Setelah hampir satu jam di jalan, akhirnya mobil yang dinaiki oleh Melvin dan Tristan sampai di daerah yang dikirimkan oleh Selatan. Para anggota Kahraman sudah tiba duluan di sana sekitar lebih dari lima belas menit yang lalu. Titik lokasi yang dikirimkan oleh Selatan pun mengarah persis di dekat gunung sampah yang terkenal itu, dan agak jauh dari pemukiman penduduk.
Seumur hidup, ini adalah kali pertama Melvin menginjakkan kaki ke tempat seperti ini. Mobil mewahnya terlihat begitu kontras dengan tempat kumuh ini, hingga sedari awal memasuki daerah Bantar Gebang, banyak orang yang memandangi mobilnya dengan begitu takjub. Melvin memilih untuk mengabaikan mereka saja.
Mobil Melvin pun berhenti dan diparkirkan oleh sang supir persis di belakang mobil yang dikenalinya sebagai mini bus milik Kahraman. Tidak tanggung-tanggung, ada dua mobil seperti itu di depan mereka. Sepertinya Selatan membawa lebih banyak anggotanya untuk menyisir tempat ini.
Belum keluar dari mobil, rasanya Melvin sudah bisa membayangkan akan sebau apa kondisi di depan. Dengan gunungan sampah setinggi itu, semua bau busuk pastinya bercampur jadi satu. Melvin sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana Darel menghadapi ini semua. Sepupunya yang satu itu merupakan seseorang yang sangat gila bersih. Tanpa dipukuli pun, dibawa ke sini sudah bisa dibilang sebagai siksaan yang sangat berat bagi Darel.
Melihat Selatan turun dari mobil yang ada di depan, Melvin pun memutuskan untuk ikut turun, begitu pun dengan Tristan. Bau busuk pun langsung menyegrak memenuhi indera penciuman mereka. Rasanya Melvin mau muntah, namun ia berusaha keras untuk menahan gejolak rasa mualnya. Perlu waktu hingga ia bisa terbiasa dengan bau busuk yang menyengat ini.
Tristan pun sepertinya merasakan hal yang sama dengan Melvin. Namun, rasa khawatir terhadap sang kakak membuatnya bisa mengabaikan bau busuk itu dengan mudah.
"Anak-anak udah pada mencar buat nyari sepupu lo di sekitar sini. Tadi, kita juga udah keliling buat nyari mobil itu, tapi belum ketemu sama sekali." Selatan menjelaskan di saat Melvin bahkan belum menanyakan apa pun.
Berbeda dengan Melvin yang merasa sangat terganggu dengan bau busuk yang menyengat hingga ia sesekali menahan napas, Selatan justru nampak biasa saja. Mungkin, ini bukan kali pertamanya berada di tempat ini.
"Apa lo yakin kakak gue ada di tempat ini? Gimana kalau ternyata dia ada di salah satu rumah penduduk?" Tanya Tristan pada Selatan. "Bisa aja pelakunya kongkalikong sama penduduk di sekitar sini buat nyembunyiin kakak gue, kan?"
Selatan melirik sebentar pada Tristan sebelum dirinya melihat ke arah Melvin lagi.
"Kemungkinannya kecil kalau dia disembunyiin di rumah penduduk, karena itu hanya akan menarik perhatian yang nggak diperlukan. Penjahat mana yang mau gerak-geriknya diawasi sama penduduk, kan? Terlebih lagi, kalian tau sendiri gimana masyarakat zaman sekarang yang apa-apa langsung upload di media sosial."
Teori Selatan itu ada benarnya, sehingga Tristan memilih tidak menyangkalnya lagi.
"Terus, sekarang gue sama Tristan harus gimana? Apa perlu kita berpencar untuk ikut cari Darel?"
Selatan menggelengkan kepala. "Nggak perlu," katanya. "Kalian dua anggota keluarga Wiratmaja. Terlalu bahaya kalau kalian sampai ikut ke sana."
"Apa gue perlu panggil bantuan tambahan?" Tristan menyarankan.
Dan lagi-lagi, Selatan menjawabnya dengan sebuah gelengan kepala.
"Itu cuma nggak perlu, karena orang-orang gue udah cukup."
Tristan melihat Melvin, memberinya tatapan tidak yakin. Ia tidak percaya kalau Selatan sudah membawa orang-orang yang cukup untuk mencari kakaknya, sehingga ia mengisyaratkan agar Melvin setuju dengan sarannya tadi untuk menambah bala bantuan.
Namun, Melvin setuju pada Selatan.
"Orang-orang Selatan udah cukup kok, trust me."
Tristan sepertinya masih merasa sangsi, namun pada akhirnya memutuskan untuk percaya pada Melvin.
Semenit kemudian, di saat Melvin sama sekali belum terbiasa dengan bau busuk menyengat yang ada di udara tempatnya berada, dilihatnya Selatan menekan ear piece di telinganya yang tersambung dengan sebuah HT di sakunya. Lalu, raut wajah pria itu berubah jadi lebih serius karena apa yang dia dengar lewat ear piece.
"Oke, gue ke sana," ujar Selatan pada orang yang bicara dengannya menggunakan HT. Lalu, ia berujar pada Melvin dan Tristan, "Darel udah ketemu. Ikut gue sekarang."
Melvin dan Tristan pun bergerak cepat untuk mengikuti Selatan ketika laki-laki itu berlari meninggalkan tempat mobil mereka terparkir. Pikiran tentang Darel yang sudah ketemu membuat Melvin benar-benar mengabaikan bau busuk yang membuat perutnya mual. Belum lagi berlari membuat bau busuk itu semakin menyengat menusuk hidungnya.
Mereka berada di area Bantar Gebang yang paling dekat dengan gunung sampah, sehingga lingkungan di sini cukup sepi dan jauh dari rumah penduduk. Para pemulung dan pekerja di Bantar Gebang ini pun sepertinya juga jarang melewati jalan yang ini karena keadaannya yang begitu sepi.
Namun, ada beberapa bangunan semi permanen yang keadaannya sudah tidak layak lagi di sini. Beberapa bangunan itu dipenuhi oleh sampah botol bekas yang sepertinya milik pemulung, sementara beberapa bangunan yang lain pintunya tertutup.
Setelah berlari cukup jauh, akhirnya mereka tiba di sebuah bangunan yang kini sudah dikelilingi oleh para anggota Kahraman. Mereka mengelilingi bangunan itu, berada dalam posisi siaga dengan senjata di tangan masing-masing. Melvin rasa, Tristan pasti bingung melihat para anggota Kahraman, namun ia tidak mengatakan apa-apa karena hanya ingin secepatnya bertemu dengan Darel.
Begitu Melvin, Selatan, dan Tristan tiba, para anggota Kahraman yang berada di dekat pintu pun langsung membuka jalan agar mereka bisa masuk dan melihat apa yang ada di dalam bangunan sepetak yang sudah sangat kumuh dan tidak layak itu.
Baik Melvin mau pun Tristan sama-sama mematung dan menegang di tempat ketika mereka melihat apa yang ada di dalam sana. Tubuh Melvin rasanya langsung lemas melihat Darel yang babak belur, duduk terikat di sebuah kursi kayu. Darah kering dan lebam memenuhi wajah Darel, sementara laki-laki itu tidak sadarkan diri.
Di belakang Darel, tepatnya di dinding triplek berlapis seng yang dipenuhi bolong sana sini itu, terdapat sebuah tulisan yang dibuat dengan cat pylox berwarna merah.
WIRATMAJA = MATI.
Membaca tulisan itu membuat Melvin diliputi oleh amarah.
***
Lea sama sekali tidak bohong waktu dia bilang ke Melvin bahwa hari ini ia akan sibuk membantu Letta dalam tugasnya yang berhubungan dengan Kahraman. Meski sedang sibuk dengan kasus Melvin, tapi bukan berarti Kahraman tidak memiliki klien lain yang harus diurus. Dan untuk yang satu ini, Letta lah yang in charge menjadi pemimpinnya.
Seperti biasa, Letta bertugas untuk mengorek sebuah informasi. Kali ini, informasi yang harus didapatnya dari seorang pejabat yang ada di negara ini. Letta pun harus berpura-pura sebagai seorang pebisnis yang ingin menawarkan kerja sama terhadap pejabat itu, sementara Lea berpura-pura menjadi asistennya Letta. Padahal, tugas Lea sebenarnya adalah mengamati sekitar dan mencatat apa saja yang sekiranya janggal.
Ketika Melvin meneleponnya, Lea harus izin ke toilet dulu agar tidak ada yang bisa mendengar percakapannya dengan Melvin. Tentu saja Lea terkejut bukan main begitu Melvin memberitahunya tentang Darel yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar.
Karena pekerjaannya dengan Letta belum selesai, mau tidak mau Lea harus mencuri-curi kesempatan agar bisa menghubungi anggota Kahraman yang lain untuk memberi bantuan pada Melvin.
Setelah tahu bahwa hilangnya Darel memang berhubungan dengan Noir, Lea tidak bisa untuk tidak merasa gelisah. Ia sudah sulit untuk fokus dengan pekerjaannya dan Letta, dan berusaha sangat keras untuk menyelesaikannya dengan baik.
Karena ia sudah beberapa kali izin ke toilet dalam tugasnya bersama Letta, setelah memberitahu Melvin mengenai rekaman CCTV itu, akhirnya Lea tidak bisa untuk pergi ke toilet lagi, dan harus tetap diam di sisi sang kakak hingga pekerjaannya selesai. Dan selama itu, Lea sama sekali tidak bisa tenang.
Jika sudah menyangkut Noir, perasaannya langsung berubah tidak enak. Rasanya ia ingin menyusul Melvin dan rombongan Selatan saja untuk membantu mereka, sekaligus memastikan jika Melvin dan keluarganya tetap baik-baik saja. Namun, ia tidak bisa pergi begitu saja dari tugasnya sekarang. Akan terlalu berbahaya jika Letta ditinggal sendirian.
Letta sendiri sadar jika sejak kembali dari toilet, adiknya itu tidak terlihat tenang sama sekali. Lea memang belum menjelaskan apa yang terjadi pada Letta, karena di situasi seperti ini, tidak ada kesempatan bagi mereka untuk membahas itu.
"Terima kasih atas kerja samanya. Saya akan menunggu kabar baik dari kalian."
Akhirnya, setelah hampir dua jam, urusan pekerjaan mereka selesai juga. Lea memasang senyum terbaiknya ketika ia dan Letta berpamitan dengan target mereka hari ini. Lalu, ia mengajak Letta untuk cepat-cepat pergi dari sana.
Sesampainya di mobil, Letta yang sedari tadi curiga dengan sikap Lea pun langsung menembaknya dengan sebuah pertanyaan.
"Kamu kenapa sih? Kayaknya daritadi gelisah banget. Untung aja orang tadi nggak curiga."
Sembari sibuk dengan ponselnya karena ingin menghubungi Melvin, Lea menjawab, "Ada sesuatu yang urgent banget. Tadi aku dapat kabar dari Melvin kalau sepupunya hilang dan itu ulah Noir juga."
"Fuck." Sebuah umpatan langsung lolos dari bibir Letta usai mendengar penjelasan dari Lea.
"I know. Fuck."
"Terus sekarang gimana?"
"Tadi Selatan dan yang lain udah coba nge-track lokasi sekiranya sepupu Melvin itu dibawa. Katanya dia dibawa ke Bantar Gebang. Gue nggak tau sekarang udah ketemu atau belum karena mereka belum ngabarin. Oh s**t, bahkan Melvin juga nggak bisa dihubungin sekarang."
"Dia ikut ke sana?"
"Katanya iya."
Dan itu lah yang membuat Lea khawatir. Meski ada banyak anggota Kahraman yang mencari Darel di sana, namun entah bahaya apa yang bisa mereka hadapi. Lea menebak jika hilangnya Darel ini berhubungan dengan Kahraman yang sekarang sudah berhasil menangkap beberapa anggota Noir. Karena itu, Noir kemungkinan besar ingin balas dendam.
Atau bisa jadi juga, permainan mereka yang sebenarnya benar-benar baru saja dimulai.
"Coba kamu hubungin Selatan." Letta menyarankan kepada Lea yang masih saja sibuk untuk terus menghubungi Melvin.
Akhirnya, Lea menyerah untuk menghubungi suaminya itu dan menuruti saran sang kakak untuk ganti menghubungi Selatan. Kebetulan sekali, di saat Lea hampir saja menekan kontak Selatan di ponselnya, telepon dari laki-laki itu justru datang terlebih dahulu. Pada deringan pertama, Lea langsung mengangkat telepon itu.
"Kalian di mana sekarang? Darel udah ketemu? Terus Melvin gimana?"
"Suami kamu udah gila, Lea!"
Jantung Lea langsung berdegup lebih cepat karena Selatan yang terdengar begitu frustasi.
"Melvin...kenapa?"
"Dia udah gila! Baru aja dia kabur dan mau nemuin Brian Wangsa!"
"What the hell?!"
"Yes, what the hell!!! You need to stop him, no matter how!"