Bab 7. Belum Selesai Luka

1526 Kata
Sofie menuruti kedua sahabatnya Jessica dan Stevia pergi berjalan-jalan sejenak untuk melepaskan stres. Namun, Sofie tentu tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari kejadian yang membelenggunya. Sehingga ia malah melamun dan diam saja ditawari sesuatu oleh kedua sahabatnya. Jessica jadi sedih melihat sikap Sofie yang murung dan bersedih. Wajahnya yang catik jadi makin mendung dengan masalah yang dihadapinya. Akhirnya, ketiganya memilih untuk menghabiskan waktu dengan makan siang di sebuah restoran mewah di mal. Setidaknya Sofie masih mau diajak meski ia tampak tidak berselera sama sekali. “Sofie, uda jangan dipikirin dulu. Ayo makan dulu, entar gak enak lagi lho dibiarin begitu aja,” tegur Jessica pada Sofie yang terus mengaduk-aduk jus buah di gelasnya tanpa berniat meminumnya. Makanannya pun mulai dingin karena tidak tersentuh sama sekali. “Gue punya ide, gimana kalo Mas Revan gue ajak liburan? Mungkin kalau kami bulan madu lagi, dia akan melupakan perempuan itu dan kembali sama gue,” ujar Sofie tiba-tiba setelah beberapa saat melamun. Jessica dan Stevie langsung mengernyit. “Lo ini gimana sih, Sof? Revan itu jelas-jelas selingkuh, kok malah diajak liburan?” tukas Stevie dengan nada kesal. Sambil mendengus ia menyeruput minuman cocktail strawberry pear di gelasnya. “Ya kalau lo mau balikan sama Revan sih, lo juga harus mempertimbangkan hukuman dong! Enak aja dia sampe main sama perempuan di mobil lo, lo diem saja. Sekarang perempuan itu sampe hamil, lo juga diem saja!” balas Jessica ikut menimpali. Stevie ikut mengangguk setuju. Sementara Sofie terdiam lagi mengambil gelasnya dan ikut menyeruput minuman Apel Breeze yang ia pesan. “Bukan gitu, gue kan harus mempertimbangkan banyak hal. Bisa aja gue salah ....” bela Sofie menyanggah. “Apanya yang salah? Kalo uda ada bukti kayak gitu lo masih diem juga, itu artinya lo bego dan dikadalin ama laki lo!” tukas Stevie lagi. Sofie hanya bisa menarik napas dan memandang lurus pada ujung meja mereka. “Sofie, biar gimana pun, lo gak bisa ngebiarian suami lo kayak begitu. Ntar kalo dia cerein lo gimana?” Jessica kembali bicara. “Itu yang gue pikirin! Gue gak mau cerai. Gue udah nikah lebih dari lima tahun dan harus berakhir begitu aja, ya gak mau lah gue! Gue sampe nentang orang tua gue demi menikah sama Revan!” “Tapi kalo lo malah ngasih kucing kesempatan buat nyolong lebih banyak ikan asin, itu kucing bukan bakalan tobat tapi malah makin menjadi-jadi!” Sofie jadi makin gelisah menghadapi penghakiman seperti itu. Ia makin kesal sekaligus bingung. “Terus gue harus gimana dong? Bantuin gue!” rengek Sofie begitu kesal dan putus asa. Sepulang dari berjalan di mal dan kembali ke rumahnya ditemani oleh Stevie. Sofie lalu meminta Stevie untuk pulang saja dan membiarkannya menyelesaikan permasalahan dengan suaminya. Awalnya Stevie menolak tapi Sofie meyakinkan kalau ia pasti bisa menghadapi Revan. Sofie pun mencari Revan tapi ternyata ia masih belum pulang ke rumah. Ia pun mencoba menghubungi Revan tetapi ponselnya tidak diangkat. Akhirnya sambil meneguhkan hati, Sofie menyetir mobilnya sendiri ke tempat Revan bekerja. Firasat Sofie mengatakan jika suaminya pasti sudah masuk kantor. Sayangnya perkiraannya salah, Revan baru saja pulang. Di tengah kebingungannya ponselnya berdering. Sofie langsung mengambil ponselnya dan memeriksa. Sofie langsung menarik napas lega karena yang menghubungi adalah ibu mertuanya yaitu Vonny. “Halo, Ma ....” “Kamu di mana?” tanya Vonny pada Sofie yang berada di lobi utama kantor Revan. “Aku sedang di kantornya Mas Revan, Ma. Ma, aku perlu bicara sama Mama. Mas Revan itu ternyata ....” “Sofie, sebaiknya kamu segera ke rumah Mama sekarang. Ada yang harus Mama bicarakan dengan kamu.” Kalimat Sofie langsung dipotong oleh mertuanya itu. “Iya, Ma. Aku juga mau ngomong hal penting tentang Mas Revan sama Mama,” sambut Sofie ikut menimpali. “Ya udah berarti kamu akan kesini sekarang kan? Revan di sini kok.” Mata Sofie membesar dan jantungnya berdegup lebih kencang. Seperti ada hal buruk yang akan terjadi. “Iya, Ma. Aku ke sana sekarang!” sambungan telepon itu pun diputuskan oleh Vonny. Sofie lalu buru-buru berlari ke arah mobilnya yang diparkir tidak jauh dari lobi agar ia bisa segera ke rumah mertuanya. Sesampainya di sana, tanpa menunggu lama, Sofie segera masuk ke rumah mertuanya dan memanggil suaminya. “Mas! Mas Revan!” Sofie berjalan cepat melewati ruang tamu dan tengah lalu berhenti saat menemukan Revan dengan santainya berjalan turun dari lantai atas. Mata Sofie yang masih sembab kini rasanya ingin menangis lagi melihat ekspresi suaminya. Tidak ada raut penyesalan sama sekali atas apa yang sudah dilakukannya pada Sofie kemarin. “Mas ....” “Kamu udah datang?” sahut Mama Vonny yang baru datang dari dapur membawa secangkir kopi untuk Revan. Revan berjalan cuek tanpa menyapa Sofie lalu duduk di sofa dan berterima kasih pada ibunya atas kopi yang dibawanya. “Ayo duduk, Sofie. Biar kita bisa bicara dengan tenang,” ujar Vonny duduk di sebelah Revan dengan kedua tangan terlipat baik di pangkuannya. Sofie pun mendekat untuk duduk di sofa berbeda di depan Revan. Revan terlihat kesal dan tidak mau memandang Sofie, seolah istrinya itu adalah pihak yang bersalah. “Sofie, Mama memanggil kamu kemari untuk bicara dengan tenang tanpa amarah,” ujar Vonny memulai pembicaraannya. Sofie masih diam dan pandangannya beralih pada Vonny yang bicara dengan tenang. “Ada yang harus kamu ketahui perihal suami kamu dan pernikahan kalian sekarang ....” “Aku juga ingin bicara, Ma. Aku ingin bilang tentang apa yang aku saksikan kemarin malam di klub Paradise.” Sofie langsung memotong karena sudah tidak sabar. Vonny berhenti bicara dan mendengus pelan. Mata Revan beralih pada Sofie dan terlihat sinis. “Mas Revan ternyata memang benar punya selingkuhan, Ma. Dan perempuan itu sekarang hamil!” tukas Sofie mulai emosi. Rasa marah Sofie pada Revan yang malah diam saja dan tidak memberikannya penjelasan makin memuncak. “Sofie, jangan potong omongan Mama dulu, dengarkan dulu sampai selesai!” hardik Vonny terdengar kesal. Sofie terdiam dan terpaku. Ia merasa mulai terpojokkan. Kalimatnya yang sebelumnya seakan tidak berarti. “Revan sudah menjelaskan dan mengaku sama Mama kalau selama ini dia mengenal dan menjalin hubungan dengan wanita bernama Astrid. Dan sekarang Revan ingin menikah dengan Astrid. Jadi Mama minta kamu untuk memberikan ijin agar Revan bisa menikah lagi,” ujar Vonny dengan tenang tanpa memedulikan perasaan Sofie yang langsung remuk redam. “Apa ....” Sofie nyaris tidak bisa bicara. “Sofie, Mama tahu ini sulit buat kamu. Tapi Astrid sudah hamil, itu artinya Revan gak mandul seperti yang kamu katakan selama ini.” Sofie mendengus tersenyum miris. “Aku gak pernah bilang Mas Revan itu mandul, Ma. Aku hanya ingin Mas Revan dan aku datang ke dokter kandungan dan kita sama-sama periksa, cuma itu!” bantah Sofie dengan mata berkaca-kaca. “Iya, tapi kan secara gak langsung kamu mengatakan kalau ada masalah sama kesuburan Revan kan? Sekarang, itu semua gak terbukti! Berarti yang gak bisa hamil di sini adalah kamu.” Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong, Sofie mendapatkan sebuah hantaman keras di kepalanya. Ia makin tidak bisa berpikir tentang apa yang harus dikatakannya sekarang. “Ma ... aku gak ....” “Mama gak minta kamu untuk bercerai, Mama hanya ingin kamu memberikan ijin Revan untuk menikah lagi.” Sofie makin menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang ia alami sekarang. Rasanya makin sesak di d**a. “Apa gak salah Mama minta aku untuk mengizinkan Mas Revan menikah lagi?” sahut Sofie dengan raut tidak percaya. “Ya, apa salahnya seorang pria punya dua istri, gak ada larangan toh?” sanggah Vonny makin menusuk Sofie. Sofie makin menggeleng tidak percaya. Ibu mertuanya kini berubah jahat dan tak punya hati. “Kenapa jadi begini sih, Ma? Mama tega membiarkan aku di madu sama Mas Revan!” “Sofie, kalau kamu dan Revan memperoleh keturunan, ini gak akan terjadi. Revan gak akan mencari wanita lain jika kamu memang bisa hamil!” cetus Vonny langsung menampar Sofie dengan sebuah alasan. Rasanya Sofie ingin berteriak kencang. Sementara Revan masih diam saja dan minum kopi dengan tenang. Sofie pun mencoba mencari pembelaan dari suami yang sudah diambang akan membuangnya demi wanita lain. “Mas, Mas jangan diam saja dong! Ngomong!” pinta Sofie separuh merengek kesal. Revan menghela napas panjang dan menatap Sofie dengan sikap acuh. “Aku harus bilang apa. Tindakan kamu kemarin malam itu hampir buat Astrid keguguran, tahu!” hardik Revan balik memarahi Sofie. Vonny langsung menoleh pada Revan dengan wajah terkejut. “Memangnya apa yang dilakukan sama Sofie, Van?” “Sofie mendorong Astrid sampai jatuh ke lantai, Ma. Padahal aku mau menjelaskan apa yang terjadi. Tapi dia keburu emosi dan bertindak kayak preman. Gak ngerti deh, apa dia memang perempuan kasar yang bisanya cuma emosi!” jawab Revan makin memuntahkan kekesalannya dengan mengatai Sofie. Sofie makin terpojok dan menjadi tersangka. Jangankan dibela oleh suaminya, sekarang pria itu menjadikannya sebagai pihak yang jahat. “Sofie, kamu jangan sembarangan bertindak ya. Biar bagaimana pun yang dikandung oleh Astrid itu sekarang adalah cucu Mama. Kalau kamu seperti ini, mungkin lebih baik jika kalian cerai saja!” tukas Vonny jadi berbalik makin marah pada Sofie. Sofie makin terperangah dan membuka mulutnya. Tidak pernah terpikirkan bahwa ibu mertuanya yang baik hati kini menyerang dan memintanya bercerai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN