Ezell selesai membersihkan tubuhnya. Ia tersenyum ketika melihat Qiandra memunggunginya. Jelas saja wanita itu hancur karenanya. Ezell sadar betul ia adalah pria pertama Qiandra. Dan kenangan ini sangat baik untuk Qiandra, Ezell yakin itu. Kenangan yang tak akan pernah Qiandra lupakan selamanya.
Ezel naik ke ranjang, ia memeluk pinggang Qiandra, "Kenapa memunggungiku, Qiandra? Sedang mengutukku, hm?"
Tak ada jawaban.
"Aku benci diabaikan, Qiandra. Berbalik atau kau akan menyesal."
Masih hening.
"Aku bisa membuat Mommymu masuk rumah sakit jika kau tak mau berbalik, Qian."
Ancaman. Qiandra tak pernah takut ancaman sebelumnya tapi kali ini ia tak bisa melawan Ezell. Akhirnya ia membalik tubuhnya.
Ezell menyeringai, "Bagaimana rasanya kehilangan keperawananmu, hm?" Ezell nampaknya belum puas membuat Qiandra menangis. Mata sembab Qiandra tak membuatnya melembut barang sedikit saja.
"Kau memang bukan kakakku. Kau binatang!"
Ezell tergelak puas, "Aku akan lebih buas lagi padamu, Qian, aku berjanji. Jika kau tidak tahan kau bisa ceritakan ini pada orangtuamu. Atau kau mau aku yang ceritakan pada mereka?"
"Apa lagi maumu, sialan!"
"Ow, Qian. Seorang slave tidak berhak memaki atau meninggikan suaranya."
"p*****r juga manusia! Aku manusia yang tak mengerti cara memperlakukan binatang sepertimu!" Mata Qian menatap mata tenang nan mengejek milik Ezel.
Ezell mencubiti p******a Qiandra keras. Rasa sakit itu sangat terasa oleh Qiandra.
"Malam ini kau tidak akan aku hukum lebih. Tapi, jika besok pagi kau masih tak menjadi p*****r yang baik, maka yakinlah aku akan memberikan hukuman yang jauh lebih buruk dari yang terjadi tadi."
"Kau menjijikan!"
Ezell tersenyum puas, "Semakin kau membenciku itu semakin bagus." Ezell menarik pinggang Qiandra. Ia memeluk Qiandra, "Aku akan membuat kau menderita hingga kau memilih bunuh diri. Aku ingin ibumu merasakan bagaimana rasanya melihat putrinya bunuh diri." Bisik Ezell kejam.
Qiandra tak bisa mencegah laju air matanya. Ia baru memikirkan ingin mengakhiri nyawanya tapi ketika mendengar itu yang Ezell inginkan, ia mengurungkan niatnya. Ia akan hidup. Hidup selama mungkin agar ibunya tak merasakan seperti yang Ezell rasakan.
"Siksa aku sepuasmu tapi jangan pernah menyentuh keluargaku."
"Tak perlu kau ajari, Qian. Aku tahu cara menyiksamu." Ezell bersuara pelan tapi serius, "Ah, apa yang kau dan aku lakukan tadi terekam oleh kamera pengintai kamar ini. Haruskah aku mengirimkannya pada orangtuamu? Aku penasaran bagaimana perasaan mereka ketika melihat putri mereka diperlakukan seperti binatang jalang."
Amarah yang tak bisa Qiandra salurkan membuat otaknya terasa sakit, jantungnya seperti ditusuk-tusuk hingga akhirnya air mata keluar sebagai bentu kemarahan yang bersatu dengan kebencian mendalam.
"Jika kau tak mau itu terjadi maka jadilah p*****r yang baik, kau mengerti?!" Ezell seperti sedang mengajari anak kecil.
Tak ada jawaban.
"Diam aku anggap kau mengerti. Sekarang tidurlah." Mendekap Qiandra seperti ini bukan karena Ezell memiliki perasaan pada Qiandra tapi ini adalah bentuk siksaan lain dari Ezell. Ia yakin Qiandra tak ingin berada dalam pelukannya seperti ini.
Apa yang Ezell pikirkan memang benar adanya. Qiandra tak ingin berada dalam pelukan Ezell. Tapi, meski tak ingin ia tak punya pilihan lain. Pada akhirnya ia memejamkan matanya, mencoba terlelap dengan rasa sakit di sekujur tubuh.
Permainan Ezell benar-benar kasar dan penuh dengan kekerasan. Ia tak segan mencambuk Qiandra jika wanita itu tak menurutinya.
Dari luar Ezell memang terlihat normal tapi dari dalam dirinya, ia adalah seorang monster. Seseorang yang besar karena rasa sakit tak akan peduli pada rasa sakit orang lain. Ia cenderung ingin orang lain merasakan hal yang sama dengannya.
Celinna adalah satu-satunya slave terbaik yang Ezell milikki. Seorang submissive yang tak pernah membuat dominantnya marah. Seseorang yang akan dengan senang hati mengikuti permainan Ezell.
Bisa dikatakan Celinna adalah seorang masokis. Ia menikmati rasa sakit yang diberikan Ezell. Rasa sakit yang semakin membuatnya b*******h dengan Ezell.
Setelah Qiandra tertidur, Ezell turun dari ranjang. Ia ingat ada 3 sahabatnya yang menunggunya di ruang bermain. Ah, entah sudah berapa jam Ezell membiarkan teman-temannya bermain.
♥♥
Qiandra memandangi tubuh telanjangnya di cermin. Tubuhnya yang mulus kini dihiasi dengan beberapa luka, lebam dan kissmark yang diciptakan oleh Ezell. Hari ini tubuhnya terasa lebih sakit dari sebelumnya. Bekas cambukan Ezell yang paling terasa menyakitkan.
"Aku benar-benar membencimu, Ezell! Jika suatu hari nanti aku kehilangan kewarasanku maka yakinlah, aku akan membunuhmu." Qiandra menatap pantulan dirinya penuh kebencian.
Ezell membuka pintu kamarnya. Ia tak melihat ada Qiandra di sana. "Ah, dia pasti ada di kamarnya." Ezell segera melangkah keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar Qiandra.
Cklek..
Sangat pas. Qiandra sudah mengenakan pakaiannya.
"Kau terlihat baik pagi ini, Qian." Ezell mendekat, memeluk Qiandra dari belakang lalu menghirup aroma tubuh Qiandra. Ezell tersenyum saat Qian mendengus jijik.
"Aku akan pergi ke perusahaan. Jangan berpikir untuk kabur dariku. Orangtuamu bisa tewas tanpa kau kenali lagi jika kau melakukannya."
Ancaman Ezell membuat langkah Qiandra patah lagi. Ia sudah berencana untuk menghilang tanpa jejak tapi Ezell mengeluarkan kalimat yang tak ingin ia dengar.
Qiandra bisa memalsukan kematiannya tapi ia yakin orangtuanya akan sedih jika tahu ia tewas. Situasi saat ini benar-benar tak mendukung Qiandra.
"Kau mengerti maksudku, Qian?"
Qiandra diam.
"Ah, kau masih belum belajar ya?" Ezell mengunci tangan Qiandra di belakang pinggang Qiandra dengan satu tangannya. Sementara tangannya yang lain menaikan dress Qiandra dan menurunkan celana dalam Qiandra.
"Hentikan, b******k!" Qiandra memberontak.
Percuma saja bagi Qiandra untuk memberontak karena Ezell jauh lebih kuat darinya. Ezell mendorong tubuh Qiandra ke sandaran sofa. Tanpa pemanasan ia menghujam Qiandra dari belakang.
Rintihan sakit Qiandra lolos dari bibirnya. Rasa sakit lain belum hilang kini ia merasakan sakit lainnya.
Tanpa perasaan Ezell menghujam Qiandra, cepat dan kasar. Ezell tak peduli Qiandra menikmatinya atau tidak, yang jelas ia menikmatinya.
Lagi-lagi air mata Qiandra jatuh dengan penyebab yang sama.
"Ahhh,, Qiandra.." Ezell mengerang. Ia sudah mendapatkan orgasmenya.
Ezell merapikan kembali celananya. Tangannya yang lain masih mengunci tangan Qiandra. Setelah selesai Ezell menegakan kembali tubuh Qiandra. Jika tadi Qiandra dalam posisi membungkuk kini tubuhnya melengkung ke belakang karena Ezell menekan tangan Qiandra ke depan dan mencengkram dagu Qiandra ke belakang.
"Menangislah sebanyak mungkin, Qiandra. Kau semakin cantik jika kau menangis." Ezell melihat ke mata Qiandra yang basah.
Qiandra tak ingin melihat Ezell. Ia menghindari tatapan mata Ezell.
Ezell mendekatkan wajahnya ke wajah Qiandra. Melumat bibir Qiandra kasar lalu melepaskannya.
"Ah, aku sebenarnya masih belum selesai denganmu, tapi aku memiliki pekerjaan. Kita lanjutkan ini nanti, Qian. Aku tahu kau juga menginginkannya."
Ezell mengelus wajah Qiandra kasar lalu segera mendorong tubuh Qiandra hingga menabrak sandaran sofa.
"Ingat perkataanku tadi baik-baik. Kabur, orangtuamu mati!" Usai mengulang peringatan itu. Ezell segera meninggalkan Qiandra.
Seperginya Ezell, Qiandra mengamuk. Ia melempar apa saja yang ada di kamarnya.
"AKU BENCI KAU, EZELL!!" Teriaknya nyaring. Air matanya jatuh mengiringi setiap kemarahan dan kebencian yang kian lama kian besar saja.
tbc