Bagian 9

1306 Kata
Nai duduk sambil sambil memotong kacang panjang di pangkuannya. Sambil menonton ia juga sambil menyiangi sayur. Tak terasa sudah sebulan Nai tinggal di sini bersama Devian. Devian sejak sebulan terakhir pula jarang pulang karena skandal yang belum usai di tambah keluarganya yang datang dari Belgia ke Jakarta. Nai memencet remot tv dan mulailah wajah Devian yang di sorot, mata Nai melebar saat di sebelahnya ada Niya. "Devian apa anda akan bertunangan?" Tanya wartawan. Devian hanya diam dan Niya mengangguk dan tersenyum "Iya, kami akan bertunangan dong, kan sudah berbuat di hotel...'' jawab Niya. devian hanya mengangguk lalu segera pergi bersama Niya. devian nampak menggandeng Niya. Nai langsung terdiam, tiba- tiba saja dadanya merasa sakit dan air matanya mulai menggenang. Nai tertawa sumbang. ''Astaga, Nona!'' pekik Khabil saat ingin mengantarkan sayuran. Khabil melihat Nai mengiris jarinya sendiri. ia segera masuk dan mengambil pisau dan keranjang berisi sayuran terpotong di pangkuan Nai. Nai langsung berdiri dan menahan Khabil. ''Tidak apa- apa, Khabil. aku bisa sendiri'' Nai mengambil sayuran tersebut dan melangkah ke dapur. Nai meletakan sayuran itu di atas meja lalu ke tempat cucian piring untuk membersihkan jarinya. Nai merobek kain serbet lalu membungkus jarinya. kenapa Nai menangis? terlalu cepat baginya kah jatuh cinta? nai memukul kepalanya sendiri seolah tidak boleh memiliki perasaan ke Devian. Nai mengusap air matanya dengan bajunya setelah itu ia memasak. memasak untuk dirinya sendiri. setelah selesai Nai masuk ke kamar dan segera mandi. enak rasanya jika ia menyiram kepalanya dengan air dingin. **** Devian duduk di apartemen bersama Niya. Ibu dan ayah Devian datang ke Indonesia untuk melihat wanita mana yang Devian tiduri. ''Ternyata kamu ya, cantik sekali.'' puji Sri, ibu Devian. Niya tersenyum senang. "Maafkan putra ibu, Nak.'' kata Ibu sambil melihat Niya. ''Jika kamu hamil, Devian akan menikahimu. dia harus bertnggung jawab.'' sambungnya lagi. Niya tersenyum sumringah tapi tidak dengan Devian. Devian bangkit ia meraih kunci mobilnya dan pergi. ''Aku pergi dulu...'' Ujar Devian sambil melangkah keluar. Devian pulang ke Serang, sebulan dia jarang menemui Nai. sepanjang jalan ia terus merenung "dia cacat Devian, Aku bisa membantumu... kamu mau memiliki istri cacat lalu memperkenalkannya di publik?, adanya semua fans dan rekan kerjamu menjauhimu dan menjatuhkanmu... ayolah bersamaku. lagian kau harus mikir untuk menikahi Nai. Nai itu anak haram, ia terlahir dari seorang ibu murahan.belum tentu saat kau menidurinya ia dalam keadaan perawan'' jelas Niya. Devian mencengkram rahang Niya. ''Dia gadis baik- baik, aku pertama kali menyentuhnya. aku yang merenggut perawannya, Kau siapa? berani mengusik hidupku hm?'' tanya Devian, amarahnya sudah membumbung tinggi. ''Aku orang yang menjebak Nai untuk tidur bersamamu, kau tau itu kan. '' devian mendorong Niya lalu pergi menjauh. Niya wanita yang licik. saat ayah dan ibu Devian datang wanita itu mendekatinya dan berkata jika dirinyalah yang di tiduri Devian. Devian mencoba untuk menjelaskan tapi seperti cerita kebanyakan ibu Devin tidak ingin penjelasan melainkan tindakan. tak rasa setelah empat jam akhirnya Devian sampai. devian keluar dari mobilnya lalu masuk ke dlam rumah. rumah itu nampak sepi, ia hanya melihat Khabil yang sedang mengangkat piring kotor. ''Dimana Nai?'' tanya Devian. Khabil menunjuk dengan jempolnya sopan. ''Di kamar tuan, tadi dirinya habis makan dan sekarang sedang melakukan ibadah Isya.'' jawab Khabil sambil menunduk tak lama ia pergi ke dapur untuk bercuci piring. Nai selesai sholat. hidungnya merah dan matanya sembab perlahan ia berdiri dan membuka pintu kamar. ''Baa'' Sua Devian ia tersenyum berharap Nai terkaget dan menghiburnya. Tapi Nai diam, ia melihat Devian masih berpakaian kerja. Devian melihat guratan sedih di mata Nai. "Hey... kamu menangis?" Tanga Devian terulur untuk mengusap pipi tapi Nai menepisnya pelan membuat jari yang terluka terlihat. Devian langsung terkaget ia mengambil tangan Nai lalu melihatnya. "Tanganmu kenapa?" Tanya Devian risau. Nai melepas pegangan Devian dan menggeleng pelan. Mata Nai melihat Khabil yang ingin keluar membuang sampai. "Ehh" panggil Nai. Khabil menengok. Nai mulai berbicara menggunakan isyarat tangan "Mau kepanti habis ini ya?" Tanya Nai. Khabil meletakan kantung sampah lalu membalasnya. "Iya, Nona... saya ingin kesana." Jawab Khabil. Devian melihat Nai dan Khabil bergantian sebelum akhirnya Nai masuk ke kamar kembali. Brakkk Pintu kamar Nai tertutup keras. Devian hanya mendengus. Perlahan ia mendekati Khabil dan bertanya. "Kenapa tangannya terluka?" Tanya Devian dengan tatapan tajam. Khabil menunduk seraya menjawab. "Nona tangannya ter iris pisau tuan, saat menonton acara gosip di tv. Dan kebetulan gosip itu adalah anda dan wanita lain." Jawab Khabil. Khabil kemudian membungkuk dan pamit pergi. Devian melihat pintu kamar Nai. Tok Tok Tok "Nai?" Panggil Devian pelan. Nai memeluk gulingnya di kamar. "Nai kita perlu bicara..." kata Devian lagi. Devian menghembuskan nafasnya. Ia kembali ke kamar dan berganti baju. Setelah selesai Devian mengambil bantal dan guling lalu tidur di depan pintu Nai. Ia akan menunggu wanitanya itu keluar. Wanitanya? Nai adalah miliknya sejak malam itu. Tidak ada yang lain. *** Sudah satu jam berlalu perlahan Nai sudah tidak mendengar suara Devian lagi. Ia bangun lalu membuka pintunya. Matanya melihat ke kanan dan kiri kemudian kebawah. Mata Nai terbelalak melihat Devian tidur di atas keset. Mirip anak kucing. Nai perlahan melangkahi tubuh besar Devian dan Tap Kaki Nai tak sengaja mengenai pinggang Devian membuat lelaki itu melengguh dan mambuka mata. Devian mengedipkan matanya saat melihat Nai berdiri dengan kaki di kanan dan kiri. Nai dengan cepat kembaki ke kamar tapi Devian menahan kakinya. Devian bangun dan berdiri. Mata lelaki itu sayu dan pucat. "Dengarkan penjelasanku Nai. Duduklah..." Devian membawa Nai ke sofa tapi belum sampai lelaki itu jatuh membuat Nai terpekik. Nai membantu Devian kembali berdiri dan masuk ke kamar Devian. "Aku lapar Nai, magh ku kambuh." Kata Devian pelan. Sejak kemarin ia lupa makan dan hanya minum kopi. Nai memukul kepala Devian gemas. Tapi Devian hanya meringis sambil tertawa. Nai berdiri dan melesat ke dapur. Ia membuka kulkas dan menghangatkan ayan saos yang untuk Devian makan malam saat pulang nanti. Tapi tidak jadi karena dirinya merasa sakit. Nai meletakan mangkuk berisi ayam saos ke penghangat makanan lalu membuatkan bubur. Tak lupa Nak sedikit mengosengkan sayuran wortel agar agar terlihat bewarna nantinya. Dan setelah selesai akhirnya sepiring bubur dan semangkok sayur juga ayam saos sudah jadi. Tidak lupa Nai memberikan potongan jeruk dan semangka. Nai masuk ke kamar Devian dan meletakan nampan berisi makanan di nakas. Nai menyuruh Devian makan sendiri tapi sepertinya lelaki itu sangat sakit sekali seperti mau mati. Nai akhirnya duduk di tepi kasur tepatnya samping lelaki itu lalu meraih bubur dan paha ayam saos. Nai mulai menyendokan bubur dan meniupnya bahkan sesekali bibir atasnya menyentuh bubur untuk merasakan masih panas atau belum. Setelah hangat Nai mulai menyuapi Devian. Devian dengan nurut membuka mulutnya dan makan. Devian membuka matanya dan melihat Naj melakukan hal yang sama tadi meniup bubur di sendok. Tangan yang memegang perut perlahan menyentuh pipi Nai lalu menyibakan anakan poni ke belakangnya. Devian sedikit bangun ia membuka laci lalu mengeluarkan jepitan rambut. Jepitan yang ia beli sebelum pulang. Devian menyibakan poni Nai lalu menjepitnya. Devian tersenyum dan bersandar. Nai hanya diam ia terus menyuapi Devian hingga makanan itu habis dan menyisakan sayur. Mata Devian melebar ia menutup mulutnya dan menggeleng. "Gak mau Nai, aku benci wortel." Kata Devian. Nai menggeleng ia tetap menyodorkan sendok bersisi tiga buah potongan wortel. Devian tetap menggeleng. Nai kemudian berfikir sejenak. Ia punya ide. Nai memasukan wortel itu ke mulutnya lalu memberikan langsung ke mulut Devian. Devian tertegun, spontan sayur itu langsung masuk dan di kunyahnya hingga habis. Nai tersenyum ia melakukan hal yang sama hinga semanguk sayur ludes. "Aahhh kenyang..." kata Devian setelah meminum air putihnya. Nai kembali seperti biasa. Ia mengambil piring bekas lalu pergi keluar tak lupa mematikan kamar lampu Devian lalu menutupnya. Devian terdiam ia kemudian menyibakan selimut lalu keluar. Devian melihat Nai mengeringkan tangannya dan ingin membuka pintu kamarnya untuk masuk. "Nai aku ingin menjelaskan sesuatu." Kata Devian. Sudah tiga kali sama ini dia berbicara seperti itu. "Besok pagi, sekarang udah jam dua malam." Kata Nai sebelum akhirnya menutup pintu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN