Tuduhan untuk Kaivan

1343 Kata
“Apa?! Linda tewas?" Kaivan membelalak. Keterkejutan menyengatnya tiba-tiba. "Semalam memang saya mengantar Linda pulang. Karena kunci rumahnya ketinggalan di kantor, dia meminta saya untuk membuka paksa kunci rumahnya.” “Kai, apa benar kau sempat berciuman dengannya?” Suara Elina terdengar berat dan sedikit bergetar. “Sayang ....” Kaivan berusaha menjelaskan, namun mulutnya hanya bisa terbuka tanpa bisa melanjutkan kalimat yang ingin dia ucapkan. “Bisa kami meminta keterangan Anda di kantor, Pak Kai?” tutur Sersan Agus. “Tentu saja.”  Kaivan ikut bersama para polisi itu didampingi Elina dan Jamal. Setibanya di kantor Polisi Kaivan menjelaskan semua fakta yang diketahuinya pada para penyidik. Para penyidik itu mencocokan keterangan Kaivan dengan keterangan saksi. “Saksi mata menyebutkan bahwa Anda sempat bermesraan dengan saudari Linda―” “Maaf, Sersan. Dia memang memeluk saya lalu menciumku tapi aku rasa itu tidak bisa dikategorikan sebagai bermesraan. Itu di luar kehendak saya,” sela Kaivan. "Kai, aku tidak menyangka. Aku kira semalam kau benar-benar bekerja." Raut wajah Elina memancarkan kesedihan. "Sayang, percayalah padaku. Aku hanya mengantarkan dia pulang. Dan kejadian itu selesai disitu karena aku tidak menyukainya. Aku mencintaimu. Percayalah padaku.” Kaivan meyakinkan. "Buktinya sudah jelas kau dan Linda―” Elina terisak. "Baby.Trust me, please!" "Maaf, saya rasa masalah rumah tangga kalian, bisa kalian selesaikan nanti. Pak Kaivan, sementara ini status bapak masih menjadi saksi. Tapi, kemungkinan akan naik menjadi tersangka jika kami menemukan bukti lain karena Pak Kaivan adalah orang yang terakhir bersama saudari Linda. Saya harap Pak Kaivan tidak meninggalkan kota selama masa penyelidikan ini." Sersan Agus menjelaskan. “Bagaimana mungkin aku jadi tersangka? Aku hanya mengantar dia pulang dan setelah dia... Linda menciumku, aku lantas meninggalkannya!" balas Kaivan dengan nada tinggi. "Kita akan buktikan nanti, Pak Kaivan," kata sersan Agus. ○○○ “Kai, aku tidak percaya kau melakukan semuanya di belakangku. Aku percaya padamu, Kai.” Elina terisak. Wanita cantik berambut cokelat bawaan itu berlari ke kamarnya. Dia mengunci diri di sana. “Sayang, semua itu salah paham. Demi Tuhan, aku tidak pernah mengkhianatimu.” Kaivan terus menjelaskan hal yang sebenarnya dari balik pintu. “Kau bohong, Kai!” teriak Elina. “Sayang, dengarkan aku. Percayalah padaku, please!” Perasaan wanita itu hancur mengetahui bahwa Kaivan ada affair dengan sekretarisnya. Mata cokelat bulat yang dihiasi bulu mata lentik itu kini dipenuh air mata. Butiran-butiran bening tak berhenti menetes membasahi pipinya. Setelah tiga hari melakukan penyidikan, akhirnya Polisi menetapkan Kaivan sebagai tersangka pelaku pembunuhan Linda Kusuma. Hari ini mereka membawa  Kaivan dan menahannya sementara di sana. Meskipun masih sangat marah pada Kaivan, namun Elina tetap setia mendampingi Kaivan. “Sayang, aku sudah memanggil pengacara untukmu. Kau tenang saja. Kau pasti bisa segera bebas. Aku yakin kau tidak melakukan yang mereka tuduhkan.” Elina menggenggam erat tangan suaminya. “Kau memakai jasa pengacara siapa, El?” “Aku.” Tiba-tiba pria paruh baya dengan setelan jas cokelat tua dan kacamata masuk ke dalam ruang tahanan Kaivan. “Om Panji?” Kaivan menatap pria itu