tanya Yura sedikit gugup.
"Tadi Nathan ngompol. Dan di lemarimu gak ada celana cowok. Ya kali aku pakai celana kamu. Gak muat lah." jawab Yogi.
"Tap, tapi-" Yura mendadak gagu. Ia tidak tau mau berkata apa.
"Kenapa? kamu penasaran sama isinya? Kalau penasaran lihat aja!" ujar Yogi menggoda.
"Kamu pernah bilang kan, kalau tytyd aku kecil. Sekarang, kita buktikan!" ujar Yogi lagi seraya terkekeh. Yura panik. Ia memepetkan tubuhnya pada tembok. Takut kalau Yogi nekat membuka handuknya. Mata polos Yura bisa ternodai.
"Gak gitu. Aku minta maaf!" ucap Yura.
"Kamu udah lukain harga diri tytyd ku yang perkasa dengan menyebar hoax kalau dia kecil. Dan itu sungguh keterlaluan." ucap Yogi. Yura membulatkan matanya. Kenapa m***m Yogi kumat begini.
"Pak Yogi jangan aneh-aneh deh. Sekarang ke kamar sana. Aku carikan celana yang bisa bapak pakai." pekik Yura yang sudah bisa menguasai dirinya.
"Gak mau pake celana cewek. Bisa PTS." jawab Yogi. Yura mendelikkan matanya. Mengisyaratkan apa arti PTS.
"Posisi Tytyd salah!" bisik Yogi di telinga Yura.
"Pak Yogiii!!!"