Tidak peduli mau Melvin sekaget apa mendengar kabar pelantikan yang akan dilakukan jauh lebih cepat daripada seharusnya, pelantikan itu benar-benar tetap dilaksanakan seminggu setelah acara makan siang Melvin dan keluarganya berlangsung.
Bukan hanya Melvin saja yang terkejut dengan kabar pelantikan itu, tapi keluarga besarnya pun ikut terkejut. Entah lah, orang tua Melvin dan dewan direksi perusahaan mereka seolah merahasiakan perihal kabar itu, sehingga yang lain baru tau sekitar beberapa hari sebelum pelantikan tersebut berlangsung.
Sempat terjadi ketegangan antara Arthur Wiratmaja dan saudara-saudaranya karena kabar yang disampaikan secara tiba-tiba itu. Bukan berarti mereka protes karena Melvin akan jadi penerus Melvin dalam waktu yang sangat dekat, sebab semua keluarga besar Wiratmaja memang sudah mengetahui rencana Arthur untuk pensiun dini dan hanya ingin menjadi pemegam saham terbesar di perusahaan saja, tanpa mengurusi masalah operasional perusahaan lain. Hanya saja, sama seperti Melvin, mereka merasa bahwa semuanya terlalu tiba-tiba, dan tergesa-gesa sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa ada sesuatu di balik dipercepatnya pelantikan itu.
Namun, Arthur sudah membereskan semuanya, dan ketegangan antara Arthur dan saudara-saudaranya pun tidak berlangsung lama. Mereka sudah baik-baik saja sebelum hari pelantikan Melvin yang akan dilakukan tepatnya hari ini.
Saat ini, Melvin sedang berada dalam perjalanan menuju kantornya bersama Lea. Tentu saja, sebagai istri Melvin sekarang, Lea harus menemani sang suami di hari besarnya. Mereka berdua sudah berpenampilan begitu rapi dengan warna yang senada. Mayana Wiratmaja secara khusus telah mempekerjakan seorang stylist untuk mengurusi penampilan pasangan pengantin baru itu hari ini.
Sebagai wajah pimpinan baru dari perusahaan raksasa sekelas Rangkai Bumi, tentu Melvin dan istrinya harus berpenampilan baik dan menarik, agar membuat orang-orang hormat serta terkesan pada mereka. Tapi, dengan rupa yang dimiliki oleh pasangan itu, tidak sulit untuk melakukannya.
Hari ini keduanya sama-sama mengenakan setelan berwarna navy blue. Melvin dengan setelan jas formalnya, sementara Lea mengenakan blazer dan pencil skirt. Mereka terlihat begitu serasi bersama, yah meski keduanya tidak berpikir demikian.
Melvin berjengit ketika tiba-tiba saja Lea mengulurkan tangan untuk menyentuh wajahnya. Ia menoleh pada istrinya itu dengan tatapan jengkel, dan langsung melihat Lea yang hari ini terlihat cantik dengan make up natural, serta rambut yang digelung rapi.
"Nggak usah langsung kelihatan annoyed gitu," keluh Lea. "Di muka kamu ada bulu mata jatuh."
Melvin berdecak dan langsung mengusap wajahnya sendiri. Ditepisnya pelan tangan Lea. Walau sudah dua minggu menikah, namun Melvin masih merasa tidak nyaman berada di dekat istrinya itu, terutama jika Lea main menyentuhnya sembarangan seperti itu.
Setelah seminggu tinggal di rumah keluarga Sadajiwa, setelah kembali ke rumah, baik Melvin maupun Lea bisa dibilang hampir tidak pernah berinteraksi jika sedang di rumah. Keduanya selalu sibuk di kamar masing-masing, dan baru akan keluar untuk makan. Itu pun, mereka seringnya makan sendiri-sendiri. Keduanya baru berinteraksi jika diharuskan untuk pergi bersama ke suatu tempat dan berhadapan dengan orang lain, terutama keluarga mereka, seperti sekarang. Di luar itu, mereka bisa dibilang bagai dua orang asing yang tinggal serumah, dibandingkan pasangan pengantin baru.
Lea menghembuskan napas karena reaksi Melvin itu.
"Aku tau kamu nggak suka sama istri kamu sendiri, tapi bisa nggak build the mood dulu? Sebentar lagi kita mau ketemu banyak orang loh. I'm sure, keluarga kamu dan semua yang lihat pasti bakal mikir yang enggak-enggak kalau liat kamu dengan muka begini di dekat aku."
Melvin melengos. "Kamu tenang aja, aku pintar akting."
"Pintar akting?" Lea tertawa mengejek. "Kemampuan akting kamu itu jelek banget Melvin baby, mudah bagi orang untuk nebak apa yang lagi kamu rasain. You're like an open book."
"Tapi, selama ini juga nggak ada yang curiga."
"Itu karena mereka nggak enak aja buat negur kamu."
"Whatever."
Saat ini, Melvin sama sekali tidak dalam mood yang baik untuk berbincang mengenai sesuatu yang tidak penting atau menjengkelkan bersama Lea. Ada sedikit gugup yang dirasakan Melvin karena harus melalui pelantikan nanti. Tidak, bukan karena Melvin tidak terbiasa menghadiri acara pelantikan seperti ini, atau karena ia harus berhadapan dengan orang-orang penting yang akan melihatnya mengemban jabatan tertinggi di perusahaannya.
Tetapi, Melvin gugup karena ada beban baru yang sebentar lagi akan dia tanggung karena menjadi CEO dari perusahaan Rangkai Bumi milik keluarganya yang sudah berkembang pesat selama bertahun-tahun. Bukan hanya beban kerja saja yang harus ditanggungnya, tapi juga beban-beban yang lain, termasuk kehidupannya yang akan semakin tersorot. Akan ada banyak orang yang pasti ingin mencari borok untuk menjatuhkannya. Karena itu, tidak boleh ada cacat di hidup Melvin setelah ini, termasuk mengenai rumah tangganya dan Lea. Satu saja kesalahan terjadi, maka nama perusahaan dan keluarganya akan ikut tercoreng.
Dalam kata lain, Melvin akan mengemban tanggung jawab sebagai pembawa nama baik keluarganya yang paling utama. Dan itu lah yang membebani pikiran Melvin sejak tadi.
Melvin tersentak ketika lagi-lagi, Lea menyentuhnya. Kali ini, perempuan itu meraih tangan Melvin dan menggenggamnya erat. Protes sudah berada di ujung lidah Melvin dan siap untuk dilayangkannya, namun Lea mendahuluinya bicara.
"Tangan kamu dingin," katanya.
"Terus kenapa? Aku nggak minta diangetin sama kamu kok."
Melvin hendak melepaskan tangannya dari genggaman Lea, namun perempuan itu menahannya dengan kuat.
Lea memutar bola mata. "Bisa diem nggak?" Perintahnya. "Aku tau kamu lagi gugup sekarang, karena itu aku mau kamu rileks. Kalau kamu nanti keluar dari mobil dengan muka ditekuk begitu, yang ada jadi pertanyaan orang-orang."
Well, Lea ada benarnya juga.
Akhirnya Melvin pun diam saja ketika Lea menyelipkan jemarinya di antara jemari Melvin yang jelas jauh lebih besar dari jemari Lea yang mungil.
"Mending kita tetap gandengan tangan gini sampai nanti tiba di kantor."
"Buat apa?"
"Latihan, Melvin baby. Sebagai pasangan pengantin baru, harusnya kita gandengan, kan?"
Melvin hanya meresponnya dengan dengusan, namun tidak mencoba untuk menarik tangannya kembali.
"Lagian, kenapa juga kamu harus gugup sih? No matter what, kamu tetap bakal jadi CEO-nya, right?"
Dan Melvin melihat senyum miring Lea itu lagi. Senyuman yang entah harus dideskripsikannya seperti apa. Mungkin itu senyuman meremehkan, atau mungkin juga...menyiratkan rahasia.
Entah kenapa, firasat Melvin mengatakan bahwa keluarga Sadajiwa ada hubungannya dengan dipercepatnya pelantikan Melvin sebagai CEO perusahaan Rangkai Bumi hari ini.
***
Sesampainya mereka di gedung perusahaan Rangkai Bumi, Melvin sukses dibuat heran dengan ketatnya penjagaan gedung hari ini. Melvin tahu, karena acara pelantikannya hari ini, keadaan gedung memang jadi lebih ramai daripada biasanya. Tetapi, meski begitu, biasanya penjagaan tidak lah seketat. Paling tidak, hanya ada pihak keamanan kantor dan sedikit dari pihak kepolisian yang bertugas.
Namun, untuk acara pelantikan Melvin hari ini, tidak hanya ada anggota keamanan kantor dan kepolisian saja, tapi ada pula pihak-pihak lain yang sebelumnya tidak pernah ada. Mereka yang berpakaian serba hitam itu menjaga bagian depan gedung, serta berbagai sisi gedung yang lainnya.
Dan yang paling membuat Melvin bertanya-tanya, mereka adalah anggota keamanan dari keluarga Sadajiwa. Beberapa wajah bahkan dikenali Melvin karena ia pernah melihat mereka di rumah keluarga Sadajiwa. Bahkan, pria bernama Selatan itu jug ada, ikut berjaga di pintu depan gedung.
"For f**k's sake, what the hell are they doing here?!"
Pertanyaan itu Melvin serukan pada Savero yang kini menjadi satu-satunya yang ada di ruang kerja Melvin. Acara pelantikan belum dimulai, dan Melvin sengaja mengajak Savero untuk masuk ke ruangannya berdua saja, agar ia bisa membahas masalah ini. Sementara Lea sudah bergabung bersama ibunya dan juga Abby.
"Kenapa bisa-bisanya ada para preman dari keluarga Sadajiwa itu?"
Savero menghembuskan napas dan kepalanya menggeleng.
"Gue juga nggak tau, Melv. Bokap lo nggak bilang apa-apa," jawabnya. "Tapi gue rasa, itu utusan dari mertua lo sendiri. Buat ekstra keamanan, mungkin? Karena setau gue, mereka itu orang-orang yang bekerja sebagai anggota keamanan di keluarga Sadajiwa, kan?"
Melvin tertawa sinis. "Ekstra keamanan apanya? Mereka justru bikin kantor jadi kelihatan nggak aman karena penampilan mereka yang kayak preman!"
"Well...gue nggak bisa bilang apa-apa, Melv. Bukan kuasa gue, karena yang ngatur semuanya bokap lo."
Melvin berdecak, lalu berjalan mendekati jendela lebar yang ada di ruangannya. Jujur saja, Melvin memang sangat tidak suka dengan kehadira orang-orang keluarga Sadajiwa itu. Ia justru merasa semakin curiga pada mereka, dan kian yakin bahwa memang ada sesuatu di balik acara pelantikan ini.
"Acara pelantikannya mulai lima belas menit lagi, Melv. Mending lo aula sekarang deh, soalnya yang lain udah nunggu."
Melvin berbalik untuk kembali menghadap Savero.
"Ro, bisa nggak lo selidikin kenapa pelantikan gue hari ini dipercepat, dan apa urusannya orang-orang keluarga Sadajiwa ada di sini sekarang?"
Titah dari Melvin itu tentu saja bagai mimpi buruk bagi Alvaro. Sebab itu artinya, ia harus bekerja keras untuk memenuhi permintaan Melvin.
"Apa lo nggak bisa nanya langsung ke bokap atau istri lo aja?"
Melvin menggeleng tegas. "Jawaban dari mereka nggak akan mungkin transparan, sementara gue yakin beneran ada sesuatu yang terjadi di sini."
Savero diam.
"Bisa kan, Ro?"
Well...apa Savero bisa berkata tidak pada bosnya ini? Tentu saja, jangan harap. Akhirnya, Savero hanya bisa menganggukkan kepala.
Setelah itu, Melvin keluar dari ruangannya, dan mengikuti perintah dari Savero tadi untuk menuju aula kantor dimana pelantikannya akan berlangsung. Melvin benar-benar menahan kesal begitu ia melihat orang-orang berpakaian hitam itu ada di tiap lorong. Like seriously, apa yang sebenarnya mereka lakukan di sini? Memang, bisa saja mereka ada di sini hanya untuk menambah keamanan gedung kantor ini. Namun, sulit bagi Melvin untuk tidak berprasangka buruk jika sudah menyangkut keluarga Sadajiwa.
Mereka semua menatap Melvin lekat ketika Melvin melintasinya. Savero pun mengekori Melvin untuk berjalan menuju aula. Acara memang belum dimulai, namun bagian depan aula sudah ramai oleh orang-orang yang memang diundang ke acara pelantikan ini. Mulanya Melvin berniat untuk menghampiri mereka, namun ketika melihat Lea berjalan tergesa-gesa keluar dari aula, entah kenapa kakinya justru melangkah untuk menyusul Lea.
"Melvin, mau ke mana lo?" Tanya Savero.
Tanpa menoleh, Melvin hanya menjawab singkat, "Toilet."
Karena memang dilihatnya Lea berjalan menuju ke arah toilet.
Entah lah, Melvin sendiri tidak mengerti kenapa ia mengikuti Lea seperti ini di saat sudah tahu ke mana arah yang dituju perempuan itu. Pihak keamanan dari keluarga Sadajiwa sudah tidak ada lagi di lorong-lorong yang dilintasi oleh Lea.
Sepertinya, Lea tidak sadar bahwa beberapa meter di belakangnya, ada Melvin yang mengikuti. Sebab perempuan itu sama sekali tidak berhenti berjalan, maupun menoleh ke belakang.
Melvin baru menghentikan langkahnya ketika Lea benar-benar berbelok masuk ke lorong toilet. Sementara Melvin memilih mengintip dari balik dinding, sebisa mungkin tidak ketahuan. Lorong toilet itu sedang sepi sekarang, tidak ada siapa pun kecuali Lea dan...Selatan.
Kedua mata Melvin melebar begitu ia menyadari ada laki-laki bernama Selatan itu di sana. Melvin tidak menyembulkan kepalanya dari balik tembok karena tidak ingin hadirnya diketahui, namun ia menajamkan pendengaran agar bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Sebentar lagi acaranya mulai, dan sebentar lagi juga tugas kita dimulai. Semua orang harus siaga di tempat, dan jangan sampai lengah."
Itu suara Lea.
"Oke."
Itu suara Selatan.
Melvin tidak mengerti, apa maksud pembicaraan mereka itu?