tidak percaya. “Sayang, kau yang meminta Om―” “Aku yang menawarkan diri pada istrimu, Kai,” jelas Panji. Panji adalah suami ibu kandung Kaivan. Sejak usianya 10 tahun orang tua Kaivan sudah bercerai. Saat ini, mereka sudah mempunyai kehidupan masing-masing. Kala itu, Kaivan tinggal bersama bersama Ayahnya dan Kayla tinggal bersama Ibunya. “Terima kasih, Om. Aku pikir karena hubungan Papa dengan Om tidak harmonis, Om tidak akan pernah mau berurusan denganku.” “Itu masalahku dengan Papamu. Kau beda lagi, Kai.” Kaivan merasa lega Panji mau membantunya. Panji Dharmawan adalah pengacara nomer satu di kota ini bahkan di negara ini. pengacara Handal yang sudah menangani ratusan kasus hukum. Berita tertangkapnya Kaivan sebagai pelaku pembunuhan atas Linda Kusuma, Sekretarisnya, menyebar dengan cepat. Dalam hitungan jam, beberapa media massa sudah memberitakan status tersangka yang disandang oleh Kaivan. *** Keesokan paginya, Elina dikejutkan oleh kedatangan Ayah dan ibu tiri Kaivan. Mereka terbang dari Roma setelah mendengar berita tentang Kaivan. Elina menceritakan semua kejadian yang menimpa Kaivan kepada Antonio termasuk memilih Panji Dharmawan sebagai pengacara untuk Kaivan. “Elina, Papa tidak mengerti kenapa kau biarkan si Panji sialan itu menjadi pengacara Kaivan? Memangnya kalian kekurangan uang untuk membayar pengacara lain yang lebih hebat?” Nada bicara Antonio menjelaskan ketidaksukaannya pada Panji. “Pa, Om Panji sendiri yang meminta. Kami tidak bisa menolaknya. Lagi pula, Om Panji juga kan seorang pengacara handal,” balas Elina. “Terserah kau saja. Tapi, aku tetap akan mencari pengacara lain,” tegas Antonio. Elina menangkup wajah. Wanita itu tidak menduga reaksi Antonio akan begitu murka saat mengetahui kalau Panji menjadi pembela anaknya. Teet....teeet.... suara ponsel Elina berdering. Nama Levin tertera di layar ponsel itu. “Iya, Levin.” "I heard about Kaivan. Is that true?" tanya Levin dari ujung telepon. "Iya. Kaivan...." Elina tak sanggup melanjutkan ucapannya. Dia terisak. Levin yang mendengar isak tangis Elina mencoba untuk menenangkannya. "Elina, sudah jangan menangis. Aku yakin Kaivan tidak bersalah. Besok pagi aku akan ke rumah kalian.” “Apakah kau masih di Jakarta? Kau tidak jadi kembali ke London?” “Tidak. Aku tertahan oleh seseorang di Pulau Dewata.” “Baiklah. Hati-hati dalam perjalananmu. Aku menunggumu besok.” Levin menepati janjinya. Pria  itu sudah ada di rumah Elina sebelum jam 12 siang. Pria yang suka berpenampilan kasual itu bertemu dengan Antonio. "Hello, Mr.Jourell. I'm Levin Linford." Levin memperkenalkan diri pada Antonio. "Oh, Jadi kau Yang bernama Levin? Kaivan banyak bercerita tentangmu. Senang bisa bertemu denganmu. Apa kau akan menemui Kaivan di kantor Polisi?" tanya Antonio. "Iya, Pak. Saya dengan Elina akan menemui Kaivan.” "Kalau begitu kita pergi bersama.” Setelah Elina turun dari kamarnya, mereka bertiga pergi menuju kantor polisi dengan mobil yang dikendarai Levin. Panji sudah berada disana dan terlihat sedang berbincang dengan Kaivan. Antonio mengepalkan tangannya erat. Deru napasnya terdengar kencang dan pandangan matanya memancarkan kebencian yang teramat sangat. "Siapa yang menyuruhmu menjadi pengacara anakku?!" Antonio berjalan mendekati Richard dengan emosi yang meledak-ledak. "Pa, sabar. Ini kantor polisi. Tolong tenang sedikit," kata Elina berusaha menenangkan ayah mertuanya. "Antonio, aku tahu kita punya masalah serius tapi kali ini biarkan aku mendampingi Kaivan. Aku yakin kita semua di sini untuk Kaivan kan? Dan aku yakin Kaivan tidak bersalah," balas Panji. "Pa, aku tidak mau kalau Papa mengganti Om Panji dengan pengacara lain," tutur Kaivan kepada ayahnya. "Baiklah kalau begitu. Mereka bilang kau hebat. Tunjukan padaku kehebatanmu!" Petugas polisi yang mendengar keributan itu segera melerai mereka. "Maaf, Bapak-bapak kalian tidak boleh ribut di sini. Kalau kalian ingin berbicara dengan Pak Kaivan kalian harus mengikuti aturan, per dua orang," tegas petugas itu. Saat tiba giliran Elina, Antonio dan lainnya memberikan privasi padanya. Elina masuk ke ruang pemeriksaan itu seorang diri untuk menemui suaminya. "Sayang, kau percaya padaku, kan?" tanya Kaivan sambil menggenggam erat tangan Elina. "Kai, sebaiknya kau jujur padaku tentang malam itu," balas Elina. "Dengar, El. Aku berkata yang sebenarnya. Setelah mengantar Linda, aku menemui Frasco di rumahnya. Cuma itu saja. Kalau kau berpikiran sama dengan para polisi itu bahwa aku ada hubungan spesial dengan Linda, itu salah. Aku bahkan sama sekali tak tertarik padanya.” Kaivan meyakinkan istrinya. "I love you, Elina. You're the one I love." "I know it, Kai. I love you more." Setelah bertemu dengan Kaivan, mereka; Elina; Antonio; Levin dan Panji; duduk bersama di sebuah café yang berjarak hanya beberapa ratus meter dari kantor Polisi. Mereka mambahas masalah Kaivan. Meskipun begitu, Antonio masih bersikap dingin pada Panji. "Elina, Kaivan harus punya alibi yang meyakinkan malam itu. Bahwa pada saat tewasnya Linda, dia memang tidak berada di sana bersamanya. Kaivan menceritakan padaku kalau setelah menemui Nona Linda dia menemui Tuan Frasco. Kau harus bisa membujuk Frasco untuk bisa memberikan keterangan pada polisi. Hanya itu bukti yang bisa membebaskan Kaivan dari semua tuduhan," ujar Panji. "Baiklah, aku akan menemui Frasco dan bicara padanya," balas Levin. "Aku ikut bersamamu, Levin,” imbuh Elina. Setelah mengantar Antonio kembali ke rumah mewah Kaivan, Levin dan Elina langsung tancap gas menuju kediaman Frasco. "Sayangku, Elina dan si tukang iklan, Levin. Ada apa kalian kesini?" tanya Frasco yang sudah bersetelan rapi. Wajah tampannya memukau. Tapi, tetap saja tak mampu menggoyahkan hati Elina. Pria itu berdiri dengan angkuh hingga tak membiarkan Elina dan Levin masuk ke dalam rumahnya. Mereka tertahan di beranda. "Frasco, I need your help," kataElina. "Aku akan melakukan apa pun agar bisa membantumu, Sayang," balas Frasco tanpa canggung dengan selalu menyebut 'sayang'  kepada Elina.  Levin yang mendengar istri sahabatnya di panggil 'sayang' oleh Frasco merasa geram. Itu sama saja melecehkan Kaivan, pikirnya. Ingin sekali dia menghajar pria di hadapannya itu. Namun, dia dan Elina sedang meminta bantuannya, tidak mungkin dia membuat keributan sekarang. Lalu, Elina menceritakan semua yang sudah terjadi pada Frasco. Perempuan itu memohon agar Frasco dapat membantunya kali ini. "Sayang, kalau untuk Kaivan aku tidak bisa membantumu. Maafkan aku. Aku rasa kita sudah selesai. Maaf, aku harus pergi ke kantor," kata Frasco melengos meninggalkan Elina dan Levin.       
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN