Bab 3. Istri Sah Yang Kalah

1270 Kata
Revan sudah pergi membawa Astrid dan meninggalkan Sofie yang masih memproses apa yang terjadi. Sedangkan Jericho sudah menyusul ke bawah dan menghalangi Revan. “Tunggu!” Revan tak peduli dan tetap memasukkan Astrid ke mobilnya. Jericho pun menarik lengan Revan. “Pergi lo, dia pacar gue!” usir Jericho membentak Revan. Revan langsung mendorong kasar Jericho. “Dia calon bini gue, jangan ikut campur. Pergi lo dari sini!” Sementara di atas, Sofie yang masih syok dengan pipi merah baru menyadari jika ia mendengar jelas saat Astrid menyebutkan soal bayi di perutnya seolah dia tengah hamil. Sofie seketika seperti tersadar dan langsung panik begitu melihat Revan menggotong Astrid turun ke lantai bawah. Ia buru-buru bangun dan malah ikut mengejar. “Mas! Mas, tunggu!” panggil Sofie berlari sebisanya ke arah luar. Mobil Revan telah siap untuk membawanya pergi membawa Astrid ke rumah sakit. Sofie tiba se menit sebelum ia masuk ke dalam mobil. “Mas, tunggu dulu! Mas, jangan pergi!” Sofie menarik lengan Revan. Revan menyentak keras tangan Sofie lalu berusaha mendorongnya dengan kasar. Jericho yang juga ingin menarik Revan, entah bagaimana jadi memegangi Sofie. “Lepas, Sofie! Aku gak akan ngebiarin ini semua! Kamu akan dapat balasannya!” Revan balik makin membentak Sofie dengan marah dan menunjuk wajahnya. Sofie malah menangis dimarahi dan dipermalukan seperti itu. “Mas tolong jangan pergi!” Revan mengecek Astrid yang diam saja di mobil sebelum kembali berhadapan dengan Sofie yang memelas memohon untuk bisa memberikan penjelasan. “Apa kamu tahu kalau Astrid sedang hamil? Kamu bisa bikin dia keguguran tahu!” bentak Revan makin menghunjamkan belati ke hati. Sofie menggelengkan kepala tidak bisa mempercayai kenyataan yang diungkapkan Revan padanya. Saat Sofie hendak memegang lengannya lagi, Revan langsung mendorong Sofie lebih kuat. “Pergi kamu! Dasar perempuan gila!” Revan mendorong Sofie yang memohon padanya. “Mas ... Mas Revan, jangan pergi! Mas!!” teriak Sofie mengedor-gedor kaca pintu mobil yang bergerak menjauhinya. Sofie berusaha mengejar dan ia menangis sampai terjatuh di jalan. Sementara Jericho yang ikut mendengar kalimat Revan jika Astrid tengah hamil terpaku di tempatnya. Otaknya sedang memproses informasi itu sekaligus menenangkan jantungnya yang berdetak tak karuan. “Astrid hamil?” sebutnya pelan. Matanya lalu beralih pada sosok wanita yang terjatuh sehabis mengejar mobil yang membawa Revan juga Astrid. Tidak ada yang menolong malah beberapa orang mencemoohnya. Hanya Jericho yang berdiri tak jauh dari wanita itu. Sofie berada di titik terendahnya sebagai seorang istri dan wanita. Suami yang ia cintai memilih untuk pergi dengan wanita simpanannya dari pada membelanya. Lebih hancur lagi saat ia mengetahui jika selingkuhan itu kini mengandung bayi dari suaminya. Padahal Sofie sudah merencanakan liburan untuk bulan madu kedua agar hubungannya dan Revan kembali harmonis. Kini ia tidak tahu harus berbuat seperti apa. Setelah beberapa saat menangis, Sofie mencoba untuk berdiri kembali. Jericho yang tak tega akhirnya datang mendekat. Jericho mengulurkan tangan kanannya untuk Sofie. Sofie sedikit mendongak dan seorang pria tampan mengenakan kemeja terlipat di sampai bawah siku dan menggunakan celana dari merek terkenal kini menolongnya. Sofie pun memberikan sebelah tangannya yang kotor oleh pasir di jalanan aspal tempatnya terjatuh. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Jericho dengan nada rendah dan ekspresi datar pada Sofie. Sofie memejamkan mata mencoba untuk tenang tapi ia justru menggelengkan kepalanya. “Ayo kita duduk dulu!” ajak Jericho pada Sofie yang tidak ia kenali. Sofie menurut saja dan tidak membantah. Jericho membawa Ayu duduk di salah satu tembok pembatas taman di depan parkiran klub malam tersebut. “Tunggu di sini!” ucapnya pada Sofie yang duduk namun memandang kosong jalan di depannya. Beberapa saat kemudian, Jericho kembali dengan sebotol air mineral yang ia bukakan tutupnya untuk Sofie. Sofie menerima botol itu dan meminum airnya perlahan. “Kenalkan, namaku Jericho. Kamu siapa?” Sofie meluruskan kembali kepalanya yang sempat sedikit mendongak sehabis minum air dari botol. Ia menoleh pada Jericho dan menyebutkan nama. “Sofie ....” Jericho menaikkan ujung bibirnya tersenyum lembut pada Sofie. Sofie masih terduduk lemas di depan klub malam Paradise bersama seorang pria yang menolongnya memberikan air minum. “Apa kamu melihat semuanya tadi?” tanya Sofie setelah lama terdiam. “Gak semua sih. Tapi minimal aku tahu apa yang terjadi.” Jericho lalu mengeluarkan kado yang ia bawa dan mata Sofie pindah menatap benda itu. “Apa kamu tamu di pesta itu juga?” Jericho menoleh pada Sofie lalu mengangguk. “Berarti kamu kenal dengan Mas Revan.” Jericho mendengus tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Lebih tepatnya Astrid ....” “Jadi kamu tahu kalau pesta ulang tahun itu dibuat Mas Revan untuk perempuan itu, iya kan?” potong Sofie dengan raut wajah yang mulai kembali tegang. Jericho masih berusaha untuk tenang. Ia memang tidak suka dengan tindakan Sofie yang melabrak Astrid, tapi sisi hatinya bicara lain. “Aku gak tahu kalau Revan yang membuat pesta itu. Aku datang karena ... Astrid adalah temanku.” Jericho berbohong pada Sofie. Sofie diam dan menatap kosong ke depannya. Semilir angin malam yang tidak begitu dingin membelai rambut Sofie yang tergerai sederhana. Sofie tidak berpenampilan glamor meski ia mengenakan dress dengan rok separuh paha yang simpel. Untuk ukuran istri pengusaha, Sofie berpenampilan biasa hanya saja parasnya memang sangat cantik. Jericho sempat menyisir penampilan Sofie dari atas sampai bawah. Sofie memiliki bibir yang sensual dengan mata sendu yang menghangatkan hati. Tidak ada aksesoris yang berlebihan kecuali cincin kawin yang melingkar di jemarinya. Bahkan jika dibandingkan dengan Astrid, sesungguhnya Sofie jauh lebih menawan. “Apa yang akan kamu lakukan sekarang?” tanya Jericho mulai penasaran dengan Sofie. Jericho tengah menakar jika Sofie bisa berguna menjadi teman barunya. Keuntungan apa yang bisa ia ambil dengan mengakrabkan diri pada istri yang terluka seperti Sofie. “Aku belum tahu ... Jericho. Maksudku, Mas Jericho,” jawab Sofie sedikit terkesiap, Jericho tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Panggil saja Richo, tapi panggil sebutan Mas juga boleh. Mungkin dengan begitu kita bisa akrab.” Sofie berpaling sekaligus mengernyitkan keningnya. “Maksudnya?” “Ya, kita bisa saling membantu!” Sofie makin mengernyit tidak mengerti. “Membantu apa?” Jericho sedikit menaikkan ujung bibirnya lalu tersenyum. “Jika ada yang bisa aku bantu, aku akan melakukannya.” Sofie masih diam memperhatikan Jericho yang begitu serius menawarkan bantuan padanya. Sofie belum pernah melihat Jericho sebelumnya. “Apa kamu berteman dengan suamiku? Tapi kenapa aku gak pernah bertemu kamu ya, Mas?” selidik Sofie mulai memicing curiga. Jericho masih tersenyum dan terkekeh kecil. “Kalau aku bilang aku adalah saingan bisnis, kamu pasti akan menjauhiku, kan?” jawab Jericho sekenanya. Ia tidak pernah berpikir jika ibu rumah tangga seperti Sofie akan paham tentang partner bisnis. “Gak juga.” Jawaban singkat Sofie membuat Jericho terkesiap dan raut senyumnya berubah. Sofie mulai menatapnya dengan tajam dan itu membuat Jericho sempat terpaku pada matanya. “Aku hanya ingin membantu ....” Sofie mengangguk biasa saja. “Terima kasih. Aku rasa sudah gak ada gunanya aku di sini. Aku mau pulang saja.” Jericho mengangguk dan berdiri. “Ayo aku antar.” Sofie sedikit mendongakkan kepalanya pada Jericho yang bersedia mengantarkannya. Ia menggeleng kemudian. “Aku pakai sopir kemari.” Sofie menoleh ke samping dan Jericho ikut melakukannya. Ia mengangguk kemudian. Jericho lalu mengantarkan Sofie sampai ke mobilnya dengan membukakan pintu belakang. “Terima kasih.” Hanya senyuman yang diberikan Jericho sebelum menutup pintunya lagi. Setelah Sofie pergi, raut Jericho berubah datar dan dingin. Perlahan ia mengeraskan rahangnya mengingat apa yang sudah dilakukan Astrid dan Revan di belakangnya. “Hmm ... jadi gini permainan lo ya, Van! Gue akan bikin perhitungan sama lo. Kali ini gue akan bikin lo hancur!” geram Jericho lalu berbalik masuk ke mobil dan membanting pintunya dengan marah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN