Pagi ini Devian kembali ke jakarta tentu tidak bersama Nai. Nai ia tinggal di Serang bersama para pengawal yang menjaganya. Devian tersenyum mengingat Nai sebelum pergi tadi. Sambil membawa mobil ia mengusap bibir bawahnya.
Pagi...
Nai bangun dengan masih rasa kantuk. ia menuju kamar mandi dan melepas celananya Tanpa mengunci pintu, ia kemudian duduk di wc sambil menopang kepalanya dengan tangan. Sedangkan Devian melakukan hal yang sama tapi dirinya langsung sadar saat dirinya membuka pintu dan melihat celana dan dalaman Nai yang di turunkan. Lama terdiam akhirnya Nai sadar ia langsung berteriak dan Devian menutup pintu lalu lari ke kamar tidurnya. Devian menggaruk kepalanya.
"Devian..." Nai berpekik keras bahkan wanita itu memukul pintu kamar Devian dan sesekali menendangnya.
"Ya Tuhan, wanita ini bar- bar sekali... sepertinya aku harus mencari tau asal usulnya." Ujar Devian. tidak tau kah Nai jika Devian takut denganya? Sepertinya Devian mudah bertekuk lutut ke Nai. Lama Nai memukul pintu akhirnya berhenti. Devian menegakan tubuhnya dan selaki mungkin perlahan ia membuka pintu dan melihat Nai melipat kedua tangannya. Devian berdehem.
"Brengsek..." Nai menendang kaki Devian. Tidak hanya itu ia juga memukulnya hingga Devian menangkap Nai lalu memeluknya dari belakang.
"Diam atau aku perkosa kamu! Sekarang, di sini... di tempat ini." Ancam Devian lagi. Nai dapat merasakan hembusan nafas Devian di telinganya. Nai melepaskan pelukan Devian lalu berbalik. Ia menyipitkan matanya kesal.
"Aku ingin pulang..." kata Nai emosi, ia bahkan berbicara sambil menggunakan bahasa isyarat. Devian tidak mengerti tapi tau maksudnya. Selama dua hari ini. Devian sedikit belajar bahasa isyarat melalui internet dan memperagakannya sendirian di dalam kamar.
"Baiklah, aku akan menyelesaikan masalahku lalu mengembalikan kamu ke orang tuamu." Jawab Devian sambil masuk ke kamar dan menutup pintu.
Devian sampai di kantornya. Awak media langsung menyambut Devian. Lama terdiam akhirnya Devian keluar. Hari ini ia melakukan konferensi pers untuk mengklarifikasi masalah dua hari yang lalu. Devian di kawal dan masuk menuju ruang yang tersedia. Sampai di sana ia duduk di kursi depan ia membuka kaca matanya lalu mulai menjelaskan.
"Selamat siang, sebelumnya terima kasih sudah hadir. Saya tidak akan berbasa- basi. Saya di jebak... dua hari yang lalu saya diajak oleh seseorang untuk minum sebagai perayaan. Saya mabuk dan di masukan ke dalam kamar hotel. Sampai di dalam sana saya mencoba untuk sadar dan ingin pergi tapi saat saya membuka pintu, pintu itu terkunci hingga saya menggedor bahkan menendangnya. Karena saya tidak tahan akhirnya saya memilih untuk duduk sambil menunggu asisten saya datang besoknya." Jelas Devian.
"Terus pak? Wanita itu siapa? Bukankan saat anda keluar dari lift anda membawa seseorang?" Tanya salah satu wartawan sambil mencatat. Devian menghembuskan nafasnya.
"Siapa wanita itu, kalian tidak perlu tau... karena itu adalah privasi saya. Yang jelas dia adalah milik saya dan saya mengenalnya." Jawab Devian lagi.
...
"Siapa wanita itu, kalian tidak perlu tau... karena itu adalah privasi saya. Yang jelas dia adalah milik saya dan saya mengenalnya."
Nai tersedak kuah mie saat mendengar Devian di televisi. Nai menonton acara di mana Devian mengklarifikasi masalah ini. Semua stasiun tv menyorotnya. Maksudnya apa dia begitu.
Miliknya?
Nai baru bertemu saat di hotel. But wait, Nai baru teringat temannya yang membawanya ke sana. Nai segera meletakan mangkok mie di meja lalu melesat ke kamar ia mencari smartphonenya. Setelah dapat ia duduk di pinggir kasur dan mencari group Wa. Mata Nai membulat ia dikeluarkan dari group sana dan di blokir oleh satu persatu temannya termasuk Niya. Nai menangis ia terkhianati. Lagi- lagi ia di khianati oleh seorang teman. Nai meletakan hpnya di kasur dan kembali ke depan tv, ia menaikan kakinya di sofa lalu memakan mie kuahnya sambil menonton acara Devian hingga selesai.
Setelah selesai Nai pergi ke dapur dan mencuci piring kotornya. Nai berbalik ia merasa tidak percaya jika di khianati. Nai menghapus air matanya dan pergi. Sebaiknya dirinya mencari udara segar di luar. Nai pergi kekamarnya dan mengganti baju, setelah selesai Nai memakai tasnya dan keluar. Celana levis dan kaos serta jaket ping menjadi pilihannya tak lupa tas putih dan sendal.
"Maaf nona anda mau kemana?" Tanya seseorang berpakaian hitam. Nai terkaget saat keluar. Ia menyapu matanya ke semua sudut. Nai menepuk jidatnya. Devian tidak main- main ia menempatkan banyak pengawal di komplek ini. Serang rawan kemalingan dan penculikan maka dari itu Devian memberikan pengawalan ketat hingga ia rela membeli dua rumah lagi khusus untuk pengawalnya. Rumah itu berada di kanan dan kiri rumah Nai.
"Aku ingin pergi sebentar, tidak jauh hanya mengitari komplek sekalian mencari pasar." Jawab Nai sejelas mungkin. Kepala pengawal mengangguk dan memberikan jalan untuk Nai. Nai sedikit membungkuk guna menghormati lalu setelahnya ia pergi.
"Tolong ikuti nona itu Samen. Dan laporkan setiap kejadiannya dengan Tuan besar..." perintah kepala pengawal. Pengawal yang sedikit tuli langsung mengangguk. Ia berjalan mengikuti Nai dari belakang.
***
Klarifikasi selesai. Devian berdiri dengan gagah dan lampu kamera menangkapnya. Perlahan Devian pergi melangkah menunju ruangan kantornya. Saat keluar Devian tidak sengaja berpapasan dengan Erdogan. Erdogan nampak tersenyum tapi tidak dengan Devian. Dengan santai lelaki itu berjalan menunu ruangannya.
Setelah sampai Devian duduk di tahtanya. Ia menautkan kedua tangannya lalu menopang kening.
Tok
Tok
Tok
"Masuk." Kata Devian. Adrian, Daniel dan Rendy masuk mereka duduk di sofa dan mencari posisi nyaman.
"Darimana kau?" Tanya Adrian. Devian menegakan kepalanya.
"Kabur." Jawab Devian.
"Jujur sekali dirimu.?" Kali ini yang menjawab Rendy. Daniel hanya terdiam dan lesu.
"Kamu kenapa Daniel?" Tanya Devian.
"Keponakanku hilang. Dia belum pulang sampai sekarang." Jawab Daniel. Devian berdiri lalu menghampiri mereka bertiga.
"Kok bisa? Apa perlu ku bantu?" Tanya Devian sekaligus menawari. Daniel menggeleng ia menghembuskan nafasnya sedih dan bersandar.
"Keponakanku seorang disabilitas. Ia tuna wicara dan polos. Dirinya masih seperti anak- anak karena papah dan mamahnya sangat menyayangi dia. Ibunya keponakanku itu kakakku tapi berbeda ibu. Yah ampun, kak Kayla menangis sepanjang masa membuat kak Rey ngelangsa." Ujar Daniel. Devian meneguk liurnya.
Disabilitas dan tuna wicara. Kedua itu tertuju pada Nai. Apa keponakan Daniel itu adalah Nai. Tidak mungkin. Devian menggeleng.
"Kenapa kamu?" Tanya Daniel.
"Tidak ada." Jawab Devian.
"Keponakan aku itu cantik, namanya Nai." Cerita Daniel lagi. Devian langsung menegang ia tidak tau harus berbuat apa. Jika ia jujur maka dirinya akan di gantung oleh mereka tapi jika berbohong hal itu tidak akan bertahan lama. "Nai lahir dari kakakku saat usianya masih 13 tahun. Kak Key di perkosa di gudang sekolahnya beramai- ramai setelah di tinggal. Kak Key setres dan depseri hingga memutuskan untuk kabur ke Tarakan. Di sana ia hamil Nai dan bekerja keras. Ia menjadi kuli hingga Kak Rey menemukannya. Kisah mereka sangat menyedihkan hingga aku yang di ceritakan dari mamah menangis. Mungkin jika di bukukan dan di buat film akan membuat orang menguras air mata." Cerita Daniel. Adrian memegang matanya yang berair begitu pun Devian sedangkan Rendy.
"Huwa hikss... aku sedih mendengar kakakmu jadi kuli bangunan. Aku jadi teringat ummah aku. Ummah di perkosa saat umurnya 12 tahun. Saat hamil aku ummah kabur dan menetap di kebun teh lalu bekerja di sana hingga papahku datang untuk menjemputnya." Rendy menghapus air matanya.
"Bundaku juga sama. Bundaku hamil diriku waktu usianya 15 tahun dan hidup berdua dengan nenek di pinggiran sungai mahakam hingga papah menemukan kami." Cerita Adrian ia meningat Bundanya di Samarinda.
Devian menghembuskan nafasnya sedih.
"Miris sekali kisah ibu kalian." Kata Devian. Mereka bertiga mengangguk.
"Kalo kamu?" Tanya Daniel. Devian mengangkat kakinya di atas meja.
"Mamahku seorang pengusaha dan menikah dengan papahku asal Belgia. Mereka menikah atas dasar kerja sama saat usia mereka dua puluhan tahun, jadi kisahku tidak miris seperti kalian." Kata Devian membanggakan diri.
"Andaikan membunuh teman yang songong itu halal maka akan kulakukan." Ujar Adrian membuat kedua sahabatnya mengangguk. Devian terdiam lalu cengengesan.
***
Devian singgah ke sebuah mall terbesar. Di sana ia mencarikan sesuatu untuk Nai. Mata Devian tertarik dengan sebuah pakaian couple. Lucu kali ya jika mereka berdua jalan dengan pakaian yang sama tapi kemana? Entahlah. Devian masuk ia segera memesan pakaian yang terpajang di kaca depan. Setelah selesai Devian keluar dan melihat bungkusan yang di jinjingnya dengan senang. Semoga saja Nai mau berbaikan.
Buk...
"Ouppss..." pekik seorang wanita. Devian menangkap wanita yang hampir terjatuh membuat bungkusan mereka terjatuh.
"Hay nona, jika berjalan gunakan matamu!" Kata Devian ketus ia mengambil bungkusan yang jatuh lalu pergi. Devian keluar dari mall dan menuju parkiran. Sampai di mobil ia membuka pintu dan masuk. Ia meletakan bungkusan di sampingnya lalu pulang ke Serang.
Sampai di rumah ia langsung sumringah.
"Nai.." panggil Devian. Nai keluar ia nampak habis mandi. Nai nampak tersenyum saat Devian menaikan bungkusan.
"Ini untukmu dan untukku... pakaialah..." Nai mengambil tas itu dan mengeluarkan isinya. Nai terkaget begitupun dengan Devian. Nai melihat sepasang underware merah dan celana dalam pria. Nai langsung kesal ia memukul Devian lagi.
Devian mencoba mengingat.
"Ya ampun Nai, bungkusannya ketukar." Kata Devian. Nai melihat Devian musuh.
"Alasan ish..." Nai memberikan bungkusan itu dan masuk ke kamar. Devian hanya menghembuskan nafasnya frustasi dan masuk ke dalam kamar.
"Ya Tuhan, aku hanya ingin baikan dengannya kenapa malah begini." Kata Devian sedih. Sepertinya besok ia kembali ke sana dan menemukan perempuan itu. Devian menatap underware di samping, Devian kemudian tersenyum ia berfantasi jika Nai mengenakan Underware ini pasti seksi dan hot.
"Ah..." kata Devian sambil tertawa pelan.