Kalimat demi kalimat yang terucap dari bibir tua sang mantan masih terngiang dalam benak pikiran Iza. Dia bukan tak punya hati sehingga tak bisa memaafkan semua kesalahan Azka, melainkan sudah terlanjur sakit. Ibarat sebuah cermin yang sudah pecah, bisa untuk disatukan kembali tapi tidak bisa digunakan untuk bercermin. Begitulah kondisi hati Iza saat ini. Perempuan kurus itu berdesis memijat keningnya. Dia tak menyangka Azka akan meminta dirinya untuk kembali. Kembali sebagai apa? Sebagai pion? Sedangkan hati dan raganya hanya milik Rena? Oh tidak, Iza bukanlah gadis lugu dari kampung yang mudah untuk ditipu kesekian kalinya. Cukup dia bermurah hati untuk menyelamatkan banyak nama baik, meskipun pada akhirnya dia sendiri yang hancur, tenggelam tanpa ada satupun yang menanyakan kabarnya.