Berhubung hari sudah terlalu sore setelah Hermadi selesai dengan penjelasan panjangnya, pria itu menyuruh Melvin untuk menginap semalam di rumahnya, dan baru pulang kembali esok paginya. Melvin sendiri tidak menolak karena rasanya ia terlalu linglung sekaligus shock berat setelah menerima informasi panjang dan berat dari sang ayah mertua.
Perasaan Melvin benar-benar jadi campur aduk dan ia tidak tahu mana yang lebih dominan. Kini Melvin tahu bahwa keluarga Sadajiwa tidak sejahat yang dia pikir. Tapi, masih ada rasa takut yang Melvin rasakan terhadap mereka karena mengetahui mengenai Kahraman dan power sebesar apa yang mereka punya untuk melindungi klien dalam bisnis itu.
Kini Melvin sudah tidak heran lagi mengapa keluarga Sadajiwa memiliki fasilitas yang begitu lengkap dalam kompleks perkebunan mereka ini, terutama dalam bidang olahraga dan bela diri. Para anggota The K maupun Kahraman pasti sering berlatih di sana. Oh, bahkan Melvin juga belum sempat berkeliling tempat ini sepenuhnya sehingga ia tidak tahu medan latihan seperti apa lagi yang mereka punya di sini. Para anggota Kahraman tentunya harus kuat dan tangkas untuk melindungi klien mereka.
Melvin pun jadi paham mengapa para anggota keluarga Sadajiwa juga memiliki kemampuan bela diri yang sangat baik sekaligus ilmu persenjataan yang juga sama baiknya. Hermadi sendiri sempat bilang kalau mereka semua adalah anggota Kahraman, termasuk Lea. Dan Hermadi juga bilang bahwa Lea menganggap pernikahannya dan Melvin ini sebagai tugas khusus dari Kahraman yang harus dilakukannya. Melvin tidak tahu bagaimana harus menanggapi itu.
Dan jika ditanya apakah sekarang Melvin sudah percaya pada keluarga Sadajiwa, sejujurnya masih ada rasa denial yang begitu besar dalam dirinya untuk mempercayai semuanya. Hanya saja, bukti yang diberikan oleh Hermadi padanya memang menunjukkan bahwa apa yang disampaikannya pada Melvin tadi sama sekali tidak mengada-ada.
Dalam amplop cokelat yang diberikan oleh Hermadi, terlampir banyak sekali bukti. Mulai dari kontrak kesepakatan antara Arthur Wiratmaja dan Kahraman, foto-foto yang menunjukkan dead threats yang didapat oleh Arthur, tangkapan layar percakapan pesan antara Hermadi dan Arthur pun juga ikut dilampirkan, hingga bukti sudah berapa lama Kahraman beroperasi dan siapa saja yang pernah menjadi klien mereka sebagai bukti kuat bahwa Kahraman memang sudah lama ada dan bukan hanya buatan untuk menjebaknya saja.
Bagian dari diri Melvin yang masih denial pun hendak berpikir jika Hermadi sengaja memalsukan dan membuat sendiri semua bukti-bukti itu. Tapi pertanyaannya, untuk apa? Dan jika memang semua buktinya palsu, kenapa rasanya begitu nyata?
Malam itu, Melvin kembali tidak mendapat tidur nyenyak di kediaman keluarga Sadajiwa. Dan kali ini bukan hanya karena dirinya sulit tidur di tempat yang asing, melainkan karena pikiran tentang Kahraman, ayahnya, dan siapa pelaku di balik ini semua.
Dan memikirkan perkataan Hermadi mengenai sang pelaku yang bisa saja merupakan orang di dekatnya pun, semakin membuat Melvin gelisah.
Pertanyaannya, siapa dalang dari ini semua?
***
Sesuai yang disarankan oleh Hermadi, Melvin baru pulang keesokan paginya. Sebelum Melvin pulang, Hermadi berjanji bilang bahwa para anggota Kahraman akan kembali bertugas untuk melindungi Melvin, juga keluarganya. Bahkan mereka juga akan meningkatkan proteksi jadi dua kali lipat dan tidak akan membiarkan hal buruk terjadi lagi pada mereka.
Melvin hanya mengiyakannya saja, dan ia juga meminta agar penyelidikan untuk mencari tahu pelaku yang berniat untuk menjatuhkan mereka agar terus dilakukan. Hermadi pun berjanji bahwa ia dan Kahraman akan mencari pelakunya sampai dapat. Dan mereka akan berusaha lebih keras lagi untuk menggali informasi dari orang-orang yang kini menjadi tawanan mereka.
Mengingat tiga orang di ruang bawah tanah itu rasanya hanya membuat emosi Melvin naik. Jika memang mereka tetap tidak ingin buka suara, Melvin hanya berharap agar mereka bisa mendapat kematian yang menyakitkan, sebagai balasan atas apa yang sudah mereka lakukan pada Melvin dan juga keluarganya.
Berhubung Melvin mendapat kabar bahwa Lea sudah diperbolehkan untuk pulang hari ini dan boleh melakukan rawat jalan selama masa pemulihannya, maka ia pun meminta kepada supir untuk diantarkan ke rumah sakit untuk menjemput istrinya itu.
Ketika Melvin tiba, Lea sedang sendirian di kamar, sementara Letta tidak terlihat dimana-mana. Namun, dilihatnya Lea sudah tidak lagi mengenakan seragam rumah sakit, dan sudah mengenakan pakaian biasanya. Selang infusnya pun sudah dilepas. Dan barang-barang Lea juga sudah dikemasi, tersimpan rapi di dalam tas jinjing yang ada di sebelahnya. Lea hanya tinggal pulang ke rumah saja.
"Loh? Udah siap pulang?"
Melvin bertanya begitu, sebab ia pikir, Lea baru akan pulang beberapa jam lagi dan bukannya sudah siap seperti ini ketika ia datang.
"Udah dibolehin sama dokternya pulang kok. Mumpung tadi ada Kak Letta juga, jadi aku sekalian minta bantuin beres-beres."
"Ah, I see. Di mana dia sekarang?"
"Udah pulang. Katanya, dia nggak mau ketemu kamu."
Melvin hanya memasang raut wajah datar saja menanggapinya, karena tidak tahu harus merespon bagaimana lagi, selain menerima kenyataan bahwa Letta sudah sangat tidak menyukainya. Setelah apa yang Melvin lakukan terhadap keluarga mereka sebelum ini, Melvin sungguh bisa mengerti itu.
"Jadi, mau pulang sekarang?"
Selama beberapa detik, Lea hanya diam memandangi Melvin. Lalu, ia bertanya, "Pulang ke rumah kamu?"
"Rumah kita." Melvin mengoreksi. "Emangnya mau pulang ke mana lagi?"
"Well...kupikir posisinya kita udah pisah rumah, jadi aku pulang ke apartemen lagi."
Melvin membalasnya dengan helaan napas. Lalu, tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia berjalan lebih dekat pada Lea, lalu meraih tas jinjing berisi barang-barang perempuan itu yang tergeletak di atas tempat tidur persis di sebelah Lea duduk. Lalu, ia mengulurkan tangan pada Lea.
Meski awalnya ragu, pada akhirnya Lea menerima uluran tangan Melvin dan membiarkan laki-laki itu membantunya untuk turun dari tempat tidur, juga membantunya berjalan keluar dari kamar. Berhubung urusan administrasi rumah sakit sudah diurus oleh Melvin, mereka pun bisa langsung pergi dari sana.
Tidak butuh waktu lama hingga keduanya tiba di mobil dan berada dalam perjalanan menuju rumah mereka, yang kini sudah cukup lama tidak ditempati oleh keduanya, sejak pertengkaran tempo hari.
Kini, Melvin sudah benar-benar membiarkan dirinya dijaga oleh anggota The K maupun Kahraman. Dalam perjalanan pulang mereka ini saja, ada dua mobil yang melindungi mobil yang ditempati oleh Melvin. Satu di depan dan satu di belakang. Selain itu, supir dan seseorang yang duduk di sebelahnya juga ada anggota Kahraman yang bertugas untuk melindunginya dari dekat.
Suasana canggung antara Melvin dan Lea masih jelas sekali terasa. Dan bagi Melvin, rasanya jadi lebih canggung lagi setelah kini ia mengetahui semuanya. Lima menit berlalu di dalam mobil, dan mereka masih saling diam. Melvin menatap lurus ke depan, sementara Lea memusatkan perhatiannya ke luar jendela.
Ketika Melvin menoleh pada Lea, ia langsung dihadapkan dengan tato di leher belakang perempuan itu karena posisi Lea yang menoleh ke sampingnya dan rambut panjangnya yang tengah digelung. Kini Melvin sudah tidak penasaran lagi pada arti dari tato itu, sebab ia sudah tahu bahwa pemilik tato tersebut merupakan anggota Kahraman. Karena itu, Lea dan seluruh anggota keluarga Sadajiwa yang lain, Selatan, serta orang-orang yang pernah dilihatnya waktu itu memiliki tato tersebut. Karena mereka adalah anggota Kahraman.
Mereka jadi berhadapan ketika tiba-tiba saja Lea berbalik untuk menoleh pada Melvin. Lalu, tiba-tiba saja sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Melvin.
"Jadi, kamu juga anggota Kahraman, kan?"
Lea tidak terlihat terkejut karena pertanyaan Melvin itu. Ia pasti sudah menebak bahwa Melvin telah mengetahui semuanya sekarang. Karena itu, Lea pun hanya menganggukkan kepala menjawabnya.
"Karena itu kamu bilang di awal kita ketemu kalau kamu terima pernikahan ini sebagai bentuk pekerjaan kamu?"
Lea menganggukkan kepala lagi.
"Dan kamu pulang malam selama ini, semua senjata yang kamu simpan di rumah, itu semua berhubungan sama pekerjaan kamu?"
Dan sekali lagi, Lea mengangguk.
"I'm sorry, Lea. I truly am," ujar Melvin sungguh-sungguh.
Lea menggelengkan kepala. "Please, stop saying sorry," balasnya. "Kemarin kamu juga nggak tau masalah yang sebenarnya apa, karena memang Papi kamu mau merahasiakan semuanya. But now you know."
"Tetap aja aku mau minta maaf, karena udah berpikiran buruk tentang keluarga kamu, maki-maki kamu waktu itu, bahkan mengancam kamu dengan pistol. Juga aku minta maaf karena kamu tertembak gara-gara aku."
"Aku udah maafin kamu, Melvin, jadi stop minta maaf terus. Lagian, semuanya juga bagian dari pekerjaan aku. Udah resiko."
"Maaf juga karena permintaan Papi, kamu terpaksa harus nikah sama aku."
Lea tertegun sebentar. Sebab mendengar Melvin meminta maaf untuk bagian yang itu benar-benar di luar dugaannya.
Melvin pun melanjutkan, "Selama ini aku nggak pernah peduli setiap kamu bilang kalau pernikahan ini juga sulit untuk kamu. I thought it's only me struggling, karena kupikir kamu dan keluargamu punya hidden agenda dalam pernikahan ini, jadinya kamu nggak menganggap pernikahan ini sebagai masalah besar. Sekarang aku tau kalau aku salah. Kamu juga sama terpaksanya kayak aku. Dan parahnya lagi, kamu harus terima ini dengan menganggap pernikahan ini sebagai bentuk profesionalitas dalam bekerja. No one would want to marry for that purpose, right?"
Sudut bibir Lea tertarik sedikit membentuk sebuah senyuman.
"You're right." Ia mengangguk setuju. "Tapi yang membuat semuanya terasa beban bukan karena aku harus nikah sama kamu demi pekerjaan. Yang membuat semuanya terasa berat justru karena Papi kamu ngerasa kita bakal jadi pasangan yang serasi dan sempurna. Beliau bahkan bilang, nggak akan ada yang pantas buat kamu selain aku. Padahal, kenyataannya sama sekali nggak begitu, kan?"
Melvin tidak menjawab.
"Kamu jangan khawatir, Melvin," ujar Lea lagi. "Walau kamu udah tau semuanya sekarang, aku akan usahain supaya kita tetap bisa pisah. Kalau pun nanti Papa nggak setuju, yang memang kemungkinan besarnya enggak, aku yang akan jelasin semuanya ke Papa."
Dan jawaban Melvin pun datang sedetik kemudian diiringi sebuah gelengan kepala.
"Aku udah berubah pikiran, Lea. Aku udah nggak mau cerai dari kamu."