Rayuan Frasco

1219 Kata
"s**t, Frasco! What will you do?"  Elina melepaskan genggaman tangannya dari Frasco. "Sabar, Sayangku. Kau jangan marah dulu. Kalau kau marah aku semakin ingin menggigitmu.” Frasco menggoda Elina. Oh, my God. Is this guy crazy or something?  gerutu Elina dalam hati. Elina tidak tahan dengan tingkah Frasco. Dia berbalik dan melangkah menuju pintu, namun tiba-tiba Frasco memeluknya dari belakang. "Kau mau ke mana, Sayang? Kau ingin suamimu segera bebas, kan?" tanya Frasco. Lingkaran tangannya semakin erat melilit tubuh ramping Elina.  "Frasco, lepaskan! Apa kau sedang mengancamku?!" Elina meronta. "Kalau iya kenapa?" bisik Frasco. Elina meronta mencoba melepaskan diri dari dekapan Frasco. Dia berjuang keras agar bisa terbebas dari Frasco, namun Frasco semakin mendekapnya erat. Pria itu memutar tubuh Elina hingga bersemuka dengannya. Ia menyudutkannya ke dinding kamar, mengunci gerak Elina dengan mencengkal kedua tangan Elina di atas kepalanya. Frasco menyurukkan kepalanya ke leher wanita cantik itu. Menjelajah leher jenjang Elina dengan bibir basahnya. Frasco semakin terbakar dan Elina semakin merasakan kengerian dalam jiwanya. "Frasco, please don't! please!"  Elina tersedu. Air matanya mengalir deras. Elina tidak berdaya. perempuan itu teringat akan peristiwa masa lalu saat Kaivan memerkosanya sebelum pria itu menjadikannya istrinya. Elina merasa harga dirinya tercabik-cabik dengan perlakuan Frasco padanya. Frasco menghentikan kesibukannya menciumi leher jenjang Elina. Frasco menatap wajah Elina yang penuh dengan airmata. Untuk pertama kalinya dia memperlakukan seorang wanita dengan begitu kasar. Frasco tak sanggup memendam rasa ketika berhadapan langsung dengan wanita pujaannya itu. "Apa kau begitu mencintai, Kaivan?" tanya Frasco. Elina mengangguk. Dia kembali terisak. Frasco mendekap Elina lagi lalu mencium puncak kepala Elina. Huft!  Desah kesal terlontar dari bibir penuh Frasco. "Aku masih ingin memelukmu Elina. Aku tidak hanya tertarik secara fisik padamu. Aku menyayangimu," kata Frasco. "Bagaimana kau bisa menyayangiku? Kita tidak pernah dekat, Frasco. Bahkan, aku baru mengenalmu beberapa tahun lalu meski ayah kita berteman baik." "Rasa sayang itu bisa tumbuh kapan saja, di mana saja dan pada siapa saja, Elina. Bahkan dengan orang yang tidak kita kenal sekalipun. Cinta tak butuh 'dekat'." Frasco mengadukan dahinya ke dahi Elina. Elina bergeming. Kepalanya masih tertunduk. Frasco menangkup wajah Elina lalu mengangkatnya. "Apa kau mencintai Kaivan?" dia mengulang pertanyaan yang belum sempat terjawab oleh Elina. "Sangat. Aku mencintainya melebihi diriku sendiri," balas Elina gugup sambil menahan tangisnya. "Apa kau mau melakukan apa saja demi Kaivan?" tanya Frasco lagi. " Apapun," balas Elina. "Bahkan kalau kau harus meninggalkan Kaivan?" Elina membulatkan matanya terperanjat akan pertanyaan Frasco. "Aku mencintai Kaivan. Apapun akan kulakukan. Aku rela berkorban demi dia meski aku harus mengorbankan perasaanku.” Butiran-butiran air mata kembali membasahi pipinya. "Kalau begitu tinggalkan Kaivan dan menikahlah denganku. Aku akan memberi kesaksian yang akan membebaskan suami tercintamu itu," tutur Frasco. Matanya terus memandangi wajah cantik Elina. "Sekarang pulanglah. Satria menunggumu. Jangan lupa pikirkan ucapanku tadi kalau kau ingin melihat Kaivan menghirup udara kebebasan lagi," tuturnya lagi. *** Elina pulang dengan langkah gontai. Ia masuk ke kamarnya dan membaringkan tubuh letihnya di atas kasur empuk yang berlapis seprei berwarna coklat berpadu dengan motif tulip berwarna merah, warna favorit Kaivan. Masih terbayang di benaknya apa yang dilakukan Frasco tadi. Sungguh menjijikan. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan untuk bisa membebaskan suamiku? Aku tak mau kehilangan dia. Apakah aku harus menerima tawaran si berengsek Frasco agar Kaivanku bisa bebas?   Tak terasa air matanya mengalir begitu deras. Matanya terasa perih, tapi ia tidak bisa memejam. Perlakuan Frasco padanya tadi masih menari-menari di pelupuk matanya. Pria itu dengan mudah bisa mengancamkan dan mempermainkannya. Ia juga sudah berlaku kurang ajar dengan mencium paksa Elina.  Kenapa setiap pria yang baru ku kenal memperlakukanku seperti itu? Dulu, Kaivan juga melakukan hal yang sama dengan Frasco bahkan lebih parah. Dia memperkosaku dan mengintimidasi keluargaku tapi perlahan dia bisa meluluhkan hatiku sampai aku benar-benar jatuh cinta padanya. Elina kembali mengingat masa lalunya. Elina tidak mau kehilangan satu-satunya orang yang pernah berani mengorbankan perasaan dan nyawanya demi dia. Ia tidak sanggup melihat Kaivan dipenjara dan ia tidak akan sanggup terpisah jauh dari pria itu. Elina mencintai Kaivan. Ia akan mengorbankan apa saja demi bisa membebaskan Kaivan. Ia putuskan akan terima tawaran Frasco asal dia membebaskan Kaivan. ●●● Di dalam sel, Kaivan duduk dengan siku di atas paha. Ia meremas rambut cokelat terangnya sambil mengutuki diri sendiri. Katidakberuntungannya kali ini menyeretnya sampai ke tempat yang paling dibenci manusia, Hotel Prodeo.  Kaivan menatap kosong dinding ruang tahanannya. Mendapat perlakuan istimewa di sana lantaran kemapanan dan posisinya sebagai salah satu penyandang gelar crazy rich di republik ini, tidak membuatnya berada di atas awan. Penjara adalah hal hina. Penghuninya adalah kriminal dan Kaivan bukan seorang kriminal. Bayangan Elina dan Satria tergambar jelas di hadapannya. Ia tahu, di luar sana istrinya itu sedang berjuang untuk kebebasannya. Ia meremas rambutnya lagi. Kerinduan tak terperi kepada mereka membuatnya hampir gila. Sesekali ia menghela napas panjang untuk meredam kerinduannya pada kedua orang yang sangat penting dalam hidupnya. Pertanyaan siapa pelaku yang menginginkannya mendekam dalam penjara mulai muncul. Kaivan mengurut ulang beberapa kejadian yang bisa memicu terjadi kebencian dan dendam. Selama ini, yang ia sadari ia hanya berselisih dengan Frasco. Namun, jika pria culas dan arogan itu ingin mencelakainya, seharusnya Frasco melakukannya sejak dulu. Aku tak yakin Frasco yang melakukannya. Tapi kalau ada orang lain, siapakah dia? batin Kaivan. ***** Keesokan harinya Frasco mendatangi kantor Polisi dan memberikan kesaksian pada para penyidik tentang kejadian malam di saat Linda Kusuma tewas. "Saya Frasco Andrew rekan kerja Pak Kaivan. Saya akan memberi kesaksian bahwa malam itu Pak Kaivan bersama saya. Saya punya bukti nyata. Saya membawa rekaman CCTV yang terpasang di rumah saya yang bisa menjelaskan bahwa Pak Kaivan bersama saya saat kejadian yang menimpa Nona Linda terjadi. Saya pun punya saksi yang bisa membuktikan kalau Kaivan bersama saya malam itu, para asisten saya.” Kemudian Frasco menjelaskan kronologi malam itu saat dirinya meminta Kaivan menemuinya di rumahnya. Keterangan Frasco memang meringankan Kaivan, namun masih ada satu lagi yang masih memberatkan Kaivan yaitu masalah kerusakan kunci rumah Linda. Beruntung, siang itu Sesan Agus, salah seorang penyidik, berhasil menemukan saksi baru yang meringankan Kaivan. Dia bertemu dengan anak pemilik kontrakan. Pemuda tanggung itu menyatakan, saat dia melewati rumah kontrakan Linda, perempuan itu sempat berbicara padanya bahwa kunci kontrakannya sengaja di rusak oleh bosnya karena dia tidak sengaja meninggalkan kunci rumah itu di kantor. Sayangnya, saat Linda ditemukan tewas, pemuda itu sudah kembali ke Bandung untuk mengikuti ujian semesternya. Pemuda itu baru kembali lagi ke Jakarta tadi pagi. Mengetahui hal itu, pihak keluarga sekaligus pemilik kontrakan melaporkannya pada Sersan Agus. Setelah mendapat kesaksian Frasco dan bukti rekaman CCTV beserta keterangan dari anak pemilik rumah kontrakan Linda,  Panji segera mengurus pembebasan Kaivan. Elina menyambut kebebasan Kaivan dengan sukacita. Tidak pernah terbayangkan olehnya akan terpisah jauh darisuaminya itu. Tapi, beruntung kesaksian Frasco dan keterangan anak pemilik rumah kontrakan itu menjadi alibi kuat bahwa Kaivan  tak bersalah. Antonio dan Kayla yang sudah kembali ke Roma, Italia, merasa lega. *** Malam itu. "Aku sangat merindukanmu, sayang," bisik Kaivan. Kedua tangannya masih melingkar di pinggang Elina. "Aku juga. Aku sangat putus asa sewaktu kau ditetapkan sebagai tersangka. Aku tidak bisa jauh darimu, Kai. Aku bisa mati kalau sampai itu terjadi," balas Elina. "Aku mencintaimu, sayang." Kaivan mencium mesra bibir Elina. Bibirnya terus memagut bibir ranum Elina. Elina begitu menikmati ketika bibir suaminya melumat habis dan memenuhi mulutnya. Salah satu tangan Kaivan naik menelusuri punggung Elina. Lalu, menurunkan resleting mini dress yang dipakai Elina. Belaian lembut tangan Kaivan yang menyapu seluruh bagian punggung Elina membuat gairahnya semakin memanas. Ciuman Kaivan menjelajah menuruni leher dan p******a Elina yang membludak. Sesekali dia meremas  dan melumatnya. Elina dan Kaivan merasakan gairah tak tertahankan malam itu. Kerinduan bermalam-malam penuh kegelisahan dan airmata seakan meledak saat ini. Membuat mereka seakan berada di surga kenikmatan luar biasa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN