Gara-Gara Dompet

1536 Kata
"Gak usah pacar-pacaran ya, Aak! Harus fokus sama kuliah. Nanti cewek yang ngejar A'ak kalau udah sukses." Begitu pesan Abinya diawal tahun mengantarnya pertama kali untuk kuliah di Yogyakarta. Pesan yang sejak awal sudah ia abaikan. Karena saat itu, ia sebetulnya baru saja kembali pada mantan. Ia lama pacaran diam-diam di sekolah. Yang tahu hanya Agha dan kakak sepupunya, Rain. Agha sih tidak ember. Tapi dengan bijaksana, mengingatkannya untuk kembali ke jalan yang benar. Meski tak bisa disangkal kalau Agha juga pernah pacaran dikala SMA. Namun siapapun bisa berubah kan? Termasuk Agha yang akhirnya telah lurus dan bahkan sudah menikah dua tahun yang lalu. Menikah muda diusia 21 tahun. Aidan berniat menirunya. Hahaha. Tapi sayangnya, belum bertemu jodohnya. Kembali pada obrolan tentang mantan yang sudah mengkhianatinya. Aidan bisa berkuliah ke sini pun karenanya. Ia sebetulnya tak diizinkan berkuliah di sini. Abinya bahkan pernah bilang, lebih menginginkannya untuk kuliah di luar negeri. Namun Aidan tak berniat karena terlalu cinta pada seseorang. Gadis itu? Nayla. Dua tahun berpacaran dan sering putus-nyambung. Namun cinta diakhir sekolah menguat dan keduanya memutuskan untuk sama-sama melanjutkan kuliah di sini. Eeh beberapa bulan di sini, keduanya putus. Meski Aidan berkali-kali mengajak balikan, ajakannya ditolak mentah-mentah. Setelah diselidiki, Nayla memiliki kedekatan dengan lelaki lain dan tak lama, keduanya memang berpacaran. Sama-sama satu jurusan dengan Nayla. Ya, semacam teman sekelas seperti Aidan dan Nayla dulu. Kejadian yang sama kembali terulang. Patah hati ditinggal seperti itu, membuat Aidan pilu. Apalagi kalau mengingat alasan Nayla ingin putus. Apa? Katanya tak bisa terlalu sering berjauhan. Padahal mereka masih satu kampus dan hanya berbeda fakultas. Apa susahnya bertemu jika sama-sama di Jogja? Iya kan? Tapi ternyata hati yang sudah tak sama. Aidan yakin dengan cinta mereka tapi Nayla yang tidak yakin. Kasihan! Butuh waktu lama hingga akhirnya Aidan bisa bangkit. Hingga di tahun terakhir kuliah ini pun, ia belum menemukan seseorang yang bisa menggantikan posisi Nayla dihatinya. Kalau dibilang... "Kayak gak ada cewek lain aja, Dan!" celetuk Zayn. "Ya memang gak ada!" sahutnya yang membuat Zayn menepuk kening. Untuk ukuran lelaki, Aidan itu lumayan ganteng. Kulit kecoklatan dan tampak maskulin meski agak kurus. Tinggi pula. Ia memang lebih tinggi dari Agha. Perbedaannya dan Agha hampir di semua hal. Mungkin karena Agha adalah hasil gen campuran Ummi dan Abinya. Kalau Aidan itu murni Abinya. Yang membedakan hanya bawaannya yang lebih kalem. Karena Aidan memang tidak banyak omong dan kurang suka bersosialisasi dengan banyak orang. Zayn menggeleng-gelengkan kepala. "Ada banyak cewek cakep di UGM ini. Kalo kenal kamu, pasti pada mau!" tuturnya. Aidan hanya menghela nafas. Enggan menanggapi. Meski bukan yang ganteng-ganteng amat di fakultas. Tapi Aidan terhitung sebagai sepuluh besar lelaki berwajah ganteng bin manis yang ada di Fakultas Ekonomika dan Bisnis. "Udah lah. Jangan racunin si Aidan. Barangkali dia mau fokus sama perkuliahan," ingat Angga yang disambut tawa milik Zayn dan Warno. Keempatnya sedang berjalan menuju kantin fakultas. "Kalau duduk di sini, entah kenapa aku selalu ingat kejadian waktu itu." "Kejadian apa?" "Waktu Aidan ditembak mahasiswa baru!" celoteh Zayn yang disambut tawa lagi. Mereka duduk di pojok kantin fakultas. Tempat tongkrongan. Aidan hanya menggeleng dengan senyuman kecil. Ia bahkan sudah lupa. Gadis itu memang mengejarnya hingga beberapa bulan tapi langsung mundur total saat Aidan mengatakan. "Aku gay." Dan kalau mengingat alasan itu, Aidan ingin tertawa. Terlebih, cewek itu benar-benar trauma tiap melihatnya. Aidan memang begitu. Kalau tidak suka, ya tidak suka. Kalau suka? Ah ini akan berbeda cerita. "Tapi kamu parah memang. Gosip itu sampai menyebar!" tutur Warno. Ia juga hampir percaya dan Aidan benar-benar menjadi pusat perhatian saat itu. Ia bahkan sempat dipanggil dekan. Tapi entah apa alasan yang Aidan katakan, permasalahan itu surut. Bahkan Aidan tampak dekat dengan dekan mereka. Meski cewek-cewek satu fakultas masih menganggapnya sebagai cowok yang memiliki kelainan. Aidan malah sebodo amat. Selama ia memang tak merasa demikian, maka biarkan saja anjing yang menggonggong. Aidan terkekeh. "Tapi ember juga ya." "Ya wajar lah. Pasti diceritain. Namanya juga cewek!" sahut Angga. Teman-temannya mengangguk-angguk kepala. Membenarkan. "Sekarang, tiap ngelihat Aidan dari jauh aja dia udah lari." Mereka terbahak. @@@ "Padahal Soraya itu cantik loh. Cantik-cantik ditolak." Aidan terkekeh. "Cantik itu relatif, tergantung minat." Untuk gadis secantik Soraya, ia tak merasa cocok. "Dan!" Aidan dan Angga menoleh. Keduanya memang sedang berjalan bersama. Hendak ke aula untuk menghadiri seminar kakak tingkat. Berhubung semester depan akan memulai skripsi. Meski beberapa dari temannya yang pintar dan ingin cepat lucu juga sudah memulai. Tapi Aidan dan teman-teman dekatnya memilih untuk santai. Mereka masih fokus pada PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) di mana mereka membuka usaha dari dana yang didapatkan. Ide awalnya memang dari Aidan dan tak menyangka kalau berkembang cukup pesat. Aidan dan teman-temannya membuka outlet olahan pisang. Kini mereka berhasil membuka sebuah kafe olahan pisang itu di sekitar kampus UGM. Yang menjaga? Anak-anak yang tinggal di sekitarnya dan digaji harian oleh mereka. Keren kan? "Kenapa?" "Tak cariin dari tadi." Kening Aidan mengerut. "Bu Farida nanyain PKM-mu. Masih butuh dana atau enggak. Katanya dapat donatur lagi!" tuturnya. Waah dengan senang hati, Aidan mengangguk-angguk. "Nanti aku yang temuin beliau, Ded!" tuturnya yang dibalas anggukan oleh Dedi. Aidan mau ke aula dulu. Berhubung banyak yang mau ikut, seminar kali ini banyak yang dilakukan di sana. "Kamu mau ngambil penelitian di mana?" tanya Angga. Aidan mengendikkan bahu. Ia belum punya bayangan. Yang jelas, ia enggan di Jakarta karena terlalu banyak perusahaan yang berafiliasi dengan keluarga besarnya. Itu terlalu berisiko. Karya akhirnya akan bermasalah jika ia melakukan penelitian di sana. Jelas saja, ia tak bisa mengambil itu kan? "Kamu akan pulang, Ngga?" Angga menggeleng. "Aku mungkin ngambil di sekitar sini saja. Biar gak bolak-balik kalau mau bimbingan." Aidan mengangguk-angguk. Benar juga. Sementara ia belum punya bayangan sekali. Tak lama, mereka masuk ke dalam aula yang sudah sangat ramai. Ini adalah geng terakhir kakak tingkatnya yang seminar proposal di semester ini. Rata-rata sudah banyak yang sedang mengerjakan penelitian bahkan sudah lulus. Rata-rata yang terakhir lulus memang santai. Ada yang bermasalah dengan tempat penelitian. Ada yang bermasalah dengan dosen pembimbing. Ada juga yang bermasalah dengan diri sendiri. Tergantung nasib dan cara mengatasi setiap masalah yang datang. Aidan menonton dengan serius seminar proposal dari kakak tingkatnya yang sudah gugup di depan sana. Ia masih belum punya bayangan apapun. Namun tetap berharap dapat segera menyelesaikan perkuliahan di sini. Dan! Pinjam mobil! Oke! Angga yang ikut membaca pesan itu menggelengkan kepala. Di mana? Ruang aula. Tak lama, Jovan muncul. Cowok itu tetangga apartemennya. Aidan melempar kuncinya. Angga kadang heran dengan kepribadian Aidan. Dia lelaki yang terlalu baik pada orang. Bahkan tak keberatan jika dimanfaatkan. Yang marah justru Angga, Warno dan Zayn. Kejadian terakhir, mobil Aidan rusak parah. Tapi cowok itu malah santai saja. Meski bukan karena ulahnya, ia sendiri yang membereskan mobilnya hingga akhirnya malah dikirim yang baru oleh Abinya. Mungkin karena sudah terlalu rusak parah. Tapi tak sedikit pun ia meminta ganti rugi pada yang merusak. Walau teman-temannya tahu jika Aidan memang anak orang kaya. Namun menurut mereka, teman-temannya yang semacam Jovan sudah keterlaluan. Kerjanya hanya memanfaatkan keberuntungan hidup orang lain. @@@ Usai solat Zuhur ini, rencananya Aidan hendak menghadiri seminar. Kali ini seminar manajemen kesehatan. Ia perlu untuk menambah-nambah ilmu pengetahuan. Siapa tahu berminat mengambil topik skripsi tentang itu. Tak heran kalau ia jauh-jauh dari fakultasnya datang ke fakultas ini. Fakultas apa? Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM. Isinya jauh lebih bening dibandingkan dengan fakultasnya. Hahaha. Aidan baru kali ini benar-benar masuk ke dalam gedung fakultas. Biasanya hanya melihat dari luar atau sekedar lewat saja. Kali ini ia sendirian karena teman-teman yang lain ada urusan. Mumpung perkuliahannya tak padat di semester ini, ia bisa mengambil banyak pelajaran dari luar. Dari luar fakultasnya, maksudnya. Aidan menyelipkan sebuah buku di kantong kemejanya. Buku itu ia gulung. Sementara pulpennya terselip di saku celana. Ia memang tak pernah membawa tas kecuali ketika harus membawa laptop. Ia memang mahasiswa tanpa beban. Usai berzikir, ia berdiri kemudian keluar menjumpai rak sepatu. Tadi ia menaruh sepatunya di sana. "Mas! Dompetnya!" seru seseorang. Aidan menoleh. Ia baru saja hendak memasang sepatu usai solat di masjid fakultas. Tahu-tahu ada cewek berteriak mengatakan itu sembari menunjuk dompet yang memang hampir melompat dari saku belakang celananya. "Hampir jatuh!" lanjut cewek itu. Lalu cewek itu pergi begitu saja sementara Aidan terpaku. Tadi ia melihatnya sambil membungkuk. Melihat wajahnya dari bawah begitu, entah kenapa tampak cantik sekali. Dan ketika dompetnya benar-benar jatuh ke lantai, ia tersadar. Dalam sepersekian detik, ia terburu-buru mengambil dompetnya lalu berlari hingga nyaris terjungkal karena tali sepatunya sendiri. Tapi ia berhasil menyusul cewek tadi lalu mengulurkan tangan. Eh tidak...ia menariknya. Namun kemudian mengulurkan tangannya lagi dengan kikuk. Tadi ia menimbang-nimbang, apakah harus menjabat tangan atau tidak ketika ingin berkenalan dengan perempuan di depannya ini. "Aidan," tuturnya. Cewek itu malah mengerutkan kening. Tadi kan ia hanya menolong. Bukannya mau mengajak kenalan atau apalah itu namanya. Lah ini? Apa-apaan sih?! pikirnya. Memangnya ia cewek apaan? Biar kata jomblo begini, ia tidak semudah itu loh. Ia juga punya kriteria dan ia menentukan sendiri caranya berkenalan dengan lelaki. Tidak dengan seperti ini. Karena tak mendapat respon, Aidan menarik tangannya kemudian menggaruk tengkuk. Agak malu tapi senyuman kecilnya terlihat mengembang. "Makasih tadi udah diingetin," tuturnya basa-basi. Padahal masih ingin tahu namanya. Hahaha. Cewek itu hanya berdeham kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Aidan yang memukul-mukul keningnya sendiri. Astaga! Ia merasa malu sendiri! @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN