"You don't look happy with this meeting."
Melvin hanya bisa tersenyum mendengar pemikiran yang diutarakan secara jujur oleh Azalea Sadajiwa. Dari caranya mengatakan itu, Lea terkesan santai, bahkan turut tersenyum. Tidak terlihat sama sekali bahwa perempuan itu merasa tersinggung atau tidak senang dengan sikap Melvin yang bisa dibilang tidak ramah di sepanjang makan siang mereka.
Menoleh pada Lea, Melvin pun menjawab, "Well...do you though?"
Lea mengedikkan bahu. "Not really," jawab Lea jujur. "Tapi seenggaknya aku masih bisa berpura-pura senang di depan orangtua kamu. And I think, you should be like that too."
Sebelah alis Melvin terangkat. Menarik. Ia tidak menyangka bahwa Lea yang terlihat manis dan lugu bisa bicara sejujur dan sangat straightforward seperti ini.
Napas Melvin pun terhela. Ia tidak begitu senang dengan teguran yang diberikan oleh Lea, tapi Melvin juga sadar bahwa sikapnya sepanjang makan siang mereka sama sekali tidak ramah. Melvin lebih banyak diam, jika diajak bicara oleh Lea maupun orangtuanya, ia hanya menanggapi pendek-pendek. Siapapun yang bersama Melvin di ruangan itu pasti akan bisa langsung merasa jika Melvin tidak senang berada disana, pun tidak terlalu berminat terlibat obrolan dengan siapapun.
Lea bisa merasakan itu, orangtua Melvin pun juga. Namun, mereka tidak menegur Melvin karena merasa tidak enak dengan Lea. Tapi Melvin sendiri yakin bahwa ketika mereka sudah pulang nanti, ia akan ditegur habis-habisan oleh kedua orangtuanya, terutama sang ayah.
Sekarang Melvin dan Lea ditinggal berdua di taman buatan yang ada di teras depan restoran, tepatnya di bagian outdoor restoran ini yang letaknya ada di rooftop. Orangtua Melvin sendiri yang meminta mereka untuk jalan-jalan di sekitar taman seperti ini agar bisa mengobrol berdua. Supaya bisa saling mengenal dan akrab, katanya.
Padahal, yang diinginkan Melvin sekarang hanyalah pulang dan beristirahat. Ia jelas masih jet lag dan tubuhnya lelah bukan main setelah penerbangan panjang. But what can he do though? Dia tentu tidak bisa menentang permintaan orangtuanya sehingga hanya bisa menurut untuk mengobrol berdua bersama Lea.
"Sorry..." gumam Melvin. "Aku nggak maksud begitu. Anggap ini sebagai alasan atau apa, terserah, yang pasti aku cuma lagi capek aja sekarang. You know...aku masih jet lag abis long flight."
"Ah, I see." Lea mengangguk. "Tapi nggak cuma jet lag, kan? Kamu emang gak suka ada disini sekarang."
"I'm just surprised."
"Not expecting me as your future wife, eh?"
Melvin berhenti berjalan dan langsung berdiri menghadap Lea, perempuan itu pun melakukan hal yang sama. Keduanya tepat berhenti di depan pagar pembatas rooftop yang ada di taman ini. Meski ada senyuman yang masih setia terukir di bibir perempuan itu, dan harus diakui kalau senyuman itu manis, Melvin tetap masih bisa merasakan kalau Lea menyindirnya secara halus.
"Memangnya kamu nggak begitu?" Melvin balas bertanya.
"Nggak juga," ujar Lea.
"Oh ya? Berarti kamu kinda berekspektasi kita dijodohin?"
Lea hanya mengangkat bahu sebagai jawaban, yang mana hal itu membuat Melvin memicingkan mata curiga padanya. Melvin betulan sedang lelah sekarang dan ia tidak sedang dalam mood untuk main-main.
"Sebenarnya udah berapa lama kamu tau tentang perjodohan ini?" tanya Melvin lagi. Kali ini kedua lengannya sudah terlipat di depan d**a.
"Gak lama setelah pertunangan kamu yang sebelumnya dibatalin," jawab Lea tenang.
"Siapa yang pertama kali mencetuskan perjodohan ini? Keluarga aku atau keluarga kamu?"
"Menurut kamu?"
"Yours."
Lea memiringkan kepala dan memandang Melvin geli. Tawanya pun muncul.
"Nggak ada yang lucu, kenapa kamu malah ketawa?"
"Sorry," gumam Lea. "Aku ketawa karena kamu dengan mudahnya langsung nebak kalau keluarga aku yang pertama kali mencetuskan ide perjodohan ini. Padahal, keluarga kamu sendiri yang waktu itu datang nemuin papaku untuk minta aku jadi calon istri kamu."
"Oh ya?"
Sebelah alis Lea terangkat dan ia merapatkan bibir, membuat senyumannya menghilang. "Kenapa, Melvin? Kamu pikir keluargaku yang dengan sengaja minta kamu untuk dijodohin ke aku?"
Melvin tidak menjawab dan hanya sedikit mengedikkan bahu.
Lea mendengus kecil. "Kayaknya keluargaku buruk banget ya di pikiran kamu?"
Mendengar Lea bertanya begitu, Melvin jadi merasa bersalah sendiri. "Hey...sorry...I didn't mean to..."
"It's okay." Lea tersenyum. "Aku ngerti, kamu pasti dengar banyak rumor tentang keluarga aku. Jadi karena itu, pasti berat bagi kamu untuk terima fakta kalau kamu dijodohkan sama salah seorang anggota keluarga Sadajiwa."
"Well...can't help it, sorry. Kamu sendiri tau kan segila apa rumor yang beredar tentang keluarga kamu?"
Lea mengangguk santai. "Aku tau."
"So, mind to tell me about it? Apa semua rumor yang aku dengar itu benar atau itu cuma sekedar rumor belaka? Aku rasa, sebelum kita berdua melanjutkan perjodohan ini, aku harus tau tentang kebenaran di balik semua rumor itu."
Sudut bibir Lea tertarik membentuk sebuah senyuman miring. Senyuman itu jelas berbeda dengan senyuman manis nan lugu Lea sebelum-sebelumnya. Sampai-sampai melihat senyuman miring Lea itu berhasil membuat Melvin merasa kalau Lea mencurigakan.
Dan jawaban yang diberikan oleh Lea selanjutnya pun lebih mencurigakan lagi, "You will find out soon, Melvin. Setelah kita nikah nanti, kamu bakal tau sendiri apa semua rumor tentang keluargaku benar atau itu cuma sekedar rumor belaka."
Melvin tertawa. Sarkastik. "Dan kalau semua rumor itu benar, gimana?"
Lea mengangkat bahu. "Maybe you have to make a plan how to run away from my family?"
"What?"
Ekspresi kaget yang diberikan oleh Melvin membuat Lea tertawa. Perempuan itu pun cepat-cepat berujar, "Bercanda."
Padahal, Melvin merasa kalau Lea sama sekali tidak terkesan bercanda.
That girl is really something. Jawaban ambigu Lea itu hanya semakin membuat Melvin merasa curiga terhadapnya. Ia yakin bahwa di balik image Lea yang manis dan lugu, perempuan itu sebenarnya jauh dari dua sifat itu.
Dari percakapan mereka saat ini saja Melvin sudah bisa melihat sisi Lea yang berani dan straightforward.
"Oh ya, Melvin, aku juga mau ngomong satu hal lagi."
Melvin berusaha keras untuk tidak mendengus ketika ia bertanya, "Apa?"
Senyuman manis Lea kembali terbit, berbanding terbalik dengan kata-kata yang keluar dari bibirnya setelah itu. Lea bilang, "It's hard for me too. Sama kayak kamu, aku juga sebenarnya nggak suka sama perjodohan ini. Selain itu, kamu juga bukan tipe aku. Far from that, sorry to say."
What the actual f**k? Lea sukses membuat Melvin tak mampu berkata-kata.
"Tapi terlepas dari itu, aku masih berusaha untuk bersikap baik ke kamu dan keluarga kamu atas nama sopan santun. Jadi, aku harap kamu juga bisa bersikap sama. Don't be childish."
Oke, Azalea Sadajiwa baru saja mengejeknya childish. Tidak perlu ditanya, Melvin tentu kesal. Ia bahkan harus mengatur napasnya sendiri agar tidak mengatakan sesuatu yang buruk.
"Kalau memang kamu nggak suka sama perjodohan ini, kenapa kamu nggak nolak?" Melvin justru bertanya dan tidak menanggapi perkataan Lea sebelumnya.
"Because it's my job," jawab Lea tanpa pikir panjang.
"What?"
"It's my job to obey what my father wants. Dan aku rasa, udah pekerjaan kamu juga kan untuk melakukan hal yang sama? Di kalangan kita ini, kita nggak pernah benar-benar bisa memilih keputusan hidup kita, Melvin."
Sekali lagi Lea tersenyum sebelum perempuan itu berbalik. Bertepatan dengan itu, angin menerbangkan rambut Lea sehingga leher belakangnya terlihat dan yang pertama kali ditangkap oleh mata Melvin adalah sebuah tato disana.
Tato di leher Lea itu terlihat cukup jelas sehingga Melvin bisa melihat bahwa tato itu berbentuk sebuah huruf K yang berukuran tidak terlalu kecil. Di bagian atas huruf K tersebut terdapat sebuah mahkota, sementara bagian bawahnya seolah membentuk akar yang menjalar.
"Aku rasa kita udah cukup ngobrol," ujar Lea ketika Melvin ingin memerhatikan tato perempuan itu lebih saksama lagi. Namun belum sempat melakukannya, Lea sudah terlebih dahulu melangkah menjauh untuk kembali ke dalam restoran.
Melvin sendiri masih diam di tempatnya dan tidak langsung mengikuti Lea. Entah kenapa, melihat tato itu membuat Melvin semakin curiga kalau Lea tidak sebaik dan selugu kelihatannya. Orangtua Melvin mungkin sudah tertipu karena telah menganggap Lea sebaik itu.
Tapi Melvin tidak akan tertipu. There must be something about her. Dan Melvin akan mencari tahu.
Sebelum menyusul Lea, Melvin terlebih dahulu mengambil ponselnya untuk menghubungi Savero. Sesaat setelah sambungan teleponnya tersambung, Melvin langsung memberi perintah.
"Savero, gue butuh bantuan. Tolong hire orang untuk cari tau sebanyak apapun informasi tentang Azalea Sadajiwa dan keluarganya. Tentang masa lalu mereka, latar belakang pendidikan, semua pekerjaan yang mereka jalani, dan informasi pribadi mereka, terutama informasi yang sekiranya belum diketahui orangtua gue. Nggak ada limit budget, terserah bayar berapa asal gue bisa dapat informasi tentang calon istri gue dan keluarganya yang mencurigakan itu."
***
"Seriously, Ro? Masa cuma ini doang? Kalau informasi begini juga semua orang tau!"
Melvin tahu, Savero pasti sedang meringis di seberang sana usai mendengar omelan kesal yang baru saja dilontarkan oleh Melvin. Dan mungkin saja, right hand man-nya itu sedang mengumpat diam-diam sekarang.
"Melvin, sorry. Orang yang gue hire emang cuma dapat informasi gitu aja. Ini gue langsung sampein ke lo semua yang informasi yang mereka kasih."
"Masa tiga hari cuma dapat itu? Kalau sekedar nama-nama keluarga dan dia lulusan mana, gue juga tau!"
Helaan napas Savero terdengar, sementara Melvin berdecak keras.
"Kata mereka, nggak mudah untuk cari informasi mengenai keluarga Sadajiwa. They keep their privacy very well. Mereka memang semisterius itu sampai detektif yang jam terbangnya udah tinggi pun susah untuk dapat informasi mereka."
"Gue nggak peduli. Cari lagi informasinya sampai dapat. Gue kasih waktu seminggu lagi, awas aja kalau sampe nggak dapat apa-apa. I already paid a lot of money for it."
"Ta-"
Belum sempat Savero mencoba beralasan, Melvin sudah menutup sambungan telepon mereka secara sepihak. Dan Melvin kembali berdecak keras kala matanya tertuju lagi pada layar laptopnya yang menyala, menampilkan deretan informasi yang baru saja dikirimkan Savero dari detektif yang sengaja disewanya untuk mendapat informasi mengenai keluarga Sadajiwa.
Melvin memang bersungguh-sungguh untuk mencari tahu sebanyak mungkin informasi mengenai keluarga itu, terutama informasi gelap yang bisa saja membuktikan semua rumor buruk tentang mereka.
Sebab masih ada perasaan janggal yang Melvin rasakan terhadap perjodohannya dan Lea. Something must be wrong. Dan entah ini karena ia tersugesti akibat rumor-rumor buruk yang beredar atau apa, Melvin merasa kalau pernikahannya dan Lea bisa saja menyebabkan bahaya untuk keluarganya kelak.
Tentu Melvin tidak mau itu terjadi. Karena itulah ia berusaha mencari informasi apapun mengenai Lea dan keluarganya yang nanti bisa ia tunjukkan kepada orangtuanya sendiri agar perjodohan ini bisa dibatalkan.
Tapi ternyata, informasi itu tidak mudah untuk didapatkan. Setelah tiga hari menggunakan jasa detektif yang biasa digunakannya untuk melakukan background check terhadap seseorang, termasuk pada sosok Harlan Jagat Erlangga waktu itu, informasi yang didapat Melvin sangatlah minim.
Pada dokumen yang dikirimkan oleh Savero hanya ada informasi mengenai Azalea Sadajiwa yang merupakan anak ketiga dari pasangan Hamadi Sadajiwa dan Herawati Sadajiwa yang sudah meninggal dunia sejak anak bungsunya masih berusia dua tahun. Lea memiliki tiga saudara perempuan, yaitu dua kakak bernama Violetta Sadajiwa dan Dianella Sadajiwa, serta adik yang bernama Poppy Sadajiwa.
Lea dan dua kakak perempuannya merupakan lulusan dari National University of Singapore, sementara adik bungsunya baru saja lulus dari Massachusetts Institute of Technology dan baru kembali ke Indonesia setahun belakangan ini. Keempatnya dikatakan bekerja di perusahaan keluarga mereka dan masing-masing tidak diketahui menjabat sebagai apa.
Lalu, ada pula sekilas informasi mengenai perusahaan SA Group yang merupakan perusahaan teh dan kopi milik keluarga Sadajiwa. Namun, informasi yang ada justru hanyalah informasi umum yang bisa didapat Melvin dengan mudah lewat Google.
Selain itu, hanya ada segelintir informasi lain mengenai Lea. Seperti Lea yang pernah menjadi pianis dan memenangkan perlombaan bertaraf internasional, klub-klub apa saja yang diikuti Lea semasa kuliah, dan yang terakhir adalah informasi mengenai Lea yang merupakan lulusan terbaik di angkatannya.
Hanya sebatas itu informasi yang didapat. Tidak ada informasi lain, bahkan termasuk kehidupan kisah cinta Lea pun tidak. Padahal, sebelum-sebelum ini Melvin tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapat informasi seseorang. Bahkan waktu itu, ia bisa mendapat banyak informasi mengenai Harlan hanya kurang dari dua puluh empat jam.
Minimnya informasi tentang keluarga Sadajiwa semakin membuktikan bahwa selama ini mereka sangat menutup rapat privasi keluarga mereka. Tidak hanya bagi publik, tapi juga bagi orang-orang yang secara sengaja ingin menyelidiki mereka, seperti Melvin.
Kalau begini bukankah sudah jelas? Keluarga Sadajiwa pasti memiliki sesuatu yang ingin mereka sembunyikan dan tutup rapat-rapat. Pertanyaannya, apakah itu?
Jemari Melvin mengetuk-ngetuk meja jati yang ada di ruang kerjanya. Ia sedang berpikir keras bagaimana caranya mengorek informasi tentang keluarga Sadajiwa yang bisa mematahkan keinginan orangtuanya untuk menjodohkan Melvin dengan Lea.
Lalu, ponselnya berdering. Begitu Melvin melirik benda itu, nama Azalea Sadajiwa tertera disana. Di pertemuan pertama mereka kemarin, keduanya memang sudah saling bertukar nomor telepon.
Melvin merasa aneh karena Lea yang tiba-tiba meneleponnya, tetapi ia langsung menerima telepon tersebut.
"Halo?" sapanya.
"Hai, Melvin." Suara Lea terdengar ceria. "Sorry, kalau tiba-tiba telepon kamu. Aku ganggu gak?"
"Nah, it's okay. Kenapa?"
"Papaku nyuruh aku telepon kamu buat ngasih tau kalau minggu depan, kamu sekeluarga diundang ke rumah. Aku rasa orangtua kamu udah tau sih, cuma ya...Papa sengaja nyuruh aku untuk ngundang kamu secara personal begini supaya kita bisa teleponan. But don't worry, aku cuma mau ngomong itu aja kok, nggak ada niat untuk memperpanjang percakapan."
Sudut bibir Melvin tertarik sedikit. Dan tidak, ia bukannya tersenyum karena merasa senang mendengar suara Lea di telepon. Melainkan karena ia baru saja mendapat kesempatan untuk datang ke kediaman Sadajiwa yang mungkin bisa saja dimanfaatkannya untuk mengorek informasi secara langsung.
"It's okay, Lea. I'll come to your house. See you."
"Wow. You sound excited." Lea tertawa, kemudian ia lanjut berujar dengan nada suara yang lebih rendah. "Kenapa? Apa kamu punya tujuan khusus di rumah aku nanti?"
Hah. Selain jujur, berani, dan straightforward, ternyata Lea juga pintar membaca pikiran. Tapi Melvin tidak akan membiarkan Lea bisa membaca pikirannya. Maka ia pun membalas, "No, I don't. Just can't wait to see your beautiful face."
"You're not a good liar, Melvin."
Melvin tertawa. "Maybe. Tapi kalau kamu sendiri gimana, Lea? Are you a good liar, hm?"
Lea tidak menjawab, dan Melvin rasa itu sudah cukup membuktikan bahwa mungkin saja, Lea memang merupakan seseorang yang pandai berbohong